KDRT Bukan Masalah Gender, Tuntaskan dengan Islam!

Oleh. Ilma Rabiya

Rainy Hutabarat, salah seorang Anggota Komnas Perempuan mengklaim (Jakarta, 5/11) tentang kasus ayah RN (31) bunuh anak dan bacok istri di Depok, Jawa Barat merupakan bentuk kekerasan berbasis gender yang ekstrem. Komnas Perempuan memandang hal ini merupakan bagian puncak dari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Kapolres Metro Depok, Kombes Imran Edwin Siregar mengungkap motif pelaku membunuh anak dan melukai istrinya dipicu karena kerap terjadi pertengkaran rumah tangga. Kabarnya puncak percekcokan itu terjadi saat pelaku RN tidak pulang ke rumah semalaman, sehingga paginya istri yang menjadi korban pun marah.

Terlebih ternyata pada malamnya pelaku RN dikabarkan melalui TribunNews (2/11/2022) sempat mengonsumsi sabu bersama teman-temannya. Hanya saja, ketika aksi kejamnya itu dilakukan pada pagi hari, ia dalam keadaan sadar.

Jika ditelusuri lebih jauh, pada kasus ini sebenarnya munculnya aksi KDRT yang terjadi bukan hanya disebabkan karena ketidakcocokan. Sebab, banyak kasus KDRT lainnya yang tidak hanya dilakukan oleh suami kepada istri, istri kepada suami pun ada. Bahkan, tak jarang pemberitaan Ibu kepada anak kerap kali banyak terjadi hingga mencapai puncaknya terjadi pembunuhan.

Berkali-kali, aksi jahat dari berbagai pelaku dan korban terjadi. Hal ini tentu menjadi keliru jika yang dipandang hanya mengenai kekerasan terhadap istri dan anak saja. Sebab secara fakta, kasus kekerasan lainnya sangat beragam.

Jadi, tuduhan mengenai kekerasan berbasis gender pun akhirnya mengaburkan penyebab akar masalah kekerasan yang sebenarnya banyak terjadi, termasuk penyebab secara sistematis. Sebab, KDRT terjadi karena banyaknya faktor, mulai dari internal maupun eksternal.

Faktor internal berasal dari pasangan suami istri itu sendiri, seperti ketidakcocokan, kesalahpahaman karena komunikasi, dan lainnya. Sedangkan faktor eksternal terjadi dari luar pasangan tersebut, seperti ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan lain-lain terkait lingkungan dan sistem yang diterapkan di tengah masyarakat. Jadi, penyebab KDRT itu sistemis, antara faktor yang satu dan yang lain saling berkaitan.

Konsep kesetaraan gender itu sendiri pun sebenarnya ilusi yang tidak bisa terwujud. Ini karena Sang Pencipta sudah menciptakan laki-laki dan perempuan beserta kodrat dan fungsi seksual/nonseksualnya masing-masing, tidak bisa ditukar antara satu dan yang lainnya.

Pegiat gender selalu mengarahkan penyebab pada ketidaksetaraan gender, sebagai bagian upaya untuk menipu umat agar mendukung kesetaraan gender sebagai solusi atas persoalan perempuan dan anak. Padahal faktanya, kesetaraan gender hanyalah ilusi.

Laki-laki dan perempuan diciptakan secara fisik dan psikologis berbeda. Islam memandang bukan perempuan atau laki-laki yang paling baik, tapi bagaimana keduanya sama-sama bisa bermanfaat kepada sesama makhluk Allah Swt. dengan peran dan fungsi yang berbeda. Sebab menurut Islam, meskipun berbeda, potensi antara laki-laki dan perempuan untuk meraih pahala dan kerindaan Allah tetap bisa setara nilainya.

Misalnya jika laki-laki dapat dengan mudah mengumpulkan pahala dengan mencari nafkah dan lainnya, perempuan pun punya potensi pahala yang sama dengan perannya menjadi seorang ibu meski dari rumah. Adapun isu kesetaraan gender yang dilakukan oleh para feminis sebenarnya tidaklah tepat, karena hal ini dapat menyalahi fitrah perempuan sebagai ibu dan manajer rumah tangga (ummun wa rabbatul bait).

Kesetaraan gender yang digalakkan opininya oleh feminis sejatinya berasal dari pemikiran di luar Islam. Dimana memang perempuan pada masa lalu dikalangan mereka dianggap bukanlah sebagai prioritas dalam strata sosial. Bahkan, dalam sejarah Arab, sebelum Islam datang di Jazirah Arab, masyarakatnya pada saat itu merasa sangat malu jika mendengar bahwa dari keluarganya lahir anak perempuan, sehingga mereka akhirnya berani mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka.

Kita sebagai muslim, berbeda dengan pemikiran feminis ini, karena landasannya pun berbeda. Kita punya Al-Quran dan Nabi yang memberikan petunjuk untuk menjelaskan hak dan kewajiban bagi seorang laki-laki maupun perempuan. Islam datang perlahan di tengah Jazirah Arab yang kelam pada waktu itu sekaligus menghapus pandangan merendahkan kaum perempuan.

Banyak aturan Islam yang memperjelas posisi dan bagaimana mulianya seorang perempuan. Seperti halnya bagi laki-laki dan perempuan hukumnya wajib menuntut ilmu. Atau ada hadits bagaimana anak laki-laki harus memuliakan ibunya terlebih dahulu, dan Rasulullah saw. sampai tiga kali menyebut kata Ibu, dan lalu baru menyebut kata Ayah. Dari sisi menjadi suami, Islam mengajarkan agar selalu bersikap baik kepada Istri, sebagaimana hadits menyebutkan:

“…Dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan sebaik-sebaik kamu adalah orang yang paling baik kepada istrinya.” (HR. Ahmad)

Dalil lainnya pun disebutkan dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 19:

“…Dan pergaulilah istrimu dengan (akhlak yang) baik. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allâh menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa: 19)

Dari sini jelaslah bahwa KDRT hanya bisa selesai dengan aturan Islam, sehingga penegakan syariah Islam di muka bumi perlu diperjuangkan. Sebab Islam akan mengatur dari berbagai sisi, problem sosial, ekonomi, hukum, perundangan yang dapat mengembalikan kemuliaan wanita dengan fitrahnya. Begitu pun dengan laki-laki, sistem Islam akan membuat kesadaran dan memaksa laki-laki untuk dapat memuliakan wanita, sehingga KDRT tentu dapat diminimalisir terjadi.

Wallahu a’lam bish showab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi