Oleh. Wa Disa (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Buton)
Peringatan Hari Ibu tahun 2022 dilaksanakan pada 22 Desember. Tahun ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) telah membuat tema Hari Ibu 2022. Menurut KemenPPA, catatan penting dari Peringatan Hari Ibu di Indonesia adalah bukan perayaan Mother’s Day sebagaimana yang diperingati di negara lain. Sejarah mencatat dicetuskannya Hari Ibu di Indonesia merupakan tonggak perjuangan perempuan untuk terlibat dalam upaya kemerdekaan bangsa dan pergerakan perempuan Indonesia dari masa ke masa dalam menyuarakan hak-haknya guna mendapatkan perlindungan dan mencapai kesetaraan. Oleh karena itu, tema dan sub tema PHI setiap tahun akan berlandaskan catatan penting tersebut.
Peringatan Hari Ibu tahun ini masih bertemakan pemberdayaan ekonomi ibu, “Perempuan Berdaya Indonesia Maju.” Setidaknya, sudah 6 tahun sejak 2017, peringatan hari ibu selalu bertemakan demikian. Ini karena perempuan kini dianggap sebagai backbone atau tulang punggung perekonomian keluarga, juga negara.
Hal ini tampak jelas melalui peringatan hari ibu ke-94 pada tanggal 22 desember lalu yang mengusung tema” Perempuan Berdaya Indonesia Maju”.selain tema utama, ditetapkan sub-sub tema untuk mendukung tema utama tersebut, yang semuanya mengarah kepada pemberdayaan ekonomi. Sub tema tersebut adalah kewirausahaan perempuan, perempuan dan digital ekonomi, perempuan dan kepemimpinan dan perempuan terlindung perempuan berdaya (tirto.id, 13/12/2022).
Pakar ekonomi dari UGM, Poppy Ismalina Ph.D. membenarkan bahwa perempuan memiliki pengaruh besar dalam perekonomian bangsa. Menurut hasil penelitiannya sendiri, UMKM yang merupakan penyokong utama perekonomian Indonesia (99,99%) dan kontributor terbesar bagi PDB (60,5%), 60 persennya dikelola perempuan. (Newsindonesia, 18-12-2022)
Oleh karenanya, peringatan Hari Ibu dipandang sebagai ajang untuk kembali memperjuangkan hak-hak perempuan. Dari sinilah perempuan dianggap bakal memiliki andil yang besar dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, membuka lapangan kerja, bahkan menyokong pertumbuhan perekonomian bangsa.
Ini adalah pengaruh dari kapitalisme yang menjadikan tolok ukur keberhasilan dari sudut pandang materi. Pihak yang produktif adalah yang berkuasa. Siapa saja yang tidak dapat menghasilkan materi dianggap rendah. Oleh karenanya, ibu rumah tangga dipandang sebagai pekerjaan rendah dan sebelah mata.
Dalam perkembangannya, dibuatlah istilah pemberdayaan perempuan untuk mendorong perempuan agar keluar rumah dan mengejar materi, meninggalkan amanah utamanya sebagai istri dan pendidik generasi.
Beragam upaya pemberdayaan ekonomi perempuan telah dilakukan, namun kondisi mereka tidak berubah. Beban berat yang ditanggung perempuan hari ini menunjukkan bahwa berbagai program pemberdayaan ekonomi perempuan telah gagal mewujudkan janji kesejahteraan perempuan. Kondisi ini menunjukkan fakta bahwa sistem sekuler kapitalistik memberi ruang hidup yang buruk bagi perempuan.
Perempuan Terpuruk dalam Sistem Kapitalisme
Pemberdayaan ekonomi perempuan tak lepas dari paradigma kapitalisme yakni asas manfaat alias mendapatkan keuntungan materi yang sebesar-besarnya. kapitalisme juga memandang perempuan tak ubahnya seperti barang komoditas yang bisa menghasilkan uang, bukan sebatas skill, tetapi dari ujung rambut sampai ujung kaki sekalipun kaum perempuan dinilai dengan materi. Hal ini tentu saja tidak akan melepaskan peluang ekonomi apapun. Termasuk, peluang ekonomi yang akan diperoleh ketika perempuan terjun dalam kegiatan ekonomi. Walhasil, anggapan bahwa perempuan adalah tulang punggung perekonomian Negara kian menjamur.
Kaum perempuan tengah diracuni dengan ilusi. Bagaimana tidak, tanpa disadari mereka telah digiring keluar rumah berlomba-lomba menyibukkan diri untuk kemajuan ekonomi bangsa karenanya banyak diantara mereka yang menjadi buruh pabrik dan aktif bergerak dibidang UMKM dengan gaji yang sangat rendah tentunya karena dalam sistem kapitalisme tidak adanya jaminan ketenagakerjaan. Keluarnya kaum perempuan bekerja sebagai buruh memang menjadi sasaran empuk bagi oligarki untuk mengekploitasi tenaga mereka karena perempuan sejatinya adalah makhluk yang ulet, tekun dan telaten yang akan bersaing dengan pekerja laki-laki melalui racun kesetaraan gender yang tengah di gencarkan oleh kaum feminis untuk menggeser peran domestik perempuan.
Tentu saja, ketika sebagian besar kaum perempuan yang sudah teracuni oleh faham feminisme melalui kesetaraan gender akan disibukkan dengan dunia kerja dan kiprah lainnya diranah publik, maka ranah domestik yakni pengaturan rumah tangga akan tersisihkan, karena bagi mereka mengambil peran menjadi ibu dan pengatur rumah tangga adalah pekerjaan yang kolot, mengekang, membuang-buang waktu dan tidak menghasilkan materi. Dari sini bisa kita simpulkan, bahwasanya kaum feminis merupakan perjuangan untuk melepaskan perempuan dari kehidupan rumah tangga dan mandiri dari laki-laki. Mereka mendorong perempuan berkarir untuk mengejar ekonomi dan menjauhkan tugas utamanya dirumah sebagai istri dan pendidik generasi.
Islam Memuliakan Perempuan
Islam yang memiliki pengaturan yang lengkap dan pernah dipraktikkan dalam sebuah negara berupa Khilafah Islamiah. Islam tidak memandang perempuan sebagai aset yang harus dioptimasi dalam dunia ekonomi, tetapi perlakuan hormat dan baik kepada perempuan merujak pada perintah dan larangan Allah.
Dalam sistem Islam tidak dikenal regulasi yang memerintahkan perempuan untuk bekerja. Tidak ada situasi yang membuat perempuan mau tidak mau harus bekerja karena penafkahan dalam peradaban Islam diwajibkan hanya kepada laki-laki. Islam memandang bahwa perempuan memiliki hak finansial sejak lahir hingga meninggal, dimana itubmerupakan ranggung jawab walinya, yaitu ayah, suami atau saudara laki -laki dan negara. Sistem Islam tidak mengenal pemberdayaan ekonomi perempuan, apalagi untuk menyokong ekonomi negara.
Indikator kemuliaan dan kesejahteraan perempuan tidak berkaitan dengan kontribusi ekonomi. Perempuan dihormati bukan karena menghasilkan uang bagi keluarga, tetapi karena ada perintah langsung dari Allah dan Rasulullah.
Syariat Islam menempatkan perempuan dalam kedudukan mulia. Segenap aturan yang mengikat perempuan sejatinya dalam rangka menjaga kemuliaan mereka sebagai “pabriknya” generasi. Merekalah penentu bangkit dan runtuhnya sebuah peradaban. Di antara ketentuan tersebut ialah:
Pertama, sebagai ummun warabatul bait, yaitu ibu generasi dan pengelola rumah tangga. Sebagai ibu, perannya tidak main-main, juga bukan kaleng-kaleng. Di tangan merekalah generasi terbentuk. Baik buruknya generasi bergantung pada pola pendidikan dan pengasuhan yang diberikan kaum ibu. Jadi, tidak berlebihan jika sebuah peradaban ditentukan dari para perempuannya.
Kedua, pemberdayaan perempuan dalam Islam adalah mengoptimalkan potensi dannperan publiknya untuk kemaslahatan umat, yaitu berdakwah, melakukan amar makruf nahi mungkar, dan membina umat dengan tsaqafah Islam.
Ketiga, perempuan bekerja hukumnya mubah. Pekerjaan tidak boleh melalaikannya dari tugas utamanya sebagai ibu dan pendidik generasi. Dalam Islam, kewajiban nafkah hanya dibebankan kepada laki-laki. Oleh karenanya, negara akan memberikan kesempatan dan lapangan kerja kepada laki-laki. Negara juga akan memenuhi kebutuhan pokok rakyat dengan maksimal sehingga perempuan tidak perlu mencari tambahan penghasilan.
Keempat, Islam memberikan hak yang sama pada perempuan dalam menempuh pendidikan. perempuan tetap boleh berkiprah dalam ranah publik karena ia merupakan anggota masyarakat dan warga Negara dengan segala kewajiban menuntut pelaksanaanya. Seperti menuntut ilmu, silaturahmi dan berdakwah dan lain-lain diranah publik serta dalam islam perempuan boleh dipilih menjadi majlis umat, sehingga memiliki hak untuk memilih khalifah. Selain itu perempuan juga diperbolehkan menduduki posisi-posisi strategis seperti menjadi qodhi (hakim) namun perempuan tidak diperbolehkan menjadi penguasa seperti khalifah, wali (pejabat setingkat gubernur) dan amil (pejabat setingkat bupati/walikota). Perempuan boleh menjadi guru, dokter, insinyur, dll. untuk mendedikasikan ilmunya demi kemaslahatan umat. “Bekerjanya” perempuan bukan untuk mencari uang, tetapi sebagai ibu arsitek peradaban. Peran keibuan mereka bukan “pekerjaan” yang mudah dan remeh, melainkan menyiapkan generasi cerdas dan saleh/salihah.
Inilah pandangan Islam tentang peran aktif perempuan. Hanya Islam yang mampu menempatkan perempuan pada kedudukan mulia, menempatkan perempuan sesuai dengan fitrah penciptaanya, memuliakannya dan menjamin hak dan kewajibannya terpenuhi berdasarkan hukum syara’ serta menjamin keamanan dan kesejahterannya yang tidak akan pernah bisa diberikan oleh sistem buatan manusia manapun di dunia ini. Dengan penerapan sistem Islam secara kaffah, tidak akan ada perempuan yang termarginalkan dan terpinggirkan. Mereka juga tidak dibebani dengan persoalan ekonomi. Oleh sebab itu, sudah saatnya perempuan merapatkan barisannya dalam rangka perjuangan penegakan kembali syariat Allah di muka bumi ini. Allahu Akbar!
Mekanisme dalam Islam bagi Pemberdayaan Ekonomi
Mekanisme yang dijalankan sistem Islam untuk mengatasi ketidaksejahteraan perempuan adalah menyelesaikan problem dari akarnya. Bukan memberi solusi hanya untuk bertahan hidup dengan berbagai pengorbanan yang membebani dan membuatnya meninggalkan kewajiban pokoknya, yaitu memelihara dan mendidik anak.
Adapun mekanisme yang dilakukan oleh negara untuk pemberdayaan ekonomi adalah:
Pertama, mengakhiri pembayaran utang negara dari lembaga founding dan semua pinjaman lain karena negara Islam merypakan Institusi mandiri tidak bergantung pada bantuan asing.
Kedua, menghapus perekonomian rakyat berbasis ribawi, menutup bank-bank ribawi dan mengalihkannya pada akad-akad yang sesuai dengan syariat.
Ketiga, melarang semua bentuk penimbunan kekayaan.
Keempat, menstabilkan pasokan uang dan harga dengan memastikan mata uang kertas sepenuhnya didukung emas dan perak yang dimiliki negara. Mekanisme ini akan membuat negara aman dari inflasi.
Kelima, menghapus segala bentuk pungutan berupa pajak dan menerapkan skema pungutan berdasarkan ketentuaan syariat Islam.
Keenam, mengelola semua sumber daya milik umum secara mandiri dan memanfaatkannya untuk kepentingan rakyat.
Ketujuh, meninjau ulang lahan-lahan pertanian untuk diubah menjadi lahan produktif. Para pemilik lahan yang mengabaikan tanahnya akan diberi peringatan untuk segera mengolahnya. Mekanisme ini menghilangkan kesenjangan, di mana sekelompok kecil menumpuk lahan, sedangkan yang ingin bekerja tak memiliki lahan.
Ketika regulasi Islam ini diterapkan oleh negara, maka tidak perlu ada program yang memaksa perempuan untuk bekerja. Bagi perempuan, bekerja hanyalah pilihan, tidak wajib. Kewajiban Nafkan ada pada pundak kaum laki-laki. Jika ia bisa mengatur waktunya dengan baik dan tugas utamanya bisa dijalankan dengan baik, itu boleh dilakukan. Dengan regulasi ini, justru Islam memuliakan perempuan, sementara Kapitalisme mengeksploitasinya. Karenanya, negara memiliki kewajiban dalam regulasi guna menjaga kehormatan dan kemuliaan kaum perempuan.
Wallahu a’lam