Kasus Kalideres, Potret Buram Masyarakat Kapitalis

Oleh. Wida Nusaibah (Pemerhati Masalah Sosial)

Perhatian publik masih tertuju pada kasus penemuan empat mayat yang merupakan satu keluarga. Keempatnya ditemukan tewas membusuk dalam sebuah rumah di perumahan Citra Garden 1 Extension, Kalideres, Jakarta Barat. Keluarga itu dikenal tertutup dengan warga sekitar.

Begitu tertutupnya, bahkan kematian mereka baru terungkap setelah tiga pekan ketika warga mencium aroma busuk dari dalam rumah yang berpagar tinggi itu. (Republika.co.id, 12/11/22)

Masyarakat masih dibuat penasaran akan penyebab kematian satu keluarga tersebut. Apalagi, kematian mereka dinyatakan terjadi tidak dalam waktu bersamaan. Kemudian juga muncul berbagai dugaan dari pihak berwajib setelah dilakukan penyelidikan. Mulai dari dugaan kelaparan, bunuh diri, hingga diduga menjalani ritual sekte tertentu. Hingga kini pun, polisi belum dapat menyimpulkan secara pasti penyebab kematian tragis tersebut dan masih terus melakukan olah TKP.

Label anti sosial pun sempat ditujukan pada keluarga tersebut karena mereka terkenal menutup diri dari masyarakat sekitar. Namun, Pakar Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel tidak setuju mengkambinghitamkan sikap anti sosial dari keluarga yang dikenal tertutup itu. Reza mengingatkan agar jangan berasumsi dengan menjadikan sikap anti-sosial sebagai penyebab kematian mereka.

Reza menuturkan, masyarakat saat ini kerap menjadikan keengganan bersosialisasi sebagai masalah. Akan tetapi, masyarakat lupa untuk menilik bahwa mungkin saja, mereka enggan bersosialisasi ini justru sebagai akibat sehingga mereka menutup diri dari lingkungan tempat tinggal. (12/11)

Dari sini tampak terbentuk pola individualisme dalam hubungan bertetangga di masyarakat. Di mana kurangnya kepedulian dan hubungan sosial kemanusiaan yang rendah. Akibatnya, masyarakat abai terhadap keberadaan tetangganya. Bahkan, masyarakat tidak peduli ketika salah satu bagian dari mereka tidak tampak batang hidungnya dalam waktu yang lumayan lama.

Ditambah lagi lemahnya kepekaan pemimpin setempat yang tidak menyadari ketika warganya tidak ada di tengah-tengah masyarakat. Andai kepekaan dan kepedulian tersebut masih ada, pastilah kepergian anggota keluarga yang meninggal tersebut dapat segera diketahui. Bisa jadi, masih ada nyawa yang bisa diselamatkan, mengingat kepolisian menyebutkan bahwa mereka meninggal dalam waktu tidak bersamaan.

Sungguh ironis, karena peristiwa ini terjadi di masyarakat yang dikenal guyub dan rukun. Seharusnya, masyarakat dapat lebih menjalin erat hubungan bertetangga dan lebih sering bersilaturahmi, bahkan meskipun berbeda keyakinan. Para pemimpin juga harus lebih peka terhadap kehadiran warganya.

Tak dimungkiri, masyarakat saat ini berada di bawah naungan sistem Kapitalis. Di mana orientasi kehidupan hanya kepada kepuasan materi semata. Tak heran, masyarakat disibukkan dengan kerja dan kerja demi memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga tak punya banyak waktu untuk peduli terhadap kondisi sekitar. Akhirnya, interaksi dengan tetangga pun terabaikan. Begitulah potret buram masyarakat yang hidup di bawah aturan Kapitalis.

Hal ini jelas berbeda dengan paradigma Islam. Di mana dalam Islam dituntun untuk menjalin silaturahmi dengan tetangga, meskipun tetangga tersebut berbeda agama. Dalam Islam juga tidak menjadikan kepuasan materi sebagai tujuan utama. Namun, rido Allah adalah yang utama.

Islam bukan sekadar agama yang mengatur akan hubungan manusia dengan Allah yang tampak dalam ibadah mahdah seperti salat, puasa, zakat, haji, dll. Akan tetapi, Islam juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri seperti terkait pakaian, makanan, minuman, dll. Selain itu, Islam juga tak ketinggalan mengatur akan hubungan manusia yang satu dengan manusia yang lain, karena manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan.

Dalam hubungan dengan tetangga, Islam mewajibkan agar berbuat baik dan membangun silaturahmi. Rasulullah Muhammad Saw bersabda yang artinya: “…. sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah mereka yang paling baik kepada tetangganya.” (HR at-Tirmidzi).

Rasulullah juga menganjurkan untuk saling mengunjungi, memberi hadiah, memberi makanan, hingga membantu kesulitan tetangga yang mengalami kesulitan. Hal ini juga dicontohkan oleh Rasulullah yang begitu peduli pada sahabat dan tetangga beliau.

Rasulullah selalu memperhatikan kehadiran sahabat saat salat berjamaah maupun di medan perang. Beliau akan mencari keberadaan sahabat ketika tidak mendapati mereka. Seperti ketika beliau mencari Julaibib Ra. karena tidak ada di tengah para sahabat sepulang dari perang. Juga mencari keberadaan Sya’ban Ra. ketika tidak hadir di tengah jamaah Salat Subuh.

Tak hanya dengan sesama muslim, Rasulullah pun selalu berbuat baik, menolong, dan mengunjungi orang kafir. Seperti yang beliau lakukan setiap pagi datang memberikan makanan, bahkan menyuapi seorang pengemis Yahudi yang buta. Beliau berbuat demikian meskipun pengemis tersebut membenci dan menghina dirinya.

Begitulah ketika akhlak Islam diterapkan dan Rasulullah sebagai teladan. Keimanan terhadap Allah sebagai landasan dalam setiap perbuatan, termasuk berinteraksi kuat dengan tetangga. Pemimpin pun peka dan peduli terhadap kondisi masyarakatnya. Dengan begitu, hubungan sosial yang baik akan mampu diwujudkan.

Wallahu a’lam

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi