Kesyirikan kian Nyata, ke Mana Negara?

Oleh: Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Ummat)

Linimasanews.com—Negeri yang disebut-sebut kaya budaya ini masih menyimpan kesyirikan. Seakan kesyirikan dipelihara dan dibiarkan lestari, sehingga membuat akidah umat banyak yang bengkok. Mulai urusan klenik perdukunan sampai ritual pesugihan. Di negeri ini masih banyak operasi pesugihan, mulai memelihara jin sampai rela menyediakan tumbal, meski darah dagingnya sendiri.

Meski muslim, kesyirikan terkadang masih melekat dalam kehidupan. Sering dijumpai bagaimana kaum muslim yang akidahnya tidak terjaga, dengan suka rela melakoni ritual pesugihan. Berbagai cara dilakukan demi mewujudkan impian harta yang terang tanpa kerja keras.

Baru-baru ini viral berita seorang ibu begitu tega mencongkel netra anaknya demi ritual pesugihan yang dijalaninya. Tak hanya satu anak yang jadi korban, bahkan kakak korban juga meregang nyawa demi ritual laknat itu. Sebagaimana diberitakan kompas.com (5/9/2021), peristiwa mata bocah perempuan dijadikan tumbal dalam ritual pesugihan terus didalami oleh aparat kepolisian. Selain mengakibatkan mata kanan AP (6) rusak, ritual ini juga diduga telah memakan korban jiwa lain, yakni kakak AP. Kakak AP, DS (22), diduga tewas usai dicekoki 2 liter air garam oleh pelaku ritual pesugihan pada Rabu (1/9/2021). Sungguh mengerikan!

Rusaknya Akidah Sumber Akar Masalah

Maraknya pesugihan dengan kesyirikan sungguh sangat memprihatinkan. Budaya menduakan Allah dianggap hal biasa dalam kegaduhan dalam kehidupan yang dibalut sistem kapitalisme. Dimana orientasi kebahagiaan itu bertumpu pada banyaknya harta. Sementara, lowongan pekerjaan kian sulit, harga sembako semakin melejit, dan ekonomi kian menghimpit membuat rakyat terus menjerit.

Sementara asas sekularisme meniscayakan pemisahan agama dari kehidupan. Meski muslim, ajaran Islam tak perlu bahkan terlarang untuk diterapkan dalam urusan kehidupan dan penghidupan. Jika sekularisme telah menancap kuat, maka kegoyahan akidah siap menghantam, bahkan kerusakan akidah akan merontokkan keimanan dan ketakwaan.

Apa pun motif pesugihan, semua adalah buntut dari keserakahan nafsu akan harta mewah dan berlimpah. Taraf ekonomi yang serba sulit dan terhimpit, ditambah akidah yang rusak semakin mengundang rasa nekat dan tega melakukan ritual pesugihan. Tak ada jaminan negara akan kesejahteraan rakyat, bahkan negara juga menyerahkan urusan akidah pada tiap individu rakyat.

Penjagaan akidah, nyawa, dan harta tak tampak sama sekali. Seakan negara tak tahu menahu terkait urusan rakyat. Begitulah kapitalisme menyibukkan negara dan rakyat mengurusi urusannya masing-masing. Tanggung jawab negara diceraikan dari urusan rakyat, walhasil rakyat kelimpungan memenuhi kebutuhan hidupnya. Di tengah kondisi pandemi dan sulitnya ekonomi, sistem kapitalisme mendorong rakyat berbuat sesuka hati demi keberlimpahan materi. Pesugihan pun jadi pilihan meski anak jadi tumbal untuk memperkaya diri.

Kesyirikan seakan diberi karpet merah. Ritualnya seakan dijadikan khazanah budaya yang harus dilestarikan dan dijaga. Sungguh menyesakkan dada! Ke mana peran negara?

Islam Menjaga Akidah Ummat

Dalam sistem Islam, Negara Khilafah memiliki tanggung jawab terbesar dalam menjaga akidah umat. Ini karena Khilafah adalah junnah (perisai) akidah umat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad)

Penjagaan akidah dilakukan negara Khilafah melalui mekanisme sebagai berikut:

Pertama, Khilafah akan menancapkan dasar-dasar akidah Islamiah, baik melalui kurikulum pendidikan yang berasas akidah Islam maupun pembinaan umum pada masyarakat.

Negara Khilafah akan memusatkan penanaman dasar-dasar akidah ini bagi generasi muda, khususnya anak-anak, di lembaga-lembaga pendidikan formal maupun nonformal, negeri maupun swasta. Pendidikan dan pembinaan ini akan membangun iman yang benar dan kokoh, yang didapat dari proses berpikir yang benar.

Adapun untuk masyarakat secara umum, Khilafah akan mengutus para dai ke seluruh pelosok yang menjadi wilayah Negara Khilafah untuk mendakwahkan Islam agar iman Islam semakin kokoh tertancap dalam akal dan jiwa mereka.

Khilafah akan mengontrol, mengawasi, dan memastikan tak ada satu pun umat Islam yang luput dari dakwah ini. Dakwah ini untuk menjaga ummat Islam dari aktivitas syirik, sekaligus juga mengajak umat nonmuslim untuk memeluk Islam.

Kedua, Khilafah juga akan melarang segala bentuk dakwah atau penyebaran ajaran selain Islam, baik yang dilakukan secara langsung maupun melalui media massa. Menutup seluruh saluran masuknya produk-produk ajaran kufur, seperti film, selebaran, majalah, dan lainnya, dan menetapkan hukuman keras bagi yang melanggarnya. Sebaliknya, Khilafah akan menjadikan media massa sebagai mercusuar dakwah Islam, menguatkan iman, dan mengajarkan serta memahamkan Islam kaffah.

Ketiga, Khilafah akan menerapkan sanksi tegas kepada orang orang yang murtad yaitu berupa hukuman mati. Hal ini berdasarkan hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Saw. bersabda:

”Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah dia.” (HR Bukhari dan Nasai)

Hanya saja, sebelum diberlakukan hukuman bunuh ini, mereka akan diminta masuk Islam kembali melalui tobat. Ada sebuah riwayat dari Mu‘az bin Jabal ketika ia diutus Rasulullah saw. ke Yaman. Rasulullah Saw. mengatakan kepadanya,

”Laki-laki mana saja yang murtad, maka ajaklah dia (kembali pada Islam), jika ia tidak mau kembali pada Islam, maka bunuhlah ia. Perempuan mana saja yang murtad, serulah ia kembali pada Islam, jika mereka tidak mau kembali, maka bunuhlah mereka.” (HR Tabrani)

Orang orang murtad ini akan didakwahi dan ditawari untuk bertobat. Bisa bentuknya diajak berdebat, dialog, atau diberi harta, untuk menghilangkan segala sebab yang membuat mereka murtad.

Penetapan hukuman mati untuk orang murtad ini, hanya bisa dilakukan dan diputuskan oleh negara. Maka, pastilah negara yang mampu melakukannya adalah negara yang menerapkan syariat Islam secara kafah, ialah Negara Khilafah.

Ketiadaan negara Khilafah sebagaimana kondisi hari ini, telah menyebabkan hukum ini terbengkalai. Dan apa akibatnya? Kesyirikan dan kemurtadan terus berkibar dan menjadi tren. Demikianlah, tanpa Khilafah, banyak sekali hukum Allah yang tak terlaksana. Keridaan Allah sangat jauh dari aktivitas pengabaian hukum-Nya. Maka dari itu, ummat Islam wabil khusus pemimpin muslim wajib memperjuangkan penerapan syariat Islam kaffah dalam bingkai Khilafah.

Wallahu a’lam bishshowab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi