Judi Online Makin Subur dalam Sistem Kufur

Oleh. Ummu Faqih, S.Pd. (Praktisi Pendidikan)

Belum usai perang melawan narkoba, korupsi, dan pinjaman online (pinjol), kini umat dihadapkan pada kerusakan karena judi online (judol). Indonesia menjadi negara tertinggi di dunia atas jumlah pemain judolnya. Berdasarkan data KemKominfo, pemain judol di Indonesia sudah mencapai 2,7 juta.

Pelaku judol di Tanah Air tersebar di seluruh pelosok negeri. Judol menjerat masyarakat dari berbagai lapisan, mulai masyarakat bawah, ibu rumah tangga, ASN, pegawai BUMN, wartawan, aparat, hingga pejabat di lingkaran kekuasaan; baik laki-laki maupun perempuan, orang tua, dewasa, remaja, hingga anak-anak. Menko Polhukam Hadi Tjahjanto mengungkapkan ada 80 ribu pemain judol di Indonesia yang terdeteksi berusia di bawah 10 tahun. “Usia di bawah 10 tahun itu ada 2% dari pemain, totalnya 80 ribu yang terdeteksi,” (19-6-2024).
Lebih dari 1.000 orang di DPR RI hingga DPRD terlibat permainan judi online. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkap data ini dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (26/6/2024). Jumlah transaksi mencapai 63.000 dengan nilai transaksi mencapai Rp25 miliar.

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, “Yang makin memprihatinkan adalah candu judi online di kalangan polisi. Ketika Polri konon sibuk melakukan penindakan terhadap judi online, justru anggotanya sendiri main judi online, padahal itu pun pidana.” (Republika, 13/6/2024).

Judol Makin Marak dan Sulit Diberantas

Judol telah nyata menyebabkan kesengsaraan dan kerusakan, baik kerugian finansial, gangguan psikis (mental), kecanduan judi, kriminalitas, hingga hilangnya nyawa manusia. Faktanya bukan dijauhi justru semakin berkembang tiap tahun. Terbukti dari transaksi yang semakin meningkat. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat perputaran uang judol pada 2023 mencapai Rp327 triliun. Ini meningkat tiga kali lipat dari 2022 (Rp104,4 triliun). Pada 2024 diprediksi nilai transaksi Kejahatan judol di Indonesia mencapai lebih Rp600 triliun. (CNN Indonesia.com, 14/6/2024).

Faktor utama maraknya judol adalah masalah ekonomi. Sulitnya mendapatkan pekerjaan atau kondisi perekonomian mendorong sebagian masyarakat memilih jalan pintas untuk menghasilkan uang banyak dengan cepat dan mudah. Prof. Bagong, Dekan FISIP UNAIR menyebutkan tawaran nominal deposit akun judi on line dulu minimal Rp 500 rb, sekarang bisa hanya Rp10-100 ribu. Taruhan rendah ini menjadi faktor yang mendorong masyarakat miskin untuk tergerus putaran judol. Dari 2,76 juta masyarakat Indonesia merupakan partisipan judi online, 2,19 juta di antaranya merupakan masyarakat berpenghasilan rendah. Ilusi ‘siapa tahu rezeki’ menjadikan adiktif dalam berjudi.

Judi online makin marak karena beragam model yang ditawarkan, mulai betting, slot, berkedok game, ataupun investasi. Masyarakat bisa dengan mudah mengakses berbagai situs judi, cukup lewat handphone. Bahkan anak SD pun mudah mengaksesnya, ditambah tawaran iklan yang menggiurkan. Pemerintah melalui Menkominfo Budi Arie Setiadi menyatakan upaya menghadapi judi online adalah tantangan berat. Kemenkominfo tengah berusaha memberantas judi online di Indonesia dan melaporkan telah memblokir sebanyak 2,1 juta situs web judi online (19Juni 2024).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan hingga Juni 2024 telah ada sebanyak 6.056 rekening yang terkait dengan Judi Online (judol) telah diblokir atau ditutup oleh pihak perbankan. Namun, faktanya judol masih terus marak di tengah masyarakat. Sulitnya memberantas judol disebabkan:

1. Judi online bisa diproduksi ulang
Situs-situs judi online jumlahnya sangat banyak. Biasanya setelah diblokir, situs yang bersangkutan akan menganti domainya sehingga bisa diakses kembali, kemudian dengan domain baru, situs itu akan kembali diblokir pemerintah. Sehingga menjadi siklus ganti domain-blokir.

Menurut Direktur Jenderal Aplikasi Informatika KemKominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, situs judi online selalu diproduksi ulang. Yakni dengan memberi nama domain mirip atau menggunakan IP Address. Hal ini dikarenakan keterbatasan pada sistem blokir Kemkominfo yang hanya bisa membatasi akses ke front end dari alamat tertentu. Jadi, pelaku dapat memilih alamat website baru yang berbeda dengan server back end yang masih beroperasi.

2. Ditawarkan lewat pesan pribadi
Selain iklan di internet, mereka juga menawarkan ajakan untuk bergabung melalui pesan pribadi di aplikasi chat populer, contohnya WhatsApp dan Telegram. Kedua aplikasi ini memiliki sistem end-to-end encryption yang membuat isi pesan tidak bisa dibaca pihak eksternal, sehingga Kemkominfo tidak dapat mengawasi mereka.

3. Perbedaan yurisdiksi hukum
Menurut Pasal 27 Ayat 2 dari UU ITE, judi adalah kegiatan yang bersifat ilegal di Indonesia. Akan tetapi, hukum ini tidak berlaku bagi beberapa negara lain. Sebab, di sana, judi adalah kegiatan yang legal. Maka mayoritas pemilik situs judi online memanfaatkan celah ini untuk mengoperasikan server mereka di negara yang mengizinkan perjudian.

4. Ekosistem Judi Online berskala global dan menjadi bisnis yang terorganisasi secara internasional, melibatkan Big Player Kadivhubinter
Polri Irjen Krishna Murti mengungkapkan bisnis judol di Indonesia dioperasikan dari wilayah Mekong Raya, yaitu Vietnam, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Thailand. Indonesia sudah memblokir jaringan internet dari Kamboja dan Philipina namun pelaku judol masih bisa membuka dengan
layanan VPN. Karenanya, ia mengibaratkan pemberantasan judi online seperti menghadapi hantu, Servernya bisa ada di mana-mana.

Negara Tidak Berdaya Melawan Judol

Dampak kerusakan akibat kejahatan judol sudah mencapai tingkat sangat membahayakan, tetapi pemerintah melalui Menteri Budi Arie malah menganggap para pemain judol sebagai “korban” sehingga langkah yang dilakukan focus pada pemulihan. Menteri Koordinator Bidang PMK Muhadjir Effendy mengusulkan korban judol mendapat bansos pada keluarga yang terdampak imbas pelaku judol masuk kategori miskin.

Jika pelaku judol dianggap korban, maka tidak akan ada hukuman bagi pelaku judol. Hal ini jelas tidak akan menimbulkan efek jera, melainkan makin merajalela. Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada menuturkan alasan pelaku atau pemain judol tidak ditahan adalah lantaran jika hal tersebut dilakukan, penjara akan penuh.
Presiden Jokowi sendiri telah menandatangani Keppres 21/2024 tentang Satgas Pemberantasan Perjudian Daring (Judi Online) pada Jumat (14/6/2024).

Menkopohukam selaku ketua Satgas melakukan 3 operasi yaitu pembekuan rekening, penindakan terhadap jual beli rekening dan penindakan terhadap transaksi game online melalui top up di minimarket. Langkah ini bersifat pemulihan bukan menindak pelaku maupun penyedia. Dalam rangka sosialisasi Perpres tentang penanggulangan pencegahan penindakan judol. Wakil ketua Satgas Muhajir mengumpulkan sejumlah ormas keagamaan untuk membahas langkah pemberantasan judol. (25-6-2024). Bahkan, Kemenag meminta penghulu dan penyuluh agama untuk mengedukasi para calon pengantin atas bahaya judol. Kemenag menilai materi risiko judol yang kini lagi jadi sorotan di dalam negeri, penting dibagikan sebagai materi bimbingan ke calon pengantin.

Hukum KUHP yang diberlakukan tidak mampu memberantas persoalan judol. Sanksi pidana bagi yang melanggar yakni penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UUITE jo pasal 45 ayat (3) UU 1/2024, tidak membuat jera pelaku dan penyedia, bahkan tetap
bermunculan situs lain bak cendawan di musim hujan. Artinya, kejahatan judol lebih canggih daripada negara.

UU ITE tampak tumpul dalam menghentikan kejahatan judol. Penegak hukum seolah tidak bertaring menghadapi para bandar judi online karena diduga mereka memiliki sejumlah “back up” yang kuat yang datangnya juga dari oknum terkait.

Inilah permasalahan yang terus melingkari judi online, Pemerintah seolah tidak berdaya dalam berperang melawan judol. Solusi yang pemerintah lakukan tidak menyentuh akar persoalannya. Ketidakberdayaan pemerintah ini adalah akibat lemahnya konsep bernegara sistem demokrasi yang tampak pada upaya preventif yang bersifat sporadis dan kuratif yang mandul.

Sistem Kufur Kapitalis Menyuburkan Perjudian

Judi senantiasa muncul bersama peradaban manusia, bahkan sebelum Islam kehidupan jahiliyah sarat dengan perjudian. Islam datang menghapus perjudian, kemudian berkembang lagi ketika kapitalisme mendominasi kehidupan. Indonesia juga mengalami sejarah panjang, bahkan pernah dilegalkan dan dianggap sebagai sarana mengumpulkan dana sosial ( PORKAS,SDSB,dll). Kemudian muncul judol seiring perkembangan sarana digital.

Persoalan judol bersifat sistemis terkait bisnis ala kapitalisme yang menghalalkan segala cara. Konsep kebebasan yang ditawarkan demokrasi sekuler tidak mampu mewujudkan pribadi beriman dan bertakwa. Tawaran moderasi beragama justru melemahkan keimanan masyarakat. Sekularisme menjadikan manusia (rakyat dan penguasa ) mengabaikan syariat agama dalam mengatur kehidupan. Akibatnya, judi yang jelas-jelas haram malah digalakkan.

Sementara itu, demokrasi menjadikan kewenangan untuk menentukan halal/haram atau legal/ilegal ada di tangan manusia (pemerintah dan anggota dewan), bukan pada Allah SWT. Manusia, yakni para wakil rakyat, bisa melegalisasi judi melalui undang-undang dan regulasi lainnya. Kapitalisme justru menjadikan keharaman judi sebagai sumber pendapatan negara melalui pajak. Tahun 2023 Menkominfo pernah mewacanakan untuk memungut pajak dari permainan judi online. Alasannya, agar uang dari Indonesia tidak lari ke negara lain. Sebabnya, di negara ASEAN hanya Indonesia dan Brunei yang tidak melegalkan perjudian.

Ketimpangan ekonomi akibat penerapan sistem kapitalisme menyebabkan kekayaan hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang. Prinsip kebebasan dalam kepemilikan yang diterapkan sistem ekonomi kapitalisme menyebabkan masyarakat menjadi kesulitan akses ekonominya. Ditambah gaya hidup materialistis yang ditopang standar kebahagiaan hidup bersifat materi menjadikan kepribadian sangat rapuh. Jalan pintas dan instan tanpa berpikir panjang menyebabkan orang menjadi pelaku judol di tengah kesempitan rakyat mengakses ekonomi.

Inilah gambaran rusaknya negara yang diatur ala demokrasi kapitalistik. Demokrasi menjadikan aturan bisa diutak-atik untuk memenuhi hawa nafsu manusia. Sedangkan kapitalisme menjadikan para penguasa gila harta sehingga hanya memikirkan keuntungan pribadi ketika membuat keputusan.

Hukum syariat dan nasib rakyat mereka abaikan. Fitrah Kapitalisme yang menginduk kepada sekulerisme dan tidak akan pernah puas mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dengan kerakusannya, walau melanggar aturan. Wajar judol semakin subur dalam kehidupan kapitalisme.

Islam Kaffah Memerangi Judol

Dalam Islam, judi jelas keharamannya. Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah ayat 90—91).

Segala macam bentuk judi, baik offline maupun online, apa pun bentuk permainannya, adalah haram. Semua pintu perjudian wajib ditutup oleh masyarakat dan negara. Alhasil, untuk menyelesaikan persoalan judol, langkah yang akan ditempuh Khilafah adalah dengan cara pencegahan (preventif), penjagaan oleh negara dan penegakan hukum (kuratif) yang tegas. Adapun langkahnya sebagai berikut:

Pertama, melakukan edukasi pada individu, keluarga, masyarakat, dan negara. Dengan menancapkan keimanan yang kokoh pada masyarakat, senantiasa mengaitkan agama dengan kehidupan dalam segala bidang, merasa diawasi Allah swt. sehingga menjadi kontrol efektif bagi individu masyarakat agar tidak mudah terjerumus pada kemaksiatan. Penguatan literasi masyarakat termasuk literasi digital berperan penting untuk melindungi masyarakat dari kejahatan judol dan pemikiran yang merusak akidah Islam, seperti sekularisme, pluralisme, sinkretisme, dan berbagai bentuk moderasi beragama pada masyarakat.

Kedua, menerapkan sistem ekonomi Islam
Negara akan menjamin kesejahteraan rakyat dengan kebijakan penyelenggaraan kebutuhan pokok bersifat publik (pendidikan, kesehatan, dan keamanan). Negara memberikan kemudahan bagi rakyat mengakses kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Kehidupan Sejahtera menjadikan masyarakat tidak mudah tergiur dengan ilusi yang menawarkan kaya secara instan.

Ketiga, membentuk kemandirian digital.
Negara membangun back bone internet, insfrastruktur digital, dan ekosistem digital. Dengannya negara berkuasa sepenuhnya terhadap konten maupun peredaran informasi di dunia internet (ruang digital), menghentikan cyber crime (kejahatan di dunia digital), dan memproteksi rakyat dari konten yang buruk dan merusak termasuk judol .

Negara mengupayakan penguasaan teknologi dan informasi dengan memberdayakan pakar informasi dan teknologi (ITE), juga memberikan jaminan kehidupan yang baik bagi para ahli agar fokus mengerahkan kemampuan dan loyalltasnya.

Keempat, penegakan hukum bagi pelaku judi dengan hukuman takzir sesuai ijtihad khalifah.
Dalam kitab “Tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an” oleh Imam Al-Qurthubi dijelaskan bahwa alasan Allah Swt. menurunkan keharaman judi dan meminum khamar secara bersamaan adalah karena keduanya memiliki keserupaan. Tindak pidana perjudian di dalam hukum Islam disertakan dengan sanksi khamar, sanksinya berupa 40 kali cambuk, bahkan ada yang berpendapat sampai 80 kali cambuk.

Demikianlah, Islam menuntaskan persoalan judol dan persoalan lainnya, seperti narkoba, korupsi, pinjol, dll. dengan cara memerangi sistem kapitalisme demokrasi. Selanjutnya mengganti sistem tersebut dengan sistem Islam yakni syariat Islam kafah dalam naungan Khilafah.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi