Islam Atasi Kemiskinan dan Perdagangan Orang

Oleh. Tri S, S.Si.

Sejumlah pemimpin bisnis dan pemerintahan berkolaborasi dalam Forum Bali Process untuk memerangi perbudakan modern melalui pilar transparansi rantai pasokan, perekrutan yang etis, dan ganti rugi pekerja. Mereka berkomitmen untuk memperkuat kebijakan dan kerangka hukum, mengatasi permasalahan skala perbudakan modern, dan memajukan upaya jangka panjang untuk memberantas human trafficking atau perdagangan manusia. Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, yang menjadi salah satu pembicara dalam Forum Bali Process di Adelaide, Australia, mengatakan tindak pidana perdagangan manusia semakin kompleks dan pelakunya semakin canggih (liputan6.com, 11/02/2023).

Sungguh menyeramkan fakta yang terungkap ini, mengingat permasalahan perdagangan manusia seperti fenomena gunung es yang kita belum mampu mengalkulasi datanya dengan pasti sampai ke dasarnya. Namun pertanyaan penting dari semua itu adalah kenapa hal ini bisa terjadi? Mengapa kemudian muncul alasan perdagangan seks, lilitan hutang, dan kerja paksa?
Tidakkah ini membuktikan bahwa kebijakan dalam negeri dan luar negeri terutama pada negara-negara yang masuk dalam permasalahan perdagangan manusia, tidak mampu menyelesaikan permasalahan klasik ini dengan tuntas sampai ke akarnya.

Ditambah lagi alasan ekonomi yang menjadi alasan utama jelaslah lahir dari pemahaman kapitalisme yang menjadikan manusia mendewakan materi dan kesenangan hidup di dunia. Fenomena perdagangan orang kian marak terjadi di negeri ini. Tidak cukup sekadar mengiming-imingi pekerjaan kepada orang yang membutuhkan para sindikat pun menggunakan cara-cara yang canggih untuk menyamarkan tindakan zalim tersebut.

Sebab, meningkatnya perdagangan orang tidak dimungkiri disebabkan oleh faktor ekonomi. Tingginya angka pengangguran dan PHK membuka celah bagi sindikat maupun korbannya. Masyarakat yang diimpit masalah ekonomi dijadikan sasaran empuk para sindikat yang terorganisir apik ini untuk diimingi pekerjaan. Siapa yang tidak tergiur ditawari pekerjaan di luar negeri dengan gaji yang besar. Mengingat kondisi di negerinya sendiri tidak mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Meskipun negara telah berupaya mencegah munculnya human trafficking dengan menerbitkan Perpres No. 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pun negara telah menyiapkan langkah lain untuk menjegal TPPO dengan Rencana Perpres Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (RPerpres RAN PP TPPO). Femmy Eka Kartika Putri, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK menyampaikan, RPepres RAN PP TPPO adalah penguatan dari Permenko PMK No 2 Tahun 2016 tentang RAN PTPPO 2015-2019 (kemenkopmk.go.id).

Namun, berbagai langkah yang ditempuh pemerintah TPPO ini justru makin marak terjadi. Mengapa? Ya, sebab sejatinya upaya negara dalam hal ini tidak menyentuh akar persoalannya. Negara hanya mengentaskan masalah pada persoalan cabang. Apalagi dengan kebijakan investasi dan tenaga kerja asing yang justru diberi karpet merah.

Hal ini menambah berat beban rakyat yang tengah terpincang-pincang mencari pekerjaan. Ditambah penghasilan milyaran rupiah yang diperoleh dari bisnis kotor ini menjadikan oknum-oknum petugas bekerja sama dengan mafia sindikat perdagangan orang. TPPO ini bukanlah persoalan meningkatkan kerja sama dalam penguatan hukum, menajamkan kerja sama pengawasan perbatasan, meningkatkan pemanfaatan platform teknologi serta melakukan penelitian, menyusun pedoman dan pelatihan untuk responden pertama di perbatasan. Namun, persoalan yang mendasar adalah negara mengabaikan perannya sebagai pengurus urusan rakyat.

Andai sistem saat ini mengomando negara untuk bertanggung jawab atas rakyatnya, sudah pasti tidak akan terjadi human trafficking. Namun sayang, hal demikian bukanlah tabiat sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme ini dibuat hanya untuk memakmurkan kaum pemodal, sedangkan negara hanya sebagai regulator semata. Alhasil, kesejahteraan rakyat dilimpahkan kepada pengusaha atau bahkan ke pundak rakyat masing-masing.

Hal ini jauh berbeda dengan sistem Islam. Sistem pemerintahan Islam memfungsikan pemimpin negara sebagai pelayan, pelindung, dan pengurus urusan rakyat. Negaralah yang bertanggung jawab atas setiap pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, peribahasa ini menggambarkan bagaimana sistem Islam bekerja. Negara sebagai pengurus urusan rakyat akan menyediakan lapangan pekerjaan dan mewajibkan laki-laki untuk bekerja. Sumber daya alam harus dikelola oleh negara yang hasilnya dimanfaatkan kembali untuk rakyat.

Dengan pengelolaan sumber daya alam yang benar, maka rakyat akan mendapatkan kebutuhan dasarnya semisal, sembako, air, listrik, BBM, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya dengan harga yang murah atau bahkan gratis. Inilah salah satu pengaturan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi yang bertujuan untuk penyejahteraan rakyat, bukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang hanya memperkaya kaum kapitalis. Dengan pengurusan demikian, maka rakyat tidak akan pontang-panting mencari pekerjaan ke luar negeri. Perempuan-perempuan dan anak-anak akan terjaga kehormatannya demikian pula kaum laki-lakinya.

Di dalam Islam, negara akan memfungsikan keluarga sebagaimana fungsinya. Suami sebagai pencari nafkah, istri sebagai ibu, manajer rumah tangga serta sebagai guru pertama di rumah bagi anak-anaknya. Demikian cemerlangnya Islam mengatur kehidupan manusia.

Tidak sebagaimana sistem kapitalisme yang salah atur dan salah asuh. Salah mengatur segala aspek, aspek sosial, aspek ekonomi, aspek politik, aspek pendidikan, dan seluruh aspek kehidupan lainnya. Salah asuh dalam mengasuh rakyatnya.

Demikianlah sistem ini berjalan tidak dilandasi atas akidah yang shahih. Sebab, sistem kapitalisme menafikan aturan agama dalam ranah publik. Hanya sistem Islam yang dilandasi oleh akidah yang shahih, sebab setiap aturannya berasal dari wahyu Allah Swt. Setiap aspek kehidupannya berjalan di atas rel syariat. Hal ini wajib untuk diterapkan oleh umat manusia untuk kesejahteraan manusia itu sendiri.

Ya, sudah saatnya kita menggunakan solusi yang memang akan menuntaskan permasalahan ini. Permasalahan di mana kesenangan hidup dipandang amat penting, di mana manusia dipandang sangat rendah, dan uang dianggap mampu memberikan segalanya. Islam memiliki solusi yang solutif. Di dalam Islam, negara dalam hal ini adalah pemerintah, bertanggung jawab atas kebutuhan ekonomi rakyatnya ketika wali dari perempuan sudah tidak ada atau ketika suatu keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.

Selain itu, negara mampu menjadi penjaga akidah dan keimanan rakyatnya di mana hal tersebut akan termaktub dalam aturan negara. Sehingga, tidak mungkin ada rakyat yang mau dijual ataupun melakukan praktik penjualan manusia karena hal ini jelas bertentangan dengan hukum Islam. Seperti halnya yang disabdakan Rasul saw:

“Dan seorang pemimpin adalah pemelihara kemaslahatan masyarakat dan dia bertanggungjawab atas mereka.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad)

Ini pun pernah dicontohkan oleh Umar bin Khattab ra. saat menjadi khalifah. Beliau berkeliling kota kemudian mengetahui ada salah satu keluarga yang kelaparan sampai-sampai memasak batu untuk anaknya. Beliau pun langsung memberikan gandum dan memasak untuk keluarga tersebut dan menungguinya sampai beliau yakin benar bahwa keluarga tersebut merasa kenyang.

Ini merupakan hal yang mustahil dilakukan dalam kondisi saat ini di mana sekularisme dan liberalisme menjadi asas yang dipegang negara saat ini. Sudah saatnya, terapkan Islam secara menyeluruh dalam segala ranah kehidupan kita dan tidak mungkin Islam dapat diterapkan secara menyeluruh tanpa sedikit pun kompromi dengan hukum buatan yang sarat nafsu tanpa adanya sistem Islam dalam naungan negara. Syariat Islam ada untuk menjaga dan melindungi harta, jiwa, raga, dan akidah umat manusia. Hal tersebut hanya akan terwujud dengan ditegakkannya Kh1l4f4h Islamiah.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi