Jaminan dan Logo Halal Harus Jelas

Isty Da’yah
Surabaya

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Kementerian Agama (Kemenag), menetapkan label halal dengan logo baru, yang berlaku secara nasional (13/3). Namun, pergantian logo halal ini justru menimbulkan polemik di masyarakat. Dari segi mekanisme, banyak pihak yang menanyakan pergantian label halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), ke label halal nasional, yakni BPJPH. Karena, standarisasi halal harusnya melalui seleksi dari badan yang benar-benar berkompeten dalam masalah ini. Dikhawatirkan akan ada jual beli label halal pada satu produk yang tidak terstandar memperoleh label halal.

Berkurangnya peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpeluang akan memunculkan pemangkasan alur dalam proses sertifikasi. Untuk mendapatkan sertifikasi halal sebuah produk memang hak produsen. Namun, hal ini juga harus tetap memperhatikan hak konsumen untuk mendapatkan produk yang benar-benar halal sesuai dengan tuntunan syariat Islam, bukan kepentingan.

Selain itu, banyak pihak yang juga mengkritisi pada logo halal yang baru. Karena sangat berbeda dengan logo yang lama. Label baru tersebut dinilai lebih menitikberatkan pada nilai politis daripada fungsinya. Harusnya logo halal tertulis dengan jelas. Logo ini mirip dengan pintu lakon Wayang Jawa, yang mencerminkan budaya Jawa. Sehingga tidak mewakili semua budaya yang ada di Indonesia. Bahkan kesan yang muncul, justru logo tersebut bukan seperti huruf Arab.

Polemik logo label halal yang baru tersebut, dinilai lebih mengedepankan unsur artistik dan budaya lokal tertentu, daripada menonjolkan kata halal dalam bahasa Arab. Harusnya logo halal suatu produk di Indonesia bahkan negara lain, dibuat jelas, mudah dibaca dan menggunakan logo yang sudah familiar di masyarakat. Tujuannya agar umat Islam mudah untuk mengidentifikasi kehalalan suatu produk tersebut.

Jaminan halal sangatlah ditekankan dalam Islam. Indonesia yang mempunya jumlah penduduk muslim terbesar ini, sangat membutuhkan kejelasan tentang halal dan haramnya sesuatu yang akan dikonsumsinya. Sebagai keluarga muslim yang hidup dalam sistem kapitalisme, yakni sistem yang tidak pernah memikirkan halal dan haram pada semua aktivitas maupun barang, tentu umat Islam mengandalkan label halal pada setiap barang atau makanan yang dikonsumsi.

Umat Islam sangat memerlukan jaminan halal terhadap apa yang dikonsumsinya. Karena, makanan adalah kunci membuka kesucian hati, kejernihan pikiran, dan ketakwaan kepada Allah Swt. Karena sesungguhnya, Islam telah menyeru kepada umatnya untuk selalu mengonsumsi semua makanan dan barang yang halal. Sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 168 yang artinya:

“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

Sehingga, Islam mewajibkan kepada pemerintah untuk memastikan setiap produk yang beredar adalah halal. Produk haram tidak memiliki tempat, kecuali tempat-tempat tertentu yang memang menjadi kebutuhan umat lain. Bahkan di setiap pasar, pemerintah akan menugaskan syurthoh (polisi) yang berkeliling untuk memastikannya.

Oleh karena itu, seharusnya pemerintah bisa berkaca kepada syariat Islam dalam memberi perlindungan jaminan halal kepada umat Islam. Perlu sebuah lembaga yang bisa memberi perlindungan kepada konsumen tentang status kehalalan semua produk yang ada. Lembaga pemerintah yang bisa memberikan rasa aman dan tenteram kepada semua umat muslim, karena sudah ada jaminan kehalalan barang yang akan dikonsumsinya dan barang tersebut sudah terindikasi dengan jelas.

 

 

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi