KA Argo Parahyangan Ditumbalkan, Investor Asing Diuntungkan?

Oleh. Ilma Rabiya

Belum juga jelas kapan kereta cepat Jakarta-Bandung akan beroperasi, pengguna kereta api Argo Parahyangan yang juga menghubungkan dua kota besar tersebut sudah dibuat khawatir. Pasalnya, sejak November, sejumlah pejabat publik sudah menggaungkan rencana penutupan layanan kereta yang dioperasikan oleh PT Kereta Api Indonesia itu.

Penutupan KA Argo Parahyangan rupanya bukan hanya sekadar wacana. Hal ini juga telah dikonfirmasi oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan saat ditanya oleh wartawan di The Ritz-Carlton Pacific Place. “Ya, akan ditutup,” katanya pada Selasa (29/11/2022).

Rencana penutupan ini menjadi salah satu opsi agar target penumpang harian kereta cepat itu terpenuhi. Perkiraan target hariannya bisa mencapai 31.125 orang per hari. Hal ini tentu sukar diraih apabila harus bersaing dengan KA Argo Parahyangan dan jalan tol yang menjadi pilihan para pengendara mobil pribadi, bus, atau travel. Selama ini, masyarakat mengandalkan KA Argo Parahyangan untuk rute Jakarta-Bandung karena harga tiketnya terjangkau.

Meski waktu tempuh KA Argo Parahyangan lebih lama dari kereta cepat, yakni perbandingannya 3 jam dan 40 menit, namun KA Argo Parahyangan lebih disukai masyarakat karena berhenti di pusat kota Bandung sehingga penumpang bisa langsung ke tempat tujuan dengan variasi akses transportasi yang lengkap dan mudah.

Sedangkan untuk kereta cepat berhenti di pinggiran kota, sehingga tentu saja akses transportasi lebih sulit bagi para penumpang untuk menuju ke tempat lain. Walhasil, biaya yang dikeluarkan pun akhirnya harus ekstra bertambah dari biasanya. Belum lagi ditambah harga tiket kereta cepat yang jauh lebih mahal dibanding KA Argo Parahyangan.

Harga tiket kereta cepat dibanderol dari Rp150.000,00 hingga Rp300.000,00. Sedangkan untuk KA Argo Parahyangan saat ini dimulai dari Rp100.000,00 sampai Rp150.000,00 saja. Oleh karenanya, pemberhentian operasional KA Argo Parahyangan ini sebenarnya dapat menyulitkan masyarakat, terutama bagi mereka yang terbiasa memanfaatkan kemudahan transportasi publik tersebut.

Bisakah kita bayangkan? Begitu banyak penumpang yang selama ini mengandalkan KA Argo Parahyangan dipaksa naik kereta cepat, artinya mereka juga terpaksa mengeluarkan uang lebih banyak, demi ambisi kebijakan. Operasional KA Argo Parahyangan yang seakan ditumbalkan demi kereta cepat ini menunjukkan bahwa kebijakan yang ada lebih mengutamakan kepentingan para kapitalis dari pada rakyat.

Penghentian KA Argo Parahyangan jelas akan merugikan rakyat karena hilangnya moda transportasi yang terjangkau. Padahal, tak semua warga sipil dapat dengan mudah membeli tiket kereta cepat. Apalagi mereka yang memang harus sering bolak-balik Jakarta-Bandung. Alih-alih masyarakat dapat menerima kemudahan dan terjangkaunya biaya transportasi publik, kini rakyat hanya kembali menjadi sapi perah untuk mengayakan si pemilik modal.

Lalu, sebenarnya siapa dalang di balik kereta cepat? Mengapa pemerintah sampai harus mengorbankan KA Argo Parahyangan untuk supaya bisa memenuhi target harian tiket kereta cepat? Sejatinya, proyek kereta cepat ini merupakan salah satu proyek utama Global Maritime Fulcrum–Belt and Road Initiative (GMR-BRI). Sedangkan BRI adalah strategi pembangunan global Cina yang melibatkan pembangunan infrastruktur dan investasi di 152 negara, termasuk Indonesia.

Dengan demikian, proyek kereta cepat ini hanyalah bentuk pengabdian kepada Aseng (Cina) sebagai pemilik modal besar tersebut. Hal ini membuat kedaulatan negara semakin rapuh karena terlalu bergantung terhadap Cina. Kini, rakyatlah yang semakin tercekik. Inilah konsekuensi penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang dapat dengan mudah menyerahkan semua kepada swasta, termasuk dalam hal ini transportasi.

Berbeda dengan ajaran Islam. Islam memandang transportasi adalah urat nadi kehidupan yang merupakan kebutuhan dasar manusia. Oleh karenanya, segala hal yang terakit kebutuhan fasilitas publik, dilarang untuk diprivatisasi atau dimiliki oleh swasta. Sebab, dalam Islam, mengenal istilah kepemilikan umum, kepemilikan pribadi, dan kepemilikan negara.

Jadi, sekalipun transportasi dibangun atas dasar operasional yang mahal, tetap kepemilikannya tidak boleh dimiliki oleh swasta. Negara dalam sistem Islam berwewenang penuh dan bertanggung jawab langsung terhadap pemenuhan hajat publik seperti transportasi yang aman, nyaman, mudah, dan murah.

Pembagunan infastruktur dalam Islam tak pernah menjadi alat untuk mengeksploitasi warganya. Sebab, akidah Islam mengajarkan untuk terus mewujudkan keadilan dalam seluruh aspek kehidupan. Rasulullah saw. bersabda:

“Lebih utamanya manusia di sisi Allah derajatnya di hari kiamat itu seorang pemimpin yang adil yang lemah lembut (memiliki kasih sayang). Dan seburuk-buruk hamba di sisi Allah derajatnya di hari kiamat yaitu pemimpin yang zalim yang kasar.” (HR. Thabrani)

Pembangunan Infrastruktur dalam Islam berdasarkan dua pertimbangan. Pertama, pembangunan dibuat atas dasar kebutuhan masyarakat, yang jika itu ditunda bisa membahayakan. Kedua, pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan, namun tidak mendesak sehingga bisa ditunda jika sewaktu-waktu kas negara sedang tidak ada.

Kereta cepat Jakarta-Bandung masuk ke kategori kedua, yaitu tidak mendesak disebabkan banyak moda transportasi lainnya yang bisa menjadi alternatif. Sehingga seharusnya, pemangku kebijakan bisa memperhatikan mana yang lebih dibutuhkan dibanding hanya ambisi bisnis semata. Sebab, negara seharusnya selalu menjadi perisai bagi rakyat, periayyah (pelayan) bagi urusan umat, dan bukan urusan kepentingan para kapitalis.

Wallahu a’lam bishawab

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi