Oleh. Rizqi Awal
(Pengamat Kebijakan Publik)
Dalam hiruk-pikuk politik modern yang semakin hari semakin kompleks, kita kerap mendengar seruan tentang pentingnya pemimpin yang memiliki sikap negarawan—pemimpin yang bijak, tegas, dan mampu menghadapi tantangan global dengan kepala dingin. Namun, jika kita menelaah lebih dalam, adakah sikap negarawan semata cukup untuk membawa bangsa ini menuju kehidupan yang adil dan makmur? Dalam perspektif Islam, jawabannya tegas: tidak. Kepemimpinan dalam Islam menuntut lebih dari sekadar keahlian politik dan kebijaksanaan; ia memerlukan rasa takut kepada Allah Swt. dan pemahaman mendalam tentang kepemimpinan yang berdasarkan syariah Islam yang kaffah.
Menyadari Kelemahan Demokrasi
Demokrasi, yang kerap dipuji sebagai sistem paling adil dan representatif, dalam praktiknya seringkali jauh dari harapan. Di dalam demokrasi, hukum manusia menjadi standar tertinggi, sementara hukum Allah Swt. dianggap tidak relevan. Para pemimpin dalam sistem ini, meski memiliki niat baik, seringkali terseret oleh kepentingan partai, tekanan kelompok tertentu, atau bahkan agenda internasional yang bertentangan dengan kepentingan umat. Allah Swt. dengan jelas berfirman dalam Al-Qur’an:
“Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, maka mereka itulah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Ma’idah: 44)
Demokrasi pada hakikatnya tidak mampu menegakkan hukum Allah karena sistem ini memberikan kebebasan penuh kepada manusia untuk membuat hukum berdasarkan kepentingan pribadi atau kelompok. Hasilnya, hukum menjadi tidak konsisten dan seringkali menimbulkan ketidakadilan. Kita bisa melihat buktinya dalam realitas hari ini—ketimpangan ekonomi, krisis moral, korupsi yang merajalela, serta kebijakan yang jauh dari prinsip keadilan. Hal ini menunjukkan bahwa demokrasi bukanlah sistem yang bisa diandalkan untuk mencapai kemaslahatan umat. Sebaliknya, sistem ini adalah sistem usang dan rusak yang tidak sesuai dengan fitrah manusia.
Kepemimpinan yang Berlandaskan Rasa Takut kepada Allah
Islam mengajarkan bahwa seorang pemimpin tidak hanya dituntut untuk memiliki kecakapan dalam mengelola urusan duniawi, tetapi juga harus memiliki rasa takut yang mendalam kepada Allah Swt. Ketakutan ini bukanlah bentuk kelemahan, tetapi justru menjadi kekuatan yang paling mendasar dalam memimpin sebuah bangsa. Mengapa demikian? Karena rasa takut kepada Allah akan menjaga seorang pemimpin dari kezaliman, ketidakadilan, dan penyimpangan dari hukum-hukum Allah.
Dalam hadits, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang imam (pemimpin) adalah perisai. Orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung darinya. Jika ia memerintahkan dengan takwa kepada Allah dan berlaku adil, maka ia akan mendapatkan pahala, namun jika ia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan dosa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Takwa kepada Allah Swt. adalah fondasi utama dalam memimpin, karena pemimpin yang bertakwa akan senantiasa menimbang setiap kebijakannya dengan standar kebenaran yang abadi, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Pemimpin yang bertakwa tidak akan goyah oleh tekanan politik atau kepentingan duniawi, karena ia menyadari bahwa kepemimpinan adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Syariat Islam sebagai Solusi
Ketika kita berbicara tentang kepemimpinan dalam Islam, tidak terlepas dari kewajiban menegakkan syariah Islam secara kaffah (menyeluruh). Syariat bukan sekadar kumpulan hukum-hukum ibadah, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk politik, ekonomi, sosial, dan hukum. Syariah Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan (hablumminallah) tetapi juga hubungan antar sesama manusia (hablumminannas) dan dengan alam semesta. Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah), dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 208)
Kewajiban untuk menerapkan syariah Islam secara kaffah tidak dapat dikesampingkan dalam kepemimpinan. Seorang pemimpin muslim yang sejati harus berani menghadapi tantangan zaman dan menolak untuk tunduk pada sistem-sistem buatan manusia yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Ia harus memiliki sikap gentle, tegas, dan berani untuk menggantikan sistem demokrasi dengan syariah Islam, yang merupakan solusi untuk semua problematika umat.
Sikap Gentle untuk Berani Mengubah
Tidak dapat dimungkiri bahwa mengganti sistem demokrasi dengan syariah Islam bukanlah hal yang mudah. Ada banyak tantangan yang akan dihadapi, baik dari dalam negeri maupun tekanan internasional. Namun, seorang pemimpin yang beriman tidak boleh gentar. Ia harus siap menghadapi semua tantangan ini dengan penuh keyakinan bahwa Allah bersama orang-orang yang beriman dan menegakkan kebenaran.
Dalam perjalanan sejarah, kita melihat contoh pemimpin-pemimpin Islam yang dengan tegas menolak tunduk pada sistem selain Islam. Salah satunya adalah Khalifah Umar bin Khattab ra, yang kepemimpinannya didasarkan sepenuhnya pada rasa takut kepada Allah dan penerapan syariah Islam secara menyeluruh. Di bawah kepemimpinan beliau, umat Islam mencapai puncak kejayaan dan keadilan ditegakkan dengan sempurna. Hal ini membuktikan bahwa hanya dengan syariah Islam, umat akan mendapatkan rahmat dan kedamaian.
Seorang pemimpin muslim hari ini harus mencontoh sikap ini—berani mengganti sistem yang rusak dengan sistem yang diturunkan langsung oleh Allah Swt. Ia harus berani menegakkan hukum Allah tanpa kompromi, karena hanya dengan demikianlah umat Islam dapat meraih kejayaan yang sejati.
Penutup: Kembali kepada Kepemimpinan yang Takut kepada Allah
Kepemimpinan dalam Islam bukan hanya soal keterampilan politik atau keahlian diplomasi, melainkan soal rasa takut kepada Allah Swt. dan komitmen untuk menerapkan syariat-Nya secara kaffah. Seorang pemimpin muslim yang sejati tidak akan merasa nyaman dengan sistem demokrasi yang korup dan rusak, tetapi akan dengan gentle dan tegas berjuang untuk menggantinya dengan sistem Islam yang adil dan sempurna.
Sudah saatnya kita meninggalkan sistem usang yang hanya membawa kerusakan dan ketidakadilan ini. Sudah saatnya kita kembali kepada kepemimpinan yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah, kepemimpinan yang takut kepada Allah Swt. dan mengemban amanah dengan penuh keikhlasan dan ketegasan. Hanya dengan demikianlah umat Islam akan kembali kepada kejayaannya, dan rahmat Allah akan turun ke seluruh penjuru dunia.