Kebahagiaan Tidak Harus dengan Berkerumun


Oleh : Hani Handayani (Pemerhati Sosial)

Media beberapa waktu lalu mengabarkan banyak terjadi kerumunan, baik di dalam negeri atau di luar negeri. Euforia ini tidak bisa dielakkan karena selama dua tahun terakhir masyarakat tidak diizinkan melakukan kerumunan. Namun euforia ini akhirnya banyak menelan korban jiwa.

Kasus Kanjuruhan di Malang awal bulan Oktober mencapai 135 jiwa. Para korban adalah suporter yang menyaksikan pertandingan sepakbola antara Arema Malang vs Persebaya Surabaya.

Belum hilang dari ingatan masyarakat atas kejadian itu, kabar duka kembali hadir dari Korea Selatan. Korban meninggal berjumlah 154 jiwa akibat berdesak-desakan di sebuah lorong di Itaewon salah satu distrik di Kota Seoul saat perayaan Holloween.

Baru-baru inipun kerumunan kembali terjadi saat konser NTC 127 yang diadakan di ICE, BSD Tangerang Selatan pada tanggal 4 November 2022, membuat 30 orang jatuh pingsan. Karena itulah, polisi akhirnya menghentikan konser tersebut.

Penyebab Kerumunan

Meredanya pandemi membuat aktivitas masyarakat tidak lagi dibatasi, 2 tahun sebelumnya aktivitas di luar rumah memiliki aturan protokol kesehatan yang ketat. Sehingga dengan dicabutnya berbagai aturan protokol kesehatan membuat masyarakat berbondong-bondong pergi ke stadion, mal dan berbagai tempat strategis untuk melakukan berbagai perayaan. Bahkan masyarakat banyak menghabiskan waktunya di luar rumah, karena selama pandemi mereka tidak bisa kemana-mana.

Menurut pengamat sosial budaya Universitas Indonesia Devie Rahmawati, fenomena ini muncul karena berbagai alasan.

Pertama, manusia secara biologis memiliki kecenderungan untuk berkumpul dengan orang lain

Kedua, faktor rasional yang tidak cukup kuat, untuk mengalahkan emosi yang cukup lama dihalangi aktivitas di luar rumah.

Namun, bila ditilik dari latar belakang kerumunan yang terjadi adalah keinginan untuk mencari kebahagiaan. Kebahagiaan itu diharapkan hadir saat menonton sepakbola, pesta di jalanan memakai kostum atau pun menonton konser musik.

Sangat dipahami masyarakat kapitalisme saat ini sangat haus dengan hiburan, karena berbagai tekanan yang dihadapi dalam hidup ini. Masyarakat yang hidup dengan pemikiran kapitalisme akan berusaha sebebas mungkin dalam menggapai kebahagiaannya.

Kondisi inilah yang akhirnya membuat masyarakat kapitalisme sekuler melakukan apa saja tanpa ada batasan agama dalam mencari kebahagiaan. Terlebih negara pun memberikan fasilitas bagi mereka yang mencari kebahagiaan di dunia ini. Dengan berbagai fasilitas, baik itu dengan menonton, berpesta, mengadakan berbagai perayaan, makan-makan atau dengan berbagai fashion show hanya untuk memuaskan kebahagiaan masyarakat kapitalismenya.

Bahagia dalam Kacamata Islam

Sistem kapitalisme tidak memiliki batasan yang jelas dalam memaknai kebahagiaan. Hal ini karena kapitalisme tidak memiliki aturan yang jelas dalam kehidupan ini. Di lain sisi kapitalisme pun tidak memiliki standar mana yang menjadi kebutuhan dan keinginan.

Saat kapitalisme tidak memiliki standar kebahagiaan, Islam sebagai salah satu ideologi yang sempurna memiliki aturan dalam menggapai kebahagiaan. Kebahagiaan muslim akan didapatkan saat dia mengetahui tujuan hidup di dunia. Sebagai muslim tujuan hidup telah Allah tegaskan dalam Al Qur’an

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” ( QS: Adz-Dzariyat ayat 56).

Berdasarkan ayat ini bahwa penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT, maka setiap aktivitas harus terikat dengan syariat-Nya.
Aktivitas muslim memiliki standar yang jelas yakni halal-haram.

Maka dalam mencapai kebahagiaan di dalam Islam harus memiliki landasan syariat agar tidak kebablasan. Kebahagiaan seorang muslim adalah ketika setiap aktivitasnya mendapatkan rida Allah SWT. Sebagaiman Allah berfirman

“Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan (mendapat) tempat yang baik di surga ‘Adn. Dan keridaan Allah lebih besar. Itulah kemenangan yang agung” (QS: At-Taubah ayat 72).

Islam tidak melarang muslim untuk mencari kebahagiaan di dunia, namun dalam menggapai kebahagiaan itu, tidak melanggar rambu-rambu syariat. Kebahagiaan yang hakiki hanya akan ditemukan saat menjadi hamba Allah dalam ketaatan. Sebab, kebahagiaan yang di tawarkan dalam sistem kapitalisme saat ini adalah kebahagiaan yang semu.

Oleh karena itu, sebagai seorang muslim hendaknya berusaha sebaik mungkin menjalani kehidupan di dunia dengan penuh ketaatn, demi meraih rida Ilahi. Wallahu a’lam

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi