Oleh. Rukmawati
(Kontributor MazayaPost.com)
Kasus pencabulan terhadap anak kembali terjadi. Seperti yang baru-baru ini terjadi terhadap seorang siswi berinisial T (13) di Sumenep yang dicabuli oleh oknum kepala sekolah SD di Sumenep yaitu J (41) sebanyak 5 kali sejak Februari 2024 (Tribunnews.com, 2/2/2024).
Pelaku melakukan aksi bejatnya di kediaman pelaku dan di hotel di Surabaya-Jawa Timur. Ironisnya, kejadian tersebut diketahui oleh ibu kandung korban E (41) yang berprofesi sebagai guru TK, bahkan pencabulan tersebut terjadi atas persetujuan sang ibu dengan dalih ritual pensucian (Tribunnews.com, 2/2/2024).
Usut punya usut, ternyata pelaku pencabulan merupakan selingkuhan ibu korban. Berdasarkan keterangan pelaku, ia melakukan hal itu untuk memuaskan nafsu biologisnya semata bukan sebagai ritual pensucian seperti yang dikatakan ibu korban. Sebagai imbalan, sang ibu diiming-imingi sejumlah uang dan satu unit motor Vespa oleh pelaku. Wanita berinisial E itu tega menyerahkan mahkota kehormatan anak gadisnya sendiri yang masih di bawah umur demi mendapatkan imbalan yang dijanjikan oleh pelaku.
Kasus ini terungkap setelah ayah korban P menerima laporan dari putrinya perihal pencabulan yang dialaminya. Sang ayah langsung melaporkan kasus ini. Pelaku J pun kemudian ditangkap di rumahnya pada Kamis (29/8/2024) sekitar pukul 15.00 WIB. Akibat pencabulan yang dilakukannya, J dapat dijerat Pasal 81 ayat (3) (2) (1), 82 ayat (2) (1) UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
Kasus pencabulan terhadap anak ini telah menggoreskan luka fisik maupun psikis yang mendalam bagi korban. Trauma yang mendalam, rusaknya mental dan psikologis korban, serta menghancurkan masa depan korban. Mengerikan! Seorang ibu yang fitrahnya seharusnya menjadi pelindung untuk anaknya, malah menyimpang dan menjerumuskan anaknya ke dalam lubang kehancuran. Seorang kepala sekolah yang seharusnya menjadi pengayom dalam dunia pendidikan, malah menjadi predator, monster yang memangsa anak di bawah umur.
Begitulah jika seseorang tidak lagi memandang keimanan sebagai standar kehidupan, maka nilai luhur kemanusiaan telah hilang dan tergerus oleh nafsu duniawi yang membutakan akal sehat dan penyimpangan fitrah seseorang. Hal ini terjadi akibat negara serta masyarakatnya yang sekuler jauh dari agama dan tidak lagi menerapkan aturan Islam dalam kehidupannya. Agama Islam telah dengan tegas mengharamkan zina, bahkan hanya untuk sekadar mendekatinya saja dilarang. Allah Subhanahu wa Taala telah berfirman dalam surah Al-Isra ayat 32,
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Saking dilarangnya berbuat zina, bahkan dalam Islam pelakunya sampai dihukum mati. Namun, karena tiadanya penerapan hukum Islam di negara sekuler serta ketiadaan nya konsep yang bisa membuat masyarakatnya menjauhi perbuatan zina, maka yang terjadi adalah merebaknya zina di mana-mana, merajalela, sampai banyaknya berita yang berkaitan dengan perbuatan asusila berseliweran di televisi.
Adapun penyimpangan peran seorang ibu dalam kehidupan sekuler, dikarenakan dalam ideologi sekuler, posisi perempuan merupakan sebagai ardlun yakni perempuan diperlukan layaknya barang yang bisa dibarter ataupun diperdagangkan. Ideologi sekuler menghilangkan pemahaman mengenai penjagaan kemuliaan serta kehormatan kaum perempuan.
Sementara dalam ideologi Islam, peran perempuan adalah sebagai ‘irdlun (kehormatan – kemuliaan) yang sepatutnya harus dijaga. Ada banyak hukum syarak yang mengatur dalam penjagaan perempuan dari keburukan serta menjaga kemuliaannya. Dari sini, kita bisa melihat perbedaan diantara keduanya yang tampak nyata.
Dalam Islam, adanya jaminan dari negara untuk setiap kepala keluarga agar mampu menafkahi keluarganya, supaya kasus kemiskinan keluarga tidak menjadi penyebab munculnya kasus-kasus kriminal yang lainnya.
Di samping itu, negara Islam juga menerapkan aturan yang tegas mengenai pelarangan untuk tidak bercampur baur kepada laki-laki dan perempuan ketika berada ditempat umum. Kecuali dalam perihal tertentu seperti kebutuhan pendidikan, layanan, kesehatan, saksi peradilan, jual beli dan sebagainya. Hukum syarak juga membatasi syahwat seksual hanya dalam kehidupan pernikahan saja, tidak diperbolehkan seseorang untuk mengumbarnya di muka publik. Hal ini secara tidak langsung dapat meminimalisir kejahatan seksual di masyarakat.
Jadi, sudah jelas hanya dengan menerapkan kembali sistem Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara saja yang mampu menyelesaikan problematika mengenai kasus kekerasan seksual yang marak terjadi di masyarakat. Bahkan bukan hanya kekerasan seksual saja, namun Islam juga bisa menjadi solusi untuk mencegah berbagai macam kemungkaran lainnya serta menyelesaikan berbagai macam problematika kehidupan. Seperti yang telah dicontohkan oleh junjungan kita Nabi besar Muhammad Salallahu ‘alaihi wasallam 14 abad yang lalu.
Jadi mari kita kembali kepada Islam kaffah dengan menerapkan syariat Islam dalam semua sendi kehidupan kita, Islam kaffah dalam bingkai Daulah khilafah Islamiyyah ‘ala minhajji nubuwwah. Satu-satunya agama serta ideologi yang diridai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallahualam bisawab.