Islam Agama Sempurna, Mengapa Harus Moderasi?

Oleh Ismawati

Melalui firman Allah Swt. dalam QS. Hud ayat 1 yang artinya, “Inilah Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi kemudian dijelaskan secara terperinci, (yang diturunkan) dari sisi (Allah) Yang Mahabijaksana, Mahateliti”.

Allah Swt. menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang berasal dari Allah Swt. yang diturunkan kepada Rasulullah Saw. untuk disampaikan kepada umat-Nya. Saking sempurnanya, Islam hadir bukan hanya mencakup perkara akidah dan ibadah, tapi juga perkara akhlak, muamalah, uqubat (sanksi).

Melalui ayat yang lain, Allah Swt. menerangkan bahwa Islam adalah satu-satunya agama dan jalan hidup yang sempurna. Allah Swt. pun ridha terhadap Islam sebagaimana firman-Nya,

“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. Ali Imran : 19).

Menurut tafsir Ibnu Katsir dalam ayat ini dijelaskan bahwa sebagai berita dari Allah Swt. yang menyatakan bahwa “Tidak ada agama yang diterima dari seseorang di sisi-Nya selain Islam, yaitu mengikuti para rasul yang diutus oleh Allah Swt. di setiap masa, hingga diakhiri dengan Nabi Muhammad Saw. yang membawa agama yang menutup semua jalan lain kecuali hanya jalan yang telah ditempuhnya. Karena itu, barang siapa yang menghadap kepada Allah —sesudah Nabi Muhammad Saw. diutus— dengan membawa agama yang bukan syariatnya, maka hal itu tidak diterima oleh Allah.”

Artinya, Islam tidak menerima pluralisme atau mengatakan semua agama sama.

Tidak dapat dimungkiri memang masyarakat tumbuh di tengah etnis, suku, bahasa, agama, adat istiadat yang berbeda-beda. Memang dibutuhkan tatanan kerukunan beragama untuk menyatukan perbedaan. Hanya saja, kerukunan beragama tidak dapat diwujudkan melalui moderasi.

Sebagaimana disampaikan Wakil Ketua MPR-RI sekaligus Anggota DPR-RI Komisi VIII yang membidangi urusan agama, Hidayat Nur Wahid. Dalam agenda Dialog Kerukunan Umat Beragama yang diselenggarakan oleh Kanwil Kemenag DKI Jakarta, Kamis (18/5) mengatakan bahwa laju moderasi beragama memiliki basis pada Konstitusi, dan itu menjadi kunci hadirnya kerukunan di antara umat beragama dan antara warga bangsa Indonesia.

Moderasi beragama yang diusung mengandung makna kerukunan dalam beragama. Tidak ekstrem atau fanatik terhadap agama. Sayangnya, sasaran fanatik dalam beragama adalah ia yang menjalankan syariat Islam sempurna.

Akibatnya, paham sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan) mulai berkembang. Mengganggap seolah-olah berbicara agama hanya di ranah ibadah saja, bukan dalam kehidupan.

Sementara tentang kerukunan beragama, sudah jauh-jauh waktu dicontohkan oleh Islam. Masyarakat non muslim akan dijaga hak asasi beragamanya. Kebutuhan dan hak hidup mereka dipenuhi oleh negara. Rahmat Islam akan terasa bagi mereka, karena kebaikan Islam dalam menyampaikan ajarannya. Islam sangat menjaga dan menghormati keberagaman warga negaranya.

Kerukunan beragama tidak bisa muncul jika negara masih menerapkan sistem sekuler buatan Barat. Tidak ada moderat atau mengambil jalan tengah dalam beragama. Islamlah yang memiliki ajaran sempurna, yang menerapkan syariat dalam seluruh kehidupan, tanpa pilih. Karenanya, terwujud kesejahteraan, keadilan, dan ketentraman dalam masyarakat yang berbeda akidah.

Agama dari Allah Swt. Sang pemilik alam semesta, manusia, dan kehidupan. Maka, tidak akan salah dalam penerapannya. Sejarah mencatat, selama 13 abad lebih Islam berkuasa, semua bisa hidup berdampingan meskipun dalam keberagaman. Karena keberagaman adalah sunatullah yang harus diterima seluruh manusia.

Wallahua’lam bis shawab.

Dibaca

 9 total views,  2 views today

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi