Ketika Anak Terpapar Pornografi


Oleh. Riza Luthviah

Masa kanak-kanak merupakan masa yang paling membahagiakan. Di masa itu, anak-anak bermain dan banyak mengeksplor dirinya. Banyak hal yang mereka lakukan dengan gembira, seolah tak memiliki beban hidup lantaran mereka belum memikirkan kehidupan yang sesungguhnya. Namun, apa jadinya jika masa anak-anak dengan penuh kegembiraan, berubah menjadi anak-anak yang berperilaku bejat?

Seorang bocah TK berusia 6 tahun di Mojokerto, diperkosa secara bergilir oleh tiga orang anak sekolah dasar (SD). Ketiganya tak lain adalah tetangga sekaligus teman bermain korban. Kejadian itu dilakukan disebuah rumah kosong. Lebih mirisnya lagi, pemerkosaan tidak hanya dilakukan sekali itu saja, tetapi sudah dilakukan lima kali (DetikJatim 21/1/2023).

Sungguh, sangat miris melihat fakta tersebut. Hal yang menurut kita sungguh di luar akal bahwa anak-anak bisa melakukan hal yang sedemikian bejatnya. Tentunya seorang anak bisa melakukannya bukan tanpa alasan. Beberapa faktor penyebab di antaranya adalah negara yang menerapkan sistem sekularisme, yaitu pemisahan agama dengan kehidupan.

Dalam sistem sekularisme ini, agama tidak boleh mengatur aktivitas kehidupan. Ranah agama hanya cukup sampai masalah ibadah ritual kepada Tuhannya, tidak mengatur aktivitas keseharian manusia. Sistem sekulerisme ini pula menjadikan aturan kehidupan bersumber dari akal manusia. Standar salah dan benar, bukanlah dari Sang Pencipta, tetapi sesuai kepentingan manusia.

Dari sistem ini, kemudian lahirlah kebebasan yaitu liberalisme. Salah satunya adalah kebebasan berperilaku yang menafikkan peran Sang Pencipta. Tak heran, jika negeri ini cenderung lebih membiarkan aktivitas-aktivitas pacaran, ikhtilat (bercampur baur), khalwat (berdua-duaan dengan lawan jenis), bahkan sampai membiarkan tontonan dewasa bisa dinikmati siapa saja termasuk anak-anak.

Tak hanya itu, dari penerapan sistem sekularisme, menjadikan kurikulum pendidikan tidak memberikan peran dalam menambah keimanan dan mendidik akhlak anak yang jauh lebih baik. Bagaimana tidak, pelajaran pentingnya belajar sebagai modal kehidupan, membentuk etika dan berakhlak mulia ada pada pelajaran agama. Sementara itu, pelajaran agama mendapatkan porsi yang sangat sedikit, yaitu hanya 2 jam dalam sepekan.

Disamping itu, peran orang tua yang sedikit demi sedikit mulai tergerus, diakibatkan kesibukan dalam bekerja untuk memenui kebutuhan keluarga sehingga lupa akan kewajibannya mendidik anak-anak. Anak-anak pun dengan bebasnya melakukan apa saja tanpa pengawasan orang tua.

Berbeda halnya dengan sistem Islam. Sistem Islam akan menjadikan syariat Islam sebagai rujukan dan satu-satunya fondasi yang melahirkan aturan bagi manusia termasuk dalam hal pergaulan. Tak hanya itu, negara yang berdasarkan syariat Islam akan selalu hadir memberikan perlindungan kepada anak-anak. Karena, negaralah yang memiliki kekuatan untuk bisa menghentikan secara total kasus-kasus pelecehan atau bahkan pemerkosaan. Di samping itu, negara juga satu-satunya institusi yang memiliki kekuatan untuk memblokir situs-situs pornografi yang menyerbu media-media sosial.

Selain itu juga, perlunya peran orang tua dalam mendidik dan mengawasi anak-anak. Di antaranya, pertama orang tua harus membentengi anak-anak dengan ketaqwaan. Anak harus dikenalkan kepada Sang Penciptanya sedini mungkin dan juga harus menanamkan bahwa hidup kita berorientasi hanya kepada Allah semata.

Kedua, menanamkan rasa malu karena malu adalah gabungan dari sifat takut dan iffah (menjaga kesucian diri), sehingga bisa mencegah dari perbuatan-perbuatan buruk seperti membuka aurat, genit, alay, dan lain sebagainya.

Ketiga, menanamkan batasan aurat dan kewajiban menjaganya. Islam memberikan batasan aurat antara laki-laki dan perempuan. Batasan aurat ini harus sudah ditanamkan didiri anak sejak kecil. Sehingga, dia mulai terbiasa jika sudah menginjak baligh. Anak-anak juga diajarkan agar auratnya tidak disentuh orang lain. Selain itu, anak-anak juga sudah diperkenalkan kepada keluarga yang termasuk mahram dan bukan mahram.

Keempat, memisahkan tempat tidur anak karena ini merupakan bagian dari terbukanya pintu zina. Sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw.:

“Perintahlah anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat mereka berumur tujuh tahun, pukullah mereka (jika tidak melaksanakan shalat) saat mereka telah berumur sepuluh tahun, dan pisahlah tempat tidur di antara mereka,” (HR Abu Daud).

Kelima, membiasakan anak meminta izin memasuki tempat khusus pada waktu aurat. Hal ini sebagaimana yang terkandung dalam Al-Qur’an surah An-Nur ayat 58 bahwa ada tiga waktu di mana anak-anak dilarang memasuki ruangan (kamar) orang dewasa, kecuali meminta izin terlebih dahulu, yaitu di saat sebelum salat subuh, tengah hari, dan setelah salat isya. Dengan aturan ini, anak akan terhindar dari melihat aurat yang tidak seharusnya ia lihat dan akan menjaga kebersihan jiwanya.

Keenam, mendidik anak agar selalu menjaga pandangan. Perintah Allah dalam menjaga pandang telah termaktub dalam Al-Qur’an surah An-Nur ayat 30-31 bahwa laki-laki dan perempuan diperintahakan untuk senantiasa menjaga pandangan dan memelihara kemaluannya, dan tidak boleh menampakkan perhiasannya kecuali apa yang biasa nampak darinya.

blank

Ketujuh, mengajarkan kepada anak untuk tidak berkhalwat ataupun juga melakukan ikhtilat. Berkhalwat adalah bertemunya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram secara menyendiri disatu tempat. Karena, berkhalwat ini bagian dari pintu setan menuju perbuatan zina.

Disamping itu, Allah juga melarang untuk berikhtilat yaitu bercampur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa ada kepentingan yang syar,i, misalnya dalam hal jual-beli, pendidikan, kesehatan, pekerjaan lainnya. Sedangkan ikhtilat yang dilarang misalnya perjalanan wisata bersama, nonton bersama dan yang semuanya disertai dengan pembicaraan-pembicaraan yang akrab sehingga menimbulkan interkasi yang berlebihan. Ikhtilat juga bisa dilakukan di medsos misalnya percakapan melalui whatsapp, facebook, twitter yang membicarakan masalah pribadi/curhat bukan untuk mencari solusi.

Kedelapan, mengajarkan dan membiasakan anak puasa sunnah. Puasa sunnah merupakan perisai atas gejolak nafsu biologis jikalau belum mampu menikah.

Kesembilan, membatasi penggunaan gadget pada anak. Perlu adanya pengawasan dan pendampingan orang tua kepada anak-anak dalam penggunaan gadget. Namun, jika poin ketaqwaan pada diri anak telah terbentuk, InsyaAllah anak mampu memfilter dirinya dari tontonan-tontonan yang tidak baik.

Demikian, bahwa Islam sangatlah rinci mengatur kehidupan manusia. Bahkan dengan aturan itu, Islam juga mampu melindungi dan memberikan rasa aman bagi setiap manusia.

Wallahu a’lam bi ash-shawwab

Dibaca

 84 total views,  2 views today

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi