Oleh. Desti Andari
Kasus terjadinya penularan HIV/AIDS di Indonesia kian hari kian berkembang pesat. Faktor terbesar penyebab terjadinya penularan virus HIV/AIDS adalah pergaulan bebas yang dilakukan oleh orang-orang pada usia produktif. Akan tetapi, baru-baru ini media menyebutkan bahwa penularan virus tersebut kini merambat hingga ke anak-anak dari usia 4-14 tahun kebawah dengan total kasus 12.553 (kompas.com, 30/11/2022).
Dilansir dari m.liputan6.com (2/12/2022), jumlah kasus penularan virus HIV/AIDS pada tahun 2022 di Batam mencapai 446 orang akibat pergaulan bebas, juga penyimpangan seksual sesama jenis yang meliputi 333 pria dan 113 wanita. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam, Didi Kusmardjadi.
Sedangkan di Kota Aceh, Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe menyebutkan, sebanyak 88 kasus warga di daerah tersebut positif terjangkit virus HIV/AIDS akibat pergaulan seks bebas, gaya penyimpangan sesama jenis, serta melalui jarum suntik para pengguna narkoba. Jumlah kasus tersebut bisa jadi meningkat karena adanya warga yang enggan melaporkan mengenai penyakit yang diderita (republika.co.id, 2/12/2022).
Pada tahun 2021, data Kementerian Kesehatan mencatat setidaknya ada 36.902 kasus positif HIV di Indonesia. Angka tersebut menurun dari tahun sebelumnya yang jumlahnya mencapai 41.987 kasus (databoks.katadata.co.id, 29/8/2022).
Lalu, pada bulan Juni Tahun 2022, kasus HIV/AIDS di Indonesia telah mencapai angka 519.158 kasus. Kementerian Kesehatan mencatat bahwa Kota Jakarta mencapai jumlah tertinggi, yakni 90.956 kasus setelah Jawa Timur yang berjumlah sebanyak 78.236. Menurut Jurnal Kementerian Kesehatan, Indonesia didominasi oleh kelompok heteroseksual sebanyak 28,1% dari keseluruhan kasus, dan sebanyak 18,7% didominasi oleh kelompok LGBT dengan kasus paling berisiko tertular HIV/AIDS (cnnindonesia.com, 1/9/2022).
Meski begitu, jumlah kasus positif HIV/AIDS masih saja ada dan kembali meningkat dari hari ke hari. Padahal, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya kenaikan angka korban yang terjangkit virus membahayakan ini. Salah satunya dengan cara terapi ARV (Antiretroviral) untuk memperlambat berkembangnya virus HIV/AIDS dalam tubuh pasien.
Sejauh ini, pihak tenaga medis juga pemerintah mengklaim bahwa dengan melakukan terapi ARV tersebut, diharapkan mampu mengurangi jumlah virus HIV/AIDS di dalam tubuh hingga tidak lagi terdeteksi adanya virus yang tersisa dengan tes darah. Akan tetapi, terapi ini harus dilakukan oleh pasien seumur hidup (kompas.com, 1/12/2022).
Namun, meski pemerintah telah berupaya untuk mencegah terjadinya lonjakan kasus HIV/AIDS di Indonesia. Nyatanya, jumlah kasus tersebut masih saja meningkat tajam seiring dengan berjalannya waktu. Semua pencegahan yang dilakukan justru tidak sampai menyentuh hingga akarnya. Sehingga, tidak menjadikan hal ini sebagai efek jera bagi para pelaku dan dianggap sebagai budaya yang lumrah terjadi, seperti pergaulan bebas, penggunaan narkoba, penyimpangan sesama jenis, dan lain sebagainya.
Tentunya, hal ini terjadi karena sikap diam pemerintah terhadap adanya perilaku menyimpang yang terus diserukan kepada khalayak ramai. Akibatnya, banyak perempuan dan anak-anak tertular penyakit mematikan ini.
Ini semua terjadi karena sistem sekularisme yang dijalankan oleh negara, yang memisahkan agama dari kehidupan dan mengajarkan kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, dan kebebasan bergaul dengan lawan jenis. Menjauhkan diri dengan agama membuat masyarakat semakin berani melakukan kemaksiatan-kemaksiatan yang tentu diharamkan oleh Islam.
Padahal, di dalam Islam, negara wajib melarang rakyatnya untuk tidak berperilaku di luar batas, termasuk melalukan perbuatan maksiat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Isra’ ayat 32:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰۤى اِنَّهٗ كَا نَ فَا حِشَةً ۗ وَسَآءَ سَبِيْلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”
Pergaulan bebas, termasuk perbuatan zina yang sudah jelas haram dilakukan oleh manusia. Selain mendapatkan dosa, para pelaku juga akan mendapatkan hukuman di dunia berupa penyakit yang berbahaya seperti HIV/AIDS. Pelaku juga akan mendapatkan hukuman di akhirat, yakni disiksa di dalam kubur dan dibuang ke dalam neraka. Na’udzubillah.
Islam adalah solusi terbaik yang seharusnya diterapkan oleh negara agar masyarakat tidak lagi semena-mena berbuat kerusakan di muka bumi. Lebih jauh lagi, sistem sekularisme dalam pemerintahan haruslah diganti dengan sistem Islam.
Pemimpin negara wajib memberlakukan aturan-aturan yang harus membuat masyarakatnya jera dan melakukan banyak upaya demi terciptanya lingkungan masyarakat yang sehat dan aman. Upaya-upaya tersebut di antaranya adalah: penutupan total klub malam, larangan pornografi, pornoaksi, menghukum para pelaku zina, menghukum para pelaku seksual menyimpang, melarang adanya kegiatan berdua-duaan bagi lawan jenis yang bukan mahram, larangan miras dan jual-beli miras, dan masih banyak lagi.
Islam merupakan agama satu-satunya yang Allah ridai dan dapat mengakar kuat dalam diri masyarakat saat diemban negara. Negaralah yang merupakan fondasi terpenting dalam menegakkan hukum-hukum syara’, apalagi di negeri mayoritas muslim.
Wallahu a’lam bish shawwab