Kapitalisme Bertahan, Generasi Jadi Korban

Oleh. Asma Sulistiawati (Pegiat Literasi)

Tentu kita sepakat bahwa pemuda adalah harapan bangsa yang akan mengisi peradaban. Namun, harapan ini seolah tidak bersambut. Sebab pada faktanya, pemuda makin kehilangan muruahnya dan rentan jatuh pada pergaulan bebas. Sebagaimana dikutip dari Batampos (6/8), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan mayoritas anak remaja di Indonesia sudah berhubungan seksual. Untuk remaja 14-15 tahun jumlahnya 20 persen anak, dan 16-17 tahun jumlahnya mencapai 60 persen.

Faktor terjadinya pergaulan bebas cukup beragam, mulai kekeliruan orang tua dalam pola asuh, ketidakharmonisan keluarga, lingkungan yang abai dan tidak peduli dengan pergaulan bebas di sekitarnya, pertemanan yang memberi pengaruh buruk hingga sulitnya keadaan ekonomi. Adapun akar masalah dari munculnya masalah tersebut, tidak lain karena penerapan sistem kapitalisme sekuler, yakni sistem yang mengagungkan kebebasan, menghalalkan segala cara, dan mencampakkan peran agama dalam mengatur kehidupan.

Sistem inilah yang akhirnya membawa negeri kita dirundung banyak permasalahan termasuk dalam pergaulan bebas. Melalui paham kebebasan, manusia terjebak dalam pergaulan bebas. Pacaran dianggap sah-sah saja, padahal pacaran merupakan pintu gerbang menuju perzinahan. Ditambah dengan adanya tontonan yang tidak etis, pornografi, dan pornoaksi, mengumbar aurat dan memancing hawa nafsu justru terus diproduksi.

Akibatnya, pergaulan bebas makin marak, pemuda makin kehilangan tujuan, ruhiyahnya makin kering hingga akhirnya menjadi korban. Maka wajar, jika sampai saat ini negeri muslim meskipun dianggap sebagai peradaban maju tetapi kebangkitan umatnya tidak kunjung terwujud. Identitas umat Islam sebagai khairu ummah pun tidak tampak dalam kehidupan. Semua ini karena ideologi kapitalisme yang masih bertahan.

Islam memiliki aturan komprehensif dalam menanggulangi pergaulan bebas, aturan ini terwujud dalam tiga pilar sistem Islam. Pilar pertama adalah ketakwaan individu, negara akan menciptakan suasana kondusif bagi warganya agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Allah. Seorang mukmin akan menyadari bahwa Allah selalu mengawasinya sehingga individu mampu konsisten dalam melaksanakan syariat Islam.

Selanjutnya, kontrol masyarakat terhadap pergaulan bebas sebagai pilar kedua. Masyarakat Islam terbentuk dari individu-individu yang dipengaruhi perasaan, pemikiran dan peraturan yang sama. Mereka akan memandang setiap masalah dengan sudut pandang Islam, sehingga tercipta opini umum bahwa pergaulan bebas itu sesuatu yang buruk. Jika ada yang melakukan pelanggaran masyarakat akan aktif mengingatkan dan mencegah penyebarannya.

Terakhir, pilar ketiga yakni peran aktif negara. Negara memiliki sistem yang mampu mencegah pergaulan bebas. Sedari kecil, generasi anak muslim diajarkan untuk tidak berdua-duaan dan campur baur dengan lelaki asing yang bukan mahram, kecuali untuk hal yang diperbolehkan syarak. Islam pun secara tegas melarang pacaran karena aktivitas ini termasuk mendekati zina. Selain itu, negara mencegah tayangan mengumbar aurat atau merangsang syahwat seperti pornografi dan pornoaksi.

Diwajibkan pula bagi perempuan untuk menutup aurat secara sempurna dan menundukkan pandangan bagi laki-laki. Islam juga memerintahkan bagi laki-laki yang telah mampu untuk segera menikah dan berpuasa apabila belum mampu menikah.

Jika terjadi pelanggaran syariat, negara akan memberi sanksi tegas berupa rajam sampai mati bagi pelaku yang sudah menikah. Bagi para remaja pelaku zina yang sudah balig dan belum menikah, dicambuk 100 kali dan pengasingan selama dua tahun ke tempat yang jauh. Hukuman ini sejatinya menjaga kemuliaan akhlak anak agar tidak terulang pada anak/remaja lainnya.

Demikianlah mekanisme Islam untuk mencegah terjadinya gaul bebas. Oleh karena itu, penting kita sadari bahwa Islam menjadi satu-satunya solusi atas problematika yang kita hadapi. Aturan Islam akan menjaga generasi muslim dalam kemuliaan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw. Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi