Oleh. Dwi Jayanti
(Generasi Peduli Umat dan KontributorMazayaPost.com)
“Kasih ibu kepada beta
tak terhingga sepanjang masa
hanya memberi tak harap kembali
bagai sang surya menyinari dunia”
Penggalan lagu di atas menggambarkan bahwa kasih sayang seorang ibu sepanjang masa tak terhingga sampai kapan pun. Namun, tidak bagi seorang ibu di Desa Membalong, kecamatan Membalong, kabupaten Belitung, Bangka Belitung. Ibu berinisial R (38 tahun), tega membunuh bayinya yang baru dilahirkan. Setelah sang bayi tak bernyawa, ia membuangnya ke semak-semak di kebun milik warga sekitar (Kumparan.com, 24/01/24).
Kapitalisme Menghancurkan Fitrah Ibu
Dilansir dari Kumaparan.com ,Menurut hasil penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Kasat Reskrim Polres Belitung, AKP Deki Marizaldi menuturkan, “Wana mengaku bahwa dia tega membunuh bayinya karena tidak menginginkan kelahirannya dan juga tidak memiliki biaya yang cukup untuk membesarkannya. Ia juga menuturkan bahwa, “Perempuan ini sudah memiliki dua anak dan suaminya hanya bekerja sebagai buruh.”
Kasus ini terungkap berawal saat warga sekitar menemukan mayat bayi laki-laki di kebun, pada Jumat sore (09/01/2024). Sungguh ironis, seorang ibu tega membunuh darah dagingnya sendiri dan pemicunya masalah ekonomi.
Kasus ibu Di Membalong bukan kasus yang pertama terjadi, masih ada banyak kasus serupa yang pernah terjadi. Di antaranya seorang ibu berinisial NT (21 tahun) di Desa Padasuka, kecamatan Lunyuk, kabupaten Sumbawa, tega membunuh bayinya yang berusia 9 bulan yang jasadnya dihanyutkan di sungai Molong, Desa Emang sari, kecamatan Lunyuk. Dikarenakan kesal terhadap ibunya ia melampiaskan kepada bayinya (TVOneNews, 01/02/2024).
Hal ini makin menunjukkan bahwa beban ekonomi yang dialami masyarakat telah menghilangkan fitrah kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Sejatinya, kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya begitu besar, sebab seorang ibu mampu menahan rasa lelah mengandung bayinya selama sembilan bulan dan mampu menahan rasa sakit ketika melahirkan walaupun nyawa menjadi taruhannya demi melihat sang anak lahir ke dunia dan menjadi pelengkap kebahagiaan keluarga. Namun pada saat ini, kasus yang demikian kian marak.
Tak hanya sebab faktor ekonomi saja, hal ini juga disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor lemahnya keimanan, tidak berfungsinya keluarga, lemahnya kepedulian masyarakat, dan tidak adanya jaminan kesejahteraan bagi setiap individu.
Hal ini juga disebabkan oleh sistem kapitalisme yang saat ini diterapkan oleh pemerintah, serta sikap abai negara terhadap kesejahteraan rakyatnya. Yang mana dalam sistem saat ini, pemimpin negara hanya fokus dengan hal yang bisa menguntungkan bagi pihaknya saja tanpa memikirkan nasib rakyat yang mengalami kondisi ekonomi yang sulit.
Faktor lemahnya keimanan menjadikan seorang ibu lupa bahwa anak adalah karunia dan amanah dari Allah Swt. yang harus dijaga dan dididik sebaik mungkin. Selanjutnya, tidak berfungsinya keluarga yaitu tidak mendukung seorang ibu untuk menjalankan peran utamanya sebagai seorang ibu. Sebab, sistem saat ini memaksa seorang ibu turut serta dalam menanggung beban ekonomi.
Lalu lemahnya kepedulian masyarakat karena sikap individualisme yang makin tinggi menjadikan masyarakat sibuk dengan urusan masing-masing tanpa mempedulikan orang lain.
Ketiga hal tersebut menjadikan seorang ibu merasa tertekan dan sendirian ketika menjalani masa kehamilan dan pasca melahirkan sendirian sehingga bisa menyebabkan stres bahkan sindrom baby blues yang bisa berakibat fatal bagi ibu dan bayinya. Hal ini akan terus berlanjut jika kapitalisme masih dijadikan aturan oleh negara.
Islam Solusi Hakiki
Kondisi ini bertolak belakang dengan kondisi ketika sistem Islam diterapkan. Dalam Islam, kedudukan seorang ibu sangatlah mulia karena tugas berat yang dipikul seorang ibu, yaitu hamil dan melahirkan. Dalam Islam, posisi seorang ibu merupakan suatu kehormatan yang harus dijaga sebaik-baiknya. Allah Swt. berfirman yang artinya,
“Dan kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah lelah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku kembalimu.” (QS. Luqman: 14)
Negara juga memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi seorang ibu dari berbagai kesulitan. Negara juga wajib menjamin kesejahteraan seorang ibu dan anaknya. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan negara untuk menjamin kesejahteraan tersebut, di antaranya:
Pertama, jalur nafkah. Dalam Islam tidak diwajibkan seorang perempuan bekerja untuk mencari nafkah. Sebab, ia berhak atas nafkah dari suami atau walinya. Sehingga, seorang ibu tidak harus ikut menanggung beban ekonomi dan ia bisa menjalankan peran utamanya sebagai seorang ibu dan pengatur urusan rumah tangga secara maksimal. Oleh karena itu, negara wajib menjamin adanya lapangan pekerjaan yang layak bagi masyarakatnya, khususnya untuk seorang suami atau ayah yang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Kedua, dukungan masyarakat yaitu dukungan yang berupa saling membantu ketika ada anggota masyarakat yang kekurangan secara ekonomi maka anggota masyarakat yang lainnya akan membantu meringankan bebannya.
Ketiga, mekanisme negara. Negara akan memberi santunan terhadap masyarakat yang kurang mampu seperti fakir dan miskin. Sudah menjadi suatu keharusan pemimpin negara memperhatikan rakyatnya dalam segala hal sebab itu adalah tugas seorang pemimpin. Rasulullah saw. bersabda dalam sebuah hadis yang artinya,
“Imam (khalifah ) adalah raa’in (pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab pengurusan rakyatnya).” (HR. Al- Bukhari)
Penutup
Semua hal tadi bisa menjadi gambaran ketika sistem Islam diterapkan secara kaffah dengan adanya Khilafah. Islam memiliki sistem ekonomi dan politik yang mampu mewujudkan kesejahteraan setiap individu secara keseluruhan termasuk kesejahteraan seorang ibu dengan ketersediaan dana yang cukup. Dengan demikian, masyarakat dapat hidup sejahtera dan bahagia dalam naungan sistem Islam. Wallahu a’lam bishawwab.