Kasus DBD Meningkat, Kapitalisme Gagal Mengatasinya

Ummu Hana
(Bogor, Kontributor MazayaPost.com)

Dinas kesehatan (Dinkes) kabupaten Bogor menghimbau untuk berpatisipasi dalam mencegah Demam Berdarah Dengue (DBD). Jumlah kasus DBD pada pertengahan Januari 2024 ini mencapai 36 laporan, lebih lanjut saat ini belum ada arahan khusus dari kemenkes terkait penanganan DBD. Sementara itu Kepala Dinas kesehatan Jawa Barat (Jabar) Vini Andiani Dewi mengingatkan, kondisi cuaca ekstrem saat ini bisa berdampak terhadap peningkatan DBD, sehinga masyarakat harus memitigasi lingkungan sekitar agar terhindar dari penyakit DBD (Radar Bogor, 31/1/2024).

Sebelumnya di tahun 2023 ada 690 warga Bogor terjangkit DBD dan 4 orang meninggal adalah anak-anak berusia 0- 14 tahun. Musim hujan telah tiba di Kota Bogor, namun dampak dari musim hujan ini tidak hanya dilihat dari segi banjir dan longsor, juga menyebabkan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang semakin meningkat. DBD memang penyakit yang berbahaya hinga hari ini belum ditemukan obatnya.

Penyakit DBD disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti yang berkembang biak di tempat penampungan air. Pada perubahan musim, menemukan mekanisme penularan DBD pada tubuh manusia. Maka untuk mencegah penyakit ini menggenjala di masyarakat dibutuhkan upaya pencegahan efektif yaitu dengan melakukan upaya preventif, pemutusan rantai penukaran melalui gerakan PSW. Selain itu, juga dibutuhkan lingkungan bersih dan perilaku hidup bersih dan sehat oleh masyarakat.

Semua ini butuh langkah terpadu yang didukung oleh masyarakat dan negara. Namun, dalam sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan saat ini tidak ada jaminan kesehatan bagi setiap individu rakyat, karena hal semacam ini masih dikomersialisasi yang membebani masyarakat. Adapun adanya mekanisme BPJS tidak bisa disebut sebagai jaminan kesehatan. Sebab rakyat tetap harus membayar premi tiap bulannya, terlebih negara tidak memberi ruang hidup kondusif bagi peningkatan kesehatan individu rakyat.

Penyuluhan dan sosialisasi perlu didorong sebagai bentuk pencegahan penyakit menular seperti DBD. Padahal melaksanakan program terpadu untuk mencegah penyakit menular seperti DBD tentu membutuhkan dukungan ekonomi. Sementara saat ini, masyarakat dihadapi pada kesulitan hidup akibat penerapan sistem kapitalisme. Menjaga tubuh dengan asupan yang bergizi untuk saat ini semua serba mahal, ditambah tata ruang perkotaan dan perdesaan tidak memperhatikan masalah lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Kegagalan mencegah penyakit DBD di negeri ini bersifat sistematis yaitu dijadikannya sistem kapitalisme-sekuler ini sebagai pijakan bernegara. Berbeda ketika Islam diterapkan di muka bumi, karena dalam penerapan aturan Islam segala aspek kehidupan dipantau oleh Khalifah. Islam memandang kesehatan adalah kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh negara kepada rakyatnya. Khalifah adalah orang yang bertangung jawab atas kelestarian kesehatan terhadap rakyatnya, jadi wajib bagi negara untuk memenuhi gizi, dan lingkungan yang bersih, karena dorongan iman.

Apalagi kekuasaan dalam Islam adalah amanah, yang tugasnya meriayah (mengurusi) urusan rakyatnya. Karena sebagai pemimpin negara, Khalifah akan diminta pertangung jawaban di akhirat kelak. Khalifah sebagai pemimpin Islam akan memastikan masyarakat memiliki tempat tingal yang layak dengan tata ruang yang rapi, bersih. Selain itu, negara juga melakukan edukasi yang mendorong masyarakat menerapkan pola hidup sehat, dan didukung dengan pendidikan Islam yang membentuk kepribadian Islam, sehinga setiap individu masyarakat memiliki kesadaran atas hidup bersih, dan sehat. Maka dengan kondisi seperti ini pencegahan penyakit menular seperti DBD akan mudah teratasi.
Wallahu a’lam bishshowab.

 

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi