Kapitalisme Menyuburkan Korupsi

Rosalita

Menurut laporan Transparency International, Indonesia memiliki skor indeks persepsi korupsi (IPK) 34 dari skala 0-100 pada 2022. Skor ini menjadikan Indonesia sebagai negara terkorup ke-5 di Asia Tenggara. Transparency International melakukan survei indeks korupsi di 180 negara. Skor 0 menunjukkan negara yang sangat korup, dan skor 100 artinya sangat bersih dari korupsi. Menurut laporan tersebut, rata-rata IPK global pada 2022 sebesar 43. Dengan demikian, indeks korupsi Indonesia lebih buruk dari rata-rata dunia (katadata.co.id, 2/2/2023).

Dari tahun ke tahun, kasus korupsi terus saja terjadi, Syahrul Yasin Limpo menjadi menteri keenam pada era pemerintahan Joko Widodo yang terjerat kasus dugaan korupsi. Para pegiat antikorupsi menilai tren perkara korupsi di kalangan menteri terjadi karena pengawasan presiden yang lemah terhadap para bawahannya. Munculnya kasus dugaan patgulipat di kalangan menteri, menurut peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yuris Kurniawan, tidak saja menunjukkan pengawasan Jokowi yang lemah terhadap anak buahnya, tapi tidak adanya perubahaan pemantauan oleh presiden terhadap para menteri.

Mampukah negeri kita bersih dari kasus korupsi? Selama sistem yang digunakan masih sistem kapitalis maka tidak akan pernah bisa negeri ini bersih dari yang namanya korupsi. Setiap tahunnya, kasus korupsi ini akan terus meningkat. Korupsi sama dengan mencuri, sama-sama mengambil yang bukan haknya. Hukuman untuk orang yang korupsi atau mencuri (mengambil yang bukan hak) tertuang dalam firman Allah, surah Al-Maidah ayat 38,

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya.”

Tertuang juga dalam surah Al-Muthaffifin ayat 1-3, “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-orang yang bila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan bila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.”

Dalam buku Islam, Politik, dan Spiritual, K.H. Hafidz Abdurrahman, M.A. mengatakan, “Kapitalisme dan sosialisme adalah mabda yang lahir akibat kezaliman manusia. Mabda ini lahir setelah terjadinya penindasan gereja pada abad pertengahan. Dorongan yang lahir waktu itu menolak intervensi agama sama sekali atau menerima dengan syarat. Dari sinilah, sejarah kapitalisme dan sosialisme sebagai mabda kemudian bermuara dan berkembang. Dari segi sumber ajaran, masing-masing mabda tersebut bersumber dari akal. Akallah yang menentukan segalanya, baik yang berkaitan dengan akidah maupun sistemnya. Semuanya ditentukan oleh akal manusia.”

Dari segi akidah, kapitalisme dibangun berdasarkan ide pemisahan antara agama dengan kehidupan (fashl ad-din ‘an al-hayati) atau yang populer dengan istilah sekularisme. Kapitalisme masih mengakui eksistensi agama, tetapi agama tidak dibolehkan mengatur urusan kehidupan manusia. Agama hanya diberi otoritas untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dalam masalah ritual dan spiritual, sedangkan dalam masalah kehidupan, manusialah yang berhak mengatur sendiri urusannya.

Sistem kapitalisme merusak ideologi bangsa, bagaimana bisa agama dipisahkan dengan kehidupan, akibat dari pemisahan ialah kehancuran. Negeri ini butuh solusi dan hanya sistem Islam yang mampu memberikan solusi. Wallahu a’lam bishshowwab.

 

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi