Kesalahan Pola Asuh, Bukti Gagalnya Sekularisme

Oleh. Nurul Faizah

Baru-baru ini, kejadian yang tak diinginkan kembali terjadi. Siapa sangka Mario Dandy Satriyo (20), anak mantan pejabat Ditjen Pajak (DjP) Kemenkeu, telah ditetapkan bersalah oleh pihak kepolisian atas kasus penganiayaan terhadap D (17). Mario dijerat Pasal 76c juncto Pasal 80 UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 ayat 2 KUHP. Selain, Shane (provokator dan perekam tindakan brutal Mario terhadap D) dijerat Pasal 76c juncto Pasal 80 UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 KUHP.

Beredarnya video viral, publik menyatakan bahwa tindakan Mario terhadap korban (D) sangatlah jahat hingga membuat korban tak sadarkan diri bahkan koma terbaring di ruang ICU hingga saat ini. Bisa dibayangkan jika tindakan ini adalah suatu tindakan yang sangat keji.

Selain itu, Pakar Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menyatakan bahwa terdapat kemungkinan Mario bisa bertindak brutal karena selama ini terbiasa hidup penuh kemudahan dan tidak pernah ada di posisi hidup susah atau situasi yang down (lemah). Hal ini bisa menjadikan emosinya memuncak ketika dilanda masalah hingga menjadikan korban D sebagai pelampiasan.

Berdasarkan hasil temuan terbaru, terdapat minuman keras di bagian jok belakang dengan isi yang tersisa masih ¾ botol di dalam mobil Jeep Rubicon. Hal tersebut dapat menguatkan dugaan bahwa tindakan pelaku yang semakin brutal terhadap korban diakibatkan telah meminum minuman keras.

Dikutip dari suara.com, Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amril mengungkapkan bahwa pola pengasuhan yang salah bisa menjadi salah satu penyebab tindakan abusif yang dilakukan MDS seperti adanya pemanjaan ketidak mandirian kemudian keberadaan benda-benda mewah yang memunculkan perasaan macho dan berhadap-hadapan dengan orang yang dipandang layak untuk dijahati.

Memang betul suatu kesalahan yang dilakukan seorang anak pasti akan dikaitkan dengan pola pengasuhan orang tua. Pasalnya sebab orang tua lah sang anak akan terbentuk karakternya. Kesalahan pola asuh ini dikarenakan dengan adanya suami istri yang belum siap untuk menikah berumah tangga. Peran terhadap sepasang suami istri adalah suatu keniscayaan bahkan merupakan kurikulum pendidikan hingga berbagai jenjang, namun sayangnya Pendidikan saat ini yang diterapkan adalah Pendidikan yang berbasis sekularisme.

Pendidikan sekularisme mengajarkan individu masyarakat tentang standar hidup kapitalis kebahagiaan. Selain itu pendidikan sekularisme juga menjadikan agama dipisahkan dari kehidupan sehingga mengabaikan nilai nilai luhur seperti akhlak nilai ruhiyah dan nilai insaniyah. Sehingga hal ini mampu menciptakan generasi-generasi yang tidak berakhlak dan tidak memiliki kepribadian Islam.

Sementara itu negara seakan-akan lepas tangan terhadap para calon orang tua untuk memberikan pelatihan-pelatihan serta menyiapkan berbagai pengetahuan dan pemahaman bagaimana peran dan tanggung jawab mereka. Dengan cara itu, terciptalah keluarga yang mampu mencetak para generasi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Islam juga sangat memperhatikah hal ini betapa pentingnya membangun generasi peradaban untuk bisa menjadi pejuang agama di jalan Allah. Selain itu, Islam juga menciptakan generasi yang tidak hanya akan selamat di dunia, akan tetapi hingga selamat di akhirat kelak.

Bukan hanya di ranah keluarga yang mampu membentuk kepribadian sang anak, akan tetapi di lingkup masyarakat pun tak kalah penting untuk menyukseskan pola asuh keluarga yang hidup dalam penerapan Islam jaffah dengan mengontrol tindakan serta perilaku anak dari tindakan kriminal dan kemaksiatan, yakni melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Sementara negara memilki peran utama sebagai periayah akan menyiapkan para calon/orang tua dalam masyarakatnya dalam mencetak generasi peradaban yang berakhlakul karimah serta berkepribadian Islam dengan memiliki pola pikir serta sikap yang sesuai dengan syariat Islam. Tentunya hal ini tidak akan tercapai jika tidak dari diterapkan oleh negara. Negara yang menerapkan Islam.kaffah adalah Kh1l4f4h Islamiyyah ‘ala Minhajin Nubuwwah. Masihkah kita berharap kepada sistem hari ini? Tidakkah kita merindukan kehidupan Islam kembali?

Wallahu a’lam bii shawab

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi