Setelah mengeluarkan Permendikbudristek 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, Nadiem Makarim meneken Permen (Peraturan Menteri) ini pada 31/8/2021 dan selanjutnya diundangkan pada 3/9/2021. Kini, Mendikbudristek Nadiem Makarim menegaskan ada sanksi bagi pihak yang melanggar Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Salah satunya adalah penurunan akreditasi kampus (15/11).
Sanksi yang pertama, penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana. Kedua, Perguruan Tinggi yang tidak mengikuti Permendikbud PPKS, maka akreditasi kampusnya akan diturunkan,” ujar dia secara daring lewat YouTube Kemendikbud Ristek, Jumat (12/11).
Kampus adalah pusat peradaban masyarakat, tempat agent of change tumbuh. Para penerus negeri banyak terlahir dari dunia kampus. Mereka akan menjadi para penggerak dan perubah satu kondisi terpuruk pada keadaan yang terang benderang.
Jika kemudian kampus jauh dari cerminan pencetak pemimpin dan ilmuwan, tentu hal ini bertolak belakang dengan tabiat kampus sebagai tempat lahir para pemimpin masa depan. Jika kampus juga jadi gembong liberalisasi dengan adanya ancaman pada sanksi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, maka banyak kampus yang akan kukut saat tak patuh pada permen tersebut.
Akhir-akhir ini Permendibudristek menjadi buah bibir khalayak tersebab menciptakan sebuah kontroversi. Sebab, penafsiran umum bahwasanya permen tersebut melegalkan perzinaan. Kekerasaan seksual tidak boleh dan masuk kriminal jika tanpa persetujuan korban. Sementara jika ada persetujuan korban alias mau sama mau, maka bukan masuk kriminal. Bagi kampus yang menolak permen ini akan menerima ancaman yang telah disebut pak menteri.
Sanksi akan diturunkannya akreditasi kampus akan mengancam status ijazah mahasiswa nantinya, diakui atau tidak. Memang ijazah bukanlah muara akhir dari mencari ilmu kampus, namun lebih dari itu, ancaman tersebut terkesan otoriter dan membungkam kampus agar diam saat terjadi perzinaan di kalangan mahasiswa. Lantas, ketika mahasiswanya rajin berzina, mau jadi apa bangsa ini di masa depan? Bagaimana juga pertanggungjawaban di hadapan Allah di alam baka?
Syogiayanya pemerintah berpikir seribu kali saat hendak mengeluarkan kebijakan. Jangan sampai kebijakan yang diputuskan harus dibayar mahal dengan hilangnya generasi pemimpin dan penerus bangsa. Sebaiknya pemerintah kaji ulang ancaman atas ketidakpatuhan kampus pada permen ini agar mahasiswa lahir dan beraktivitas sebagaimana mestinya.
Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Ummat)