Oleh. Ummu Kembar (Komunitas Menulis Setajam Pena)
Tepat dan tegas, itu yang mesti dilakukan oleh Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim dalam menentukan hukum bagi masyarakatnya, tanpa bersyarat. Seperti halnya UU L68T. Menurut LBH Pelita umat Candra Purna Irawan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru, tak tegas terkait larangan lesbian, gay, bisexual, dan transgender (L68T). Aturan yang bisa dikaitkan dengan L68T hanya tercantum dalam pasal yang berlaku umum.
Kitab Undang-Undang yang disahkan DPR pada tanggal 6 Desember 2023 memang tak secara khusus mengatur ancaman pidana terhadap orientasi sexual sesama jenis. Satu-satunya pasal yang mengatur pidana perilaku sesama jenis tercantum dalam pasal 414 tentang pencabulan yang berbunyi, “Setiap orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang berbeda atau sesama jenis kelaminnya di depan umum di pidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 9 bulan.Atau denda paling banyak katagori 111. Secara paksa diancam pidana paling lama 9 tahun. Di pasal 411 ayat (1) berpotensi menjerat L68T. Namun, ancaman pidana itu baru bisa di terapkan kalau ada pihak yang mengadukan. Atau karena pasal ini bersifat aduan delik (Republika.co.id, 22/1/ 2023).
Mengapa hal itu bisa terjadi di negeri yang mayoritas muslim?
Meskipun diterapkan undang-undang berbagai macam pidana bagi warga negara Indonesia. Namun, undang-undang tersebut juga tidak tegas. Alhasil, undang-undang tersebut bersifat karet dan itu pun butuh proses yang panjang dan tantangan yang luar biasa dari berbagai pihak.
Pelarangan L68T di Indonesia menghadapi tantangan, khususnya dari para pegiat HAM, terutama paska pengesahan KUHP yang baru yang sekaan tidak tegas melarang L68T. Inilah buah pemikiran sekuler yang diemban oleh negara.
Menurut HAM, setiap orang bebas bertingkah laku apa saja selama tidak mengganggu kebebasan orang lain. Mau heter0seksual, h0m0seksual, menikah dengan lawan jenis boleh, sesama jenis boleh, bahkan memamerkan aktivitas h0m0seksual di ruang publik juga boleh.
Maka, butuh undang-undang yang bisa menerapkan hukum di negara yang mayoritas muslim agar tegas dan tepat. Sesuatu yang jelas diharamkan oleh agama Islam tidak bisa dengan mudah dilarang oleh negara apalagi ketika ada arus global legalisasi L68T atas dasar hak asasi dan hak seksual reproduksi.
Dalam Islam, hukum itu jelas dan tepat. Seperti halnya pelarangan L68T, dalam Islam pelaku lesb1, g4y b1seksu4l, tr4nsgend3r adalah perbuatan yang buruk dan tercela.
Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum nabi Luth, maka bunuhlah pelaku dan pasangannya.” (HR Tirmidzi)
Hukum bagi pelaku liwat ini adalah opsi terakhir dari serangkaian edukasi untuk pencegahan. Negara dalam sistem Islam membentuk akidah Islam yang kokoh melalui pendidikan formal dan dakwah Islam. Sehingga, masyarakat Islam adalah masyarakat yang bertaqwa, bukan masyarakat yang mengumbar hawa nafsu. Islam juga menerapkan syariat Islam untuk menjaga interaksi laki-laki dan perempuan, mengatur laki-laki sesama laki-laki, juga perempuan sesama perempuan. Misal terkait penjagaan aurat, ada larangan tentang mandi bersama, tidur satu selimut, dll. Hal itu menunjukkan adanya kebutuhan umat akan hadirnya negara yang menerapkan aturan Allah secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu a’lam bisawab