Kementerian Makin Banyak, untuk Kepentingan Rakyat?

Oleh. Vitasari Y
(Ibu Peduli Negeri)

Direktur Riset & Komunikasi Lembaga Survei KedaiKOPI, Ibnu Dwi Cahyo menilai, pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang akan dilantik pada Oktober mendatang layak memiliki susunan kabinet yang banyak atau gemuk. Dengan syarat kabinet gemuk tersebut harus diisi orang-orang yang memiliki kemampuan dan latar belakang pengalaman yang sama dengan kementerian yang akan dipimpin. “Prabowo harus menempatkan orang-orang terbaik dan profesional yang sesuai dengan kebutuhan kementerian tersebut,” kata Ibnu dalam siaran persnya, Rabu (18/9).

Pemerintahan era Presiden Prabowo Subianto kelak dikabarkan akan menambah kementerian atau lembaga menjadi 44 dari yang saat ini hanya 34. Hal itu dibocorkan oleh Ketua MPR RI sekaligus Politikus Senior Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet). Bocoran ini didengar oleh Bamsoet melalui obrolan “warung kopi” yang disampaikan saat memberikan sambutan dalam acara pembukaan Turnamen Bulu Tangkis, DPR dan MPR di GOR Kompleks Parlemen, Jakarta, beberapa waktu yang lalu. Pada awal acara, Bamsoet menyapa politikus Golkar Nusron Wahid dan politikus PAN, Viva Yoga Mauladi yang hadir. Bamsoet bercanda bahwa Nusron dan Viva digadang-gadang menjadi menteri di kabinet Prabowo-Gibran mendatang.

Jabatan menteri lekat dengan fenomena bagi-bagi kursi kekuasaan diantara para anggota koalisi dan para pendukungnya. Jumlah jajaran menteri yang bengkak merupakan cara presiden terpilih untuk membalas budi kepada partai-partai dan pihak-pihak yang membantu kemenangannya dalam pilpres. Banyaknya kementerian jelas membutuhkan banyak orang. Konsekuensinya kebutuhan dana untuk gaji para menteri makin besar.

Hal ini berisiko bertambahnya utang negara dan naiknya pajak. Apa pun kebijakan dari pemerintah yang paling dirugikan adalah masyarakatnya karena secara tidak langsung negara akan membebani masyarakat dengan pajaknya atau upeti. Aksi BUMN apa? Hasil tambang pada ke mana? Kenapa harus rakyat yang jadi korban, di mana demokrasinya?

Potret buram yang terpampang jelas. Rakyat terus ditimpa kemiskinan, angka pengangguran terus bertambah, juga badai PHK menimpa puluhan pekerja, berbanding terbalik dengan kekayaan para pejabat, termasuk menteri justru makin bertambah. Dalam sistem demokrasi, seharusnya meminta pendapat rakyat mengenai masalah pemerintah dipandang sebagai suatu kewajiban. Penguasaan harus meminta pendapat rakyat atau lembaga perwakilan rakyat, ia tidak boleh melakukan aktivitas kecuali jika rakyat mendelegasikannya.

Dalam sistem demokrasi, seharusnya pemerintah terikat dengan suara mayoritas rakyat dalam setiap masalah, dalam perundang-undangan atau perkara lainnya. Kepemimpinan dalam sistem demokrasi bersifat kolektif, tidak individual, kekuasaan juga di pegang secara kolektif. Kekuasaan dijalankan oleh suatu dewan menteri yang disebut kabinet. Kepala negara, baik presiden maupun raja, merupakan figur yang berkuasa namun tidak berhak memeritah. Adapun yang memerintah dan memegang kekuasaan adalah kabinet.

Harus menjadi renungan bahwa demokrasi hanya bisa mencetak orang-orang yang pragmatis menjadi pemimpin sehingga ia haus akan kekuasaan. Fenomena pejabat boneka sering kita temukan karena dibalik kinerjanya ada kendali kapitalis yang kepentingan bisnisnya telah terfasilitasi secara sistematis oleh demokrasi. Akibatnya, urusan rakyat tidak menjadi target utama.

Dalam demokrasi ada dua konsep yang berbeda dengan fakta, pertama, kedaulatan berada di tangan rakyat, tetapi faktanya tidak berada di tangan rakyat melainkan berada di tangan pemegang modal. Kedua, kekuasaan berada di tangan rakyat, tetapi faktanya kekuasaan berada di tangan segelintir oligarki.
Kalau sudah seperti ini masih kah kita berharap pada sistem demokrasi?

Demokrasi bertentangan dengan Islam karena Islam menyerahkan kekuasaan kepada syariat Allah Swt., bukan kepada rakyat. Tidak boleh seorang pun boleh membuat perundang-undangan, meski hanya satu aturan saja. Dalam Islam, rakyat hanya berwenang untuk menjalankan kekuasaan. Dalam Islam, para penguasa diberi taklif (tugas) untuk menjalankan hukum-hukum Allah Swt. Allah Swt. memerintahkan kaum muslim untuk berhukum dengan sistem hukum Islam dan mengharamkan berhukum kepada taghut. Allah Swt. menjelaskan bahwa barang siapa yang melakukan, maka imannya hanya sebuah perkataan, bukan iman sebenarnya.

Penerapan syariat Islam oleh para pemimpin merupakan bukti keimanan kepada Allah Swt. Penerapan syariat Islam juga mendatangkan keadilan dan keberkahan bagi rakyat. Mereka akan menjadikan rakyat sebagai prioritas kemakmuran dan hukum dapat ditegakkan dengan seadil-adilnya. Tidak ada lagi kepentingan pribadi maupun golongan, sehingga dapat terwujud suana keimanan. Wallaahualam bisawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi