Investasi China Meningkat: Mengokohkan Penjajahan China

Oleh Ainun Afifah

Investasi China di Indonesia terus meningkat, seperti yang kita ketahui hubungan Indonesia dengan China memang cukup erat baik dari perdagangan maupun investasi. Terlebih kepulangan Presiden Jokowi dari China ke tanah air menyusul komitmen investasi yang didapatkan dari perusahaan asal China, Xinyi International Investment Limited senilai US$ 11,5 miliar atau setara Rp 175 triliun.

Hal ini tentu membuat Presiden tampak sumringah dengan menyambut baik rencana investasi yang akan dilakukan Xinyi Group. Jokowi mengungkapkan Tiongkok merupakan mitra strategis bagi Indonesia.

Jebakan Utang

Sekilas investasi tampak sebagai hal yang positif karena adanya dana yang masuk ke dalam negara. Terlebih menurut teori kapitalisme, dana yang masuk tersebut akan mengggerakkan industri, pembangunan, dan kemudian rakyat akan merasakan kesejahteraan. Tapi faktanya, jauh api dari panggang. Sejatinya investasi yang masuk berpotensi menambah ‘utang’ dan Indonesia terjerumus dalam jebakan utang.

Sebagaimana dikutip dari suara.com (28/7/23), Kementerian Keuangan mencatat adanya kenaikan jumlah utang pemerintah pada bulan Juni 2023, dimana angkanya bertambah Rp17,68 triliun sehingga total utang RI menembus Rp7.805,19 triliun. Angka ini tentu sangat tinggi, belum lagi bunga yang timbul dari utang.

Sejalan dengan itu, Peneliti China-Indonesia di Center for Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Zulfikar Rakhmat mengatakan “Ada masalah invetasi yang perlu jadi perhatian adalah peningkatan utang luar negeri Indonesia dari China dan potensi perangkap utang. Apa yang terjadi di Srilangka, Zimbabwe, saya tidak akan mengatakan Indonesia tidak akan seperti itu, tetapi tanda dari indikasi tersebut ada,” ujarnya.

Bentuk Panjajahan

Sebagai pengutang, menjadi pasti Indonesia tidak memiliki posisi yang kuat, akan mudah di atur oleh pemberi utang. Hal inilah kemudian membuka pintu penjajahan lewat utang dan investasi. Eratnya hubungan China-Indonesia menyimpan bahaya yang serius. China tentu saja tidak akan memberi cuma-cuma kepada Indonesia.

Ketergantungan Indonesia dengan China membuat Indonesia tidak memiliki posisi yang kuat terhadap Laut China Selatan. Bahkan dikatakan Indonesia hanya mampu memonitor kapal China yang masuk ke laut Indonesia, tanpa perlawanan. Bahkan pemerintah selalu merubah-ubah kebijakan ekspor, terkhusus komoditas mineral.

Tidak sampai di situ, ketika ada konflik China-Taiwan, kita hanya diam. Ketika PBB mau berdebat soal Uighur, kita pun mengatakan ‘tidak’. Miris memang, Indonesia di dikte sedemikian hingga slogan HAM seolah tidak pernah ada. Tetapi di sisi lain, L68T yang semakin menjamur tak mampu dibasmi dengan dalih HAM.

Lebih mengkhwatirkan lagi, dengan Indonesia dan China yang telah menandatangani Local Currency Settlement (LCS), di mana dua negara menggunakan yuan dan rupiah dalam transaksi ekonomi karena Negara Tirai Bambu itu gemar melakukan devaluasi mata uang.

Berbagai fakta dan pendapat para pakar tak jua membuat pemerintah membuka mata dan pikiran bahwa ini adalah bentuk penjajahan dan harus di putuskan. Seolah fakta dan pendapat para pakar di atas tak berarti apa-apa bagi pemerintah.

Regulasi Islam

Islam dengan seperangkat aturannya termasuk peraturan ekonomi tidak akan begantung pada investasi ataupun utang yang menghasilkan praktek riba didalamnya. Dalam Islam jelas mengharamkan riba dalam jumlah dan bentuk apapun. Selain itu, melalui investasi asing ini yang berujung pada lemahnya kedaulatan negara dan penguasaan negara luar terhadap aset-aset milik umat. Allah Swt. berfirman dalam QS An-Nisa: 141,

“Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman.”

Sehingga regulasi ekonomi yang mengatur aset sumber daya alam dan berbagai aset umat yang lain, diatur dengan regulasi yang berasal dari sistem Islam kafah. Regulasi yang dijalankan menggunakan pembiayaan pembangunan didalam sistem keuangan baitulmal.

Dengan tiga pos pendapatan utama, maka tidak akan dibutuhkan pinjaman dan investasi dari negara lain untuk membiayai roda pembangunan ekonomi.

Pos pendapatan utama yang dimaksud berasal dari pemasukan zakat mal, pemasukan dari pengelolaan aset milik umum meliputi semua sumber daya alam dengan deposit melimpah yang dikelola negara secara mandiri, dan pengelolaan harta negara semacam pemasukan dari tanah produktif dan lain-lain.

Dalam Islam, investasi diperbolehkan dengan syarat yang sangat ketat. Investasi asing tidak boleh masuk dalam pengelolaan SDA milik umum, kebutuhan pokok rakyat, atau kebutuhan hidup orang banyak. Investasi yang ribawi dan melanggar syariat juga tidak akan diperbolehkan.

Beginilah seharusnya kebijakan negara terhadap investasi asing, yaitu waspada dan taat syariat. Bukan justru bangga terhadap derasnya investasi asing, padahal hakikatnya terjajah. Dan tentu hal ini hanya bisa di terapkan dalam sistem Islam dalam bingkai institusi negara Khilafah.

Wallahua’lam bis shawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi