“Keluarga Berkualitas Menuju Indonesia Emas,” Realistis Atau Utopis?

Oleh. Nurmila
(Mahasiswa dan Aktivis Muslimah)

Pada peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 tahun 2024, tema yang diusung adalah “Keluarga Berkualitas Menuju Indonesia Emas.” Tema ini bertujuan untuk mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia tentang pentingnya keluarga sebagai sumber kekuatan dalam membangun bangsa dan negara (detik.com, 28/6/2024). Namun, pertanyaan yang muncul adalah, apakah tujuan ini realistis atau hanya sekedar utopia?

Pada kenyataannya, berbagai masalah serius masih membayangi keluarga di Indonesia. Tingginya angka kemiskinan, stunting (kekurangan gizi pada anak), kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), jeratan pinjaman online, dan perceraian merupakan beberapa masalah yang menunjukkan bahwa fungsi keluarga belum bisa terwujud dengan baik. Situasi ini diperburuk oleh kebijakan negara yang terkadang kurang mendukung kesejahteraan keluarga. Misalnya, kebijakan ekonomi yang tidak merata dan kurangnya akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas.

Tingginya angka kemiskinan menjadi salah satu penyebab utama masalah dalam keluarga. Keluarga yang hidup dalam kemiskinan cenderung menghadapi berbagai kesulitan, mulai dari pemenuhan kebutuhan dasar hingga akses terhadap pendidikan dan kesehatan. Hal ini berdampak pada kualitas hidup anak-anak dan generasi mendatang, yang pada gilirannya mempengaruhi kemampuan mereka untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa.

Definisi generasi emas yang ingin diwujudkan juga perlu diperjelas. Jika orientasinya hanya pada pencapaian material dan kesuksesan duniawi, maka visi ini cenderung sempit dan tidak mencakup aspek-aspek penting lainnya dalam kehidupan manusia, seperti nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial. Generasi emas seharusnya bukan hanya mereka yang berhasil secara akademis atau ekonomi, tetapi juga individu-individu yang memiliki karakter kuat, nilai-nilai moral yang baik, dan kemampuan untuk berkontribusi positif bagi masyarakat.

Keluarga juga harus menjadi tempat pertama bagi anak-anak dan seluruh keluarga untuk mengenal Rabb mereka. Sayangnya, sakitnya pemikiran dalam keluarga pastilah menular ke seluruh anggota keluarga, dan ini jelas bukan sakit secara fisiknya.

Oleh karena itu, solusi yang ditawarkan pemerintah kepada keluarga tidak akan pernah menyentuh akar permasalahannya. Sakitnya pemikiran di masyarakat justru turut andil mencemari pemikiran dalam keluarga.

Oleh karena itu, kita harus menyadari bahwa akar dari semua permasalahan ini adalah sekularisme yang masih bertahan di negara kita, didukung oleh sistem kapitalisme yang demokratis, meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam. Hal ini dibuktikan dengan keengganan pemerintah untuk menggunakan satu-satunya solusi sempurna yang muncul dari kodrat manusia sebagai agen kehidupan. Jelas bahwa inilah akar permasalahan krisis keluarga.

Di satu sisi, negara sekuler tidak menganggap keberadaan aturan Allah sebagai satu-satunya aturan kehidupan. Akibatnya, negara sekuler akan selalu berbanding lurus dengan munculnya kebijakan-kebijakan yang berlepas tangan dari perannya sebagai pengatur urusan rakyatnya.

Islam memiliki gambaran keluarga ideal yang berorientasi pada akhirat tanpa melupakan dunia. Dalam Islam, keluarga adalah unit dasar dalam masyarakat yang memainkan peran penting dalam membentuk karakter individu. Islam mengajarkan pentingnya hubungan harmonis antara anggota keluarga, dengan menekankan nilai-nilai seperti kasih sayang, saling menghormati, dan tanggung jawab. Allah berfirman dalam Al-Qur’an,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum: 21)

Selain itu, Nabi Muhammad saw. bersabda,

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi keluarganya, dan aku adalah yang terbaik bagi keluargaku.” (HR. Tirmidzi)

Islam juga memberikan panduan tentang bagaimana negara seharusnya mendukung keluarga. Negara yang bervisi rain dan junnah (pelindung dan penjaga) bertanggung jawab untuk menciptakan kebijakan yang mendukung kesejahteraan keluarga. Kebijakan ini mencakup penyediaan akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang berkualitas, dukungan ekonomi bagi keluarga, serta perlindungan terhadap hak-hak keluarga.

Sehingga untuk mewujudkan keluarga berkualitas menuju Indonesia emas adalah tujuan yang mulia, namun tantangan yang ada membuatnya tampak seperti utopia. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan individu. Kebijakan yang mendukung kesejahteraan keluarga harus menjadi prioritas, dan definisi generasi emas harus diperluas untuk mencakup aspek-aspek moral dan spiritual.

Islam menawarkan konsep keluarga ideal dan panduan bagi negara untuk mendukung keluarga. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai ini dalam kebijakan dan praktik sehari-hari, kita dapat bergerak lebih dekat menuju visi keluarga berkualitas dan generasi emas yang tidak hanya sukses secara duniawi, tetapi juga memiliki karakter dan moral yang kuat. Dengan demikian, meskipun tantangan yang ada membuat tujuan ini tampak sulit dicapai, dengan upaya bersama dan pendekatan yang komprehensif, mewujudkan keluarga berkualitas menuju Indonesia emas tetap merupakan visi yang realistis.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi