Oleh: Ummu Kembar (Komunitas Menulis Setajam Pena)
Ratusan infrastruktur dan fasilitas publik rusak akibat gempa bermagnitudo 5,6 yang melanda Cianjur Jawa Barat. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat kerusakan, sebanyak 144 tempat ibadah, 16 gedung perkantoran, dan 3 fasilitas kesehatan. Sedangkan jumlah rumah warga yang rusak sebanyak 56.320 unit (kompas.com, 26/11/2022).
Selain infrastruktur dan fasilitas publik yang rusak, juga banyak korban yang meninggal dunia akibat gempa tersebut. Melalui konferensi pers di pusat posko bencana kantor bupati Cianjur deputi 111 Bidang Penanganan Darurat BNPB Mayjen Fajar Setyawan menyampaikan, korban meninggal 318 orang, 14 jiwa masih dalam pencarian (BBC.News, 26/11/ 2022).
Di tengah bencana yang di alami oleh warga Cianjur, Jawa Barat tersebut, seharusnya mendapatkan dukungan serta do’a dari berbagai kalangan. Namun, justru ada puluhan ribu orang berkumpul memadati stadion utama Gelora Bung Karno (GBK) Senayan Jakarta, pada Sabtu 26/11/2022. Mereka adalah para relawan Nusantara Bersatu. Sangat disayangkan ada pertemuan relawan di tengah bencana gempa yang hingga saat ini masih membutuhkan pertolongan dan bantuan. Pertemuan tersebut tentunya menghabiskan biaya besar. Apalagi di tengah suasana politik menjelang pemilu 2024.
Pertemuan dengan relawan, “rawan” dengan kepentingan pribadi dalam hal jabatan atau kekuasaan. Adanya penipuan kegiatan makin menguatkan dugaan tersebut. Seperti yang di sampaikan oleh beberapa peserta relawan, mereka mengaku tidak tau- menau tentang acara tersebut. Ada juga yang mengaku kecewa dan bingung, dia mengira ada acara sholawat qubro yang menghadirkan Habib Lutfi Bin Yahya, kiyai Nahdlatul Ulama yang juga anggota dewan pertimbangan presiden.
Tidak sepatutnya Presiden bertemu dengan pendukungnya sebagai capres. Pertemuan presiden dengan pendukung(relawan) tentu rawan ditunggangi politik, apalagi negeri ini sedang berduka. Seharusnya, seorang muslim berempati kepada muslim yang lain. Seorang muslim dengan muslim lainnya ibarat satu tubuh. Sabda Rasulullah saw.:
“Perumpamaan orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut merasakan.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Inilah realitas politik kapitalisme, menghalalkan berbagai cara untuk meraih tujuannya, tak peduli di situasi sedih dan berduka. Kepedulian dan empati seolah telah terkikis dari nurani.
Ini berbeda pada pemerintahan Islam. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar Bin Khotob di masa pemerintahannya mengalami musibah atau bencana. Pada saat itu, negerinya mengalami tahun abu selama sembilan bulan. Tidak ada hujan sama sekali, kekeringan melanda, paceklik pun terjadi. Terjadi gagal panen, hewan ternak pada mati akibatnya penduduk Madinah kesulitan mendapatkan makanan. Lalu, penduduk di sekitar Madinah berdatangan ke Madinah untuk meminta bantuan makanan. Khalifah Umar pun membantu mereka. Hingga akhirnya cadangan makanan menipis, karena begitu banyak yang datang meminta bantuan, sedangkan hujan tak kunjung turun.
Melihat kondisi rakyatnya yang kesulitan makan, maka Umar bersumpah tidak makan daging, susu, dan samin sampai paceklik berakhir dan rakyat kembali seperti sedia kala. Umar Bin Khatab memenuhi sumpahnya. Beliau memakan roti dan zaitun saja hingga paceklik berakhir. Akibatnya ,kulit Umar berubah yang awalnya putih kemerahan menjadi hitam.
Inilah gambaran sosok seorang pemimpin umat yang berempati kepada rakyat yang kesulitan, bahkan terjun langsung merasakan kesulitan rakyatnya. Bukan malah bersuka cita di tengah duka rakyat.
Wallahu a’lam bishawab