Kenaikan Harga Pangan Musiman,Sebuah Kebiasaan yang Menjadi Keniscayaan

Oleh. Meivita Ummu Ammar
(Aktivis dakwah Ideologis)

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa harga komoditas pangan akan mengalami inflasi pada bulan Ramadan. Hal ini merupakan situasi musiman seperti tahun-tahun sebelumnya. Kenaikan yang tinggi pada harga beras terjadi sepanjang awal tahun ini. Kenaikan beras terjadi di hampir semua provinsi di Indonesia sebagaimana catatan BPS (CNBCIndonesia.com, 01/03/2024).

Seolah sudah menjadi tradisi, kenaikan harga pangan terjadi setiap menjelang Ramadan. Kondisi ini menimbulkan kegelisahan rakyat, menambah beban hidup mereka, dan mengganggu kekhusyukan ibadah dalam bulan mulia ini.

Harga sejumlah kebutuhan, termasuk pangan pokok, terus melambung. Selama tujuh tahun terakhir, harga beras hampir konsisten naik sebanyak 30%. Selain itu, harga minyak goreng naik 55%, gula pasir 11%, daging 29%, dan cabai 113%. Sedangkan pengeluaran rumah tangga lebih dari 50% untuk membeli pangan. Akibatnya, keuangan banyak keluarga akan makin runyam karena pengeluaran yang terus-menerus naik, tetapi di sisi penghasilan justru cenderung turun.

Kondisi mayoritas masyarakat Indonesia adalah keluarga berpenghasilan menengah ke bawah. Ada kenaikan sedikit saja pada komoditas kebutuhan pokok, tentu akan mempengaruhi kehidupan bahkan menyusahkan mereka. Hal ini terjadi karena pengeluaran mereka tidak hanya memenuhi kebutuhan makan. Banyak yang masih perlu mereka bayar. Mereka juga perlu membayar pajak, listrik, air, kontrakan, sekolah anak, ke dokter jika sakit, keamanan, dll. Dengan pengeluaran sebegitu banyaknya, kenaikan harga kebutuhan pokok tentu sangat menyusahkan kehidupan mereka.

Tidak hanya konsumen, posisi para pedagang juga mengeluhkan hal yang sama. Saat harga belum naik, pasar sudah mengalami penurunan pembeli alias sepi. Apalagi ketika harga naik dan tidak sedang panen, pasar menjadi sangat sepi pembeli. Mereka mengeluhkan dalam sehari, barang tidak bisa habis, padahal, kulakannya juga sudah mahal.

Indonesia adalah negeri yang telah Allah Swt. berkahi dengan berlimpahnya sumber daya alam (SDA), termasuk pangan. Tanahnya yang subur dan lautnya yang luas terhampar beragam jenis pangan. Namun, sungguh ironi yang memilukan, kini negeri kaya SDA rakyatnya mengalami kelaparan akibat harga pangan yang terus naik.

Banyak faktor yang menyebabkan harga pangan mengalami kenaikan, mulai dari persoalan teknis hingga politis. Pertama, terjadinya iklim ekstrem. Adanya kemarau panjang menjadikan produktivitas tidak optimal dan akhirnya stok menurun. Kedua, menurunnya luas lahan pertanian. Ketiga, persoalan keterbatasan sarana produksi pertanian, mulai dari benih, pestisida, hingga permasalahan subsidi pupuk. Keempat, diambilnya kebijakan impor yang dapat membahayakan kedaulatan pangan.

Melihat faktor terbesar naiknya harga pangan adalah persoalan politis, patut kiranya kita mengevaluasi konsep ekonomi yang diterapkan. Konsep ekonomi bercorak kapitalistik neoliberal yang menjadi platform tata kelola negeri ini. Sistem inilah yang berperan bedar terhadapia persoalan tingginya harga pangan. Alasannya, pertama, sistem ini menjadikan negara berlepas tangan dalam mengurusi umat dan menjadikannya sebagai regulator saja. Kedua, maraknya mafia pangan. Bisa disimpulkan bahwa akar masalahnya terletak pada tata kelola dan penguasa abai.

Sementara Islam memandang pentingnya fungsi sahih negara, yaitu sebagai raa’in (penanggung jawab) dan junnah (pelindung rakyat). Rasulullah saw. menegaskan dalam sabda beliau, “Imam (Khalifah) raain (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad, Bukhari)

Telah jelas bahwa penguasa adalah pihak yang paling bertanggung jawab menjamin seluruh kebutuhan rakyat, terutama kebutuhan pangan. Tata kelola pemerintahan Islam menjadikan negara mengambil peran penting dalam menjaga stabilitas harga. Di antaranya dengan menjamin keoptimalan produksi pertanian dalam negeri.

Pemberlakuan hukum sanksi yang tegas bagi pelaku kecurangan, seperti penimbunan, praktik riba, dan kartel. Maka sudah selayaknya mengganti sistem ekonomi kapitalis neoliberal ini dengan sistem ekonomi Islam. Sistem yang tegak dalam Khilafah Islamiah agar keberkahan dan kesejahteraan negeri dapat segera tercapai. Wallahu a’lam bisawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi