Kapitalisme Melahirkan Angka Kemiskinan

Oleh : Ermawati

Kemiskinan menjadi persoalan tahunan dinegeri ini, seolah tidak ada solusi atasnya. Badan Pusat Satistik atau BPS mencatat masih ada sebanyak 15,9 juta orang miskin di Indonesia permaret 2023, jumlah orang miskin sudah berkurang 460rb orang dibanding bulan September 2022 yaitu sebanyak 26.36 juta orang,.

Sekertaris Utama BPS yaitu Atqo Mardiyanto mengatakan secara persentase jumlah orang miskin sebesar 9,36 persen atau turun hingga 0,21 persen dari bulan September 2022 sebesar 9.57 persen, jumlah orang miskin terbanyak ternyata berada di pulau Jawa dan pulau Sumatra. Berdasarkan data BPS jumlah orang miskin di pulau Jawa tercatat sebanyak 13,62 juta orang. Di Sumatera tercatat sebanyak 5,67 juta jiwa.

Adapun ukuran besaran garis kemiskinan di Indonesia yaitu 550rb perbulan. Yang artinya jika pengeluaran masyarakat dibawah 550rb rupiah, maka itu termasuk orang miskin. Di wilayah pedesaan, menjadi jumlah penduduk miskin terbanyak. Permaret 2023, tercatat sebanyak 14,36 juta orang. Sedangkan di wilayah Kota 11,7 juta orang miskin, maka ketimpangan antara si kaya dan si miskin semakin terlihat.

Meskipun ada pengurangan namun angka kemiskinan masih tergolong tinggi, apalagi standar kemiskinan yang rendah. Faktanya, pendapatan masyarakat masih sangat rendah. Dan lagi, pendapatan rendah masyarakat itu juga dipakai untuk memenuhi kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, listrik dan air, di tengah belum tercukupi nya kebutuhan pokok.

Harus diakui bahwa, kemiskinan yang terjadi di negeri ini bukanlah kemiskinan yang hakiki. Akan tetapi kemiskinan struktural yang disebabkan oleh penerapan sistem politik tertentu, sehingga sebagian masyarakat mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Seharusnya, rakyat dapat memenuhi kebutuhan pokok juga kebutuhan dasarnya dengan mudah, bahkan gratis. Tentu saja dengan mekanisme pengelolaan sumber daya alam ( SDA) yang profesional dan diperuntukkan untuk rakyat. Sayangnya, mekanisme pengelolaan SDA dalam sistem ini dikuasai oleh swasta, nasional terlebih asing.

Akibatnya, rakyat kesulitan memperoleh fasilitas publik sebagai kebutuham dasarnya juga tidak tercukupi nya kebutuhan pokok. Kemiskinan telah menggurita, di tengah mahalnya berbagai kebutuhan. Kenaikan berbagai harga barang ini disebabkan karena, pengelolaan SDA serta distribusinya diserahkan kepada swasta, yang meniscayakan pengambilan keuntungan besar. Tanpa mempedulikan derita rakyat.

Keadaan ini sekaligus menegaskan bahwa peran negara hanya sebagai regulator bukan pengurus urusan rakyat. Negara justru menjamin kebebasan pihak swasta untuk mengelola SDA, fasilitas hingga pelayanan publik, lebih condong kepada kepentingan asing bukan pada rakyat, sehingga pendapatan rakyat sangat rendah yang berefek pada rendahnya daya beli rakyat.

Berbeda dengan sistem ekonomi Islam, begitupun sistem politiknya. Penerapan sistem ekonomi Islam mampu menaikkan daya beli masyarakat dan mengentaskan kemiskinan. Saat sistem ekonomi Islam diterpakan secara kaffah, terbukti mampu menjadikan umat manusia sejahtera, hingga kurang lebih 13 abad lamanya.

Dalam sistem ekonimi Islam, fasilitas publik semisal transportasi, pendidikan dan layanan kesehatan disedikan oleh negara dengan harga yang semurah murahnya bahkan grastis. Sebab, negara memposisikan penguasa sebagai pengurus urusan umat, sebagaimana sabda Rasul Saw,

“Imam adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR. Al Bukhori).

Pelayanan publik yang diberikan negara secara gratis itu disokong oleh penerapan konsep kepemilikan. Dalam Islam, ada konsep kepemilikan umum, yaitu dimana setiap orang memiliki hak dan andil di dalamnya, maka harta ini tidak boleh dimiliki bahkan dikuasai oleh individu atau sekelompok individu saja (swasta).

Seperti sabda Rasul : “Manusia bersekutu dalam kepemilikan atas tiga hal: air, padang rumput dan api.”(HR Imam Ahmad).

Islam pula telah menjadikan harta milik umum hanya boleh dikelola oleh negara, agar nantinya diperuntukan kembali pemanfaatannya untuk rakyat. Sistem konomi Islam pula, mengharuskan negara menyediakan lapangan pekerjaan yang luas untuk rakyatnya. Bahkan sewaktu-waktu diperlukan, negara akan membantu masyarakat secara langsung dengan memberi subsidi yang meningkatkan daya beli.

Lapangan kerja dalam sistem IsIam (Khilafah) akan sangat luas dan mudah didapat, karena industri-industri strategis yang mengelola SDA berada dibawah kendali negara.

Sudah saatnya, kembali menerapkan sistem ekonomi Islam, dalam naungan institusi negaranya yakni, Khilafah. Negara yang terbukti mampu mencegah munculannya persoalan kemiskinan dan mengatasi berbagai problem besar lainnya.

Wallahua’lam bis shawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi