Oleh. Ummu Hana
(Kontributor MazayaPost.com, Bogor)
Kasus tambang emas di Solok Sumatera Barat terjadi lagi. Peristiwa ini terjadi pada hari Kamis (26/9/2024). Puluhan orang penambang emas ilegal di Nagari, Sungai Abu, Kecamatan Hiliran Gumati, Kabupaten Solok, Sumatera Barat tertimbun longsor galiaan, sebanyak 15 orang meningal dunia, 11 sudah dibawa dan 4 masih di lokasi, 25 masih tertimbun, serta 3 orang lagi mengalami luka.
Kejadian penambangan ilegal ini dilakukan oleh warga negara asing asal China berinisial YH yang berhasil mengeruk emas sebanyak 774,27 kg melalui aktivitas penambangan ilegal. Ia juga berhasil mengeruk cadangan perak di lokasi tersebut 937,7 kg. Alhasil, Indonesia Rugi Rp1.02 triliun imbas aktivitas tersebut.
Peristiwa ini merupakan pengelolaan tambang yang begitu karut-marut. Hal tersebut disebabkan karena gagalnya negara dalam memetakan kekayaan alam. Sehingga, hal itu mengakibatkan terjadinya berbagai hal buruk, seperti longsor di pertambangan dan akhirnya memakan korban jiwa.
Negara seharusnya memiliki big data kekayaan atau potensi alam di wilayah tanah air. Negara juga harus memiliki kedaulatan dalam mengelolanya supaya bisa dimanfaatkan dengan baik. Seharusnya, negara memiliki kewaspadaan tinggi atas pihak asing dan pihak lainya yang merugikan Indonesia.
Karena kondisi sekarang sistem yang dijalankan bukan sistem Islam, melainkan berdasarkan sistem kapitalisme yang akhirnya membuat penguasa cuci tangan atas pengelolaan pengurusan sumber daya alam dengan mengatasnamakan penambangan ilegal. Kita tahu bahwa kapitalisme bertujuan demi materi, membuat negara setengah hati mengurus rakyat karena tambang ilegal dibiarkan berulang terjadi, sekalipun ada undang-undang yang mengaturnya. Kondisi tersebut sangat berbeda ketika hukum Islam diterapkan.
Islam mengatur pengelolaan tambang. Dalam Islam, pemimpin menjadi raa’in (pengurus) dan junnah yaitu (perisai). Kesadaran negara dalam dua peran ini akan menuntun negara mengatur potensi kekayaan alam sesuai ketentuan Allah Swt. selaras dengan keberadaanya kekayaan alamnnya.
Konsep tambang dalam Islam berkaitan dengan kepemilikan yaitu:
1. Milik individu yakni harta tambang yang jumlahnya sedikit.
2. Milik umum (milkiyah ‘ammah) yakni harta tambang yang depositnya melimpah.
3. Milik Negara yakni sumberdaya alam yang di konservasi (himma).
Jadi, barang tambang yang jumlahnya melimpah haram dimiliki oleh individu karna harta tersebut milik umum. Rasulullah saw. pernah memberikan contoh tentang hukum tambang yaitu yang wajib diambil oleh negara dalam mengelola tambang. Dari kisah Abu Hurairah secara marfu Rasulullah saw. bersabda, “Ada tiga hal yang tidak boleh dilarang orang lain dihalangi untuk memanfaatkanya, yaitu rerumputan, air, dan api.” (HR. Ibnu Majah)
Dalam Islam, pengaturan atas pengelolaan tambang harus memetakan wilayah tambang. Banyak sedikitnya tambang ditentukan oleh para ahli terkait. Sementara himma diperuntukan kebutuhan negara untuk menjaga fungsi ekologi lingkungan, dan jika jumlahnya berlimpah maka Khilafah sebagai wakil umat akan mengelola tambang secara mandiri tanpa campur tanggan swasta atau pihak lain karena memonopili tambang hukumnya haram.
Hasil pengelolaan tambang ini akan dikembalikan kepada umat. Pendistribusiannya diberikan secara langsung dalam bentuk subsidi energi dan syarat-syaratnya atau secara tidak langsung yaitu dalam bentuk jaminan gratis kebutuhan publik yang akan dibiayai oleh pos kepemilikan umum Baitul Maal. Alhasil, pengelolaan tanah tambang yang dilakukan oleh negara ataupun individu tetap dapat dimanfaatkan secara optimal dan mampu memberi kesejahteraan kepada masyarakat.