Indonesia Darurat Kejahatan Seksual Anak

Oleh. Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Ummat)

Dunia anak yang identik dengan dunia bermain, kini bergeser pada dunia porno di area dewasa. Betapa tidak, gaya hidup bebas kian menuju tiang tertinggi. Alarm seks bebas kian berbunyi nyaring. Tontonan berbau porno seliweran di televisi maupun dunia media sosial. Hal itu menjadi rangsangan seksualitas bagi siapa saja, termasuk anak belum baligh.

Indonesia Darurat Kejahatan Seksual Anak

Tak dimungkiri, kejahatan seksual sering kali terjadi, termasuk di salah satu negeri muslim terbesar ini, Indonesia. Masih hangat diberiyakan bahwa seorang siswi TK di Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto diduga diperkosa 3 bocah laki-laki SD yang baru berusia 7 tahun. Anak perempuan berusia 6 tahun itu mengalami trauma karena sudah beberapa kali mengalami kejadian serupa (detik.com, 21/1/2022).

Kasus yang menimpa siswi TK di Mojokerto ini bukanlah kasus pertama, tetapi sudah banyak kejadian serupa yang tak kalah memprihatinkannya. Fantasi seksualitas anak usia dini telah mematangkan jinsiyah mereka meski belum mengalami ihtilam (baligh bagi anak laki-laki). Dorongan seksualitas yang terus berdansa di depan pelupuk mata membuat hasrat mereka melakukan perbuatan nista di usia yang belum sempurna akalnya.

Sungguh, keluarga dan lingkungan masyarakat memberikan pengaruh besar bagi maraknya kejahatan seksualitas anak. Ditambah lagi anak bisa sangat mudah mengakses informasi lewat internet. Banyak anak yang telah mengantongi smartphone untuk berkomunikasi yang banyak disalahgunakan.

Berbagai iklan yang mengumbar porno ataupun konten porno berseliweran di layar gepeng mereka. Nahasnya, jinsiyah mereka terstimulus sehingga mereka melakukan kejahatan seksual untuk memenuhi gejolaknya. Sesungguhnya, ini hanyalah dampak. Adapun akar masalahnya adalah akibat dari penerapan sistem kapitalisme yang berakidah sekularisme di negeri mayoritas muslim ini.

Akidah sekulerisme yang diyakini adalah sebuah paradigma yang melekat dalam kehidupan sehari-hari. Memisahkan agama dari kehidupan, nilai-nilai moral, dan agama telah dicabut dalam negara atau linkungan yang berakidah sekularisme. Derivasi dari sistem ini adalah paham kebebasan atau lebih dikenal dengan liberalisme. Paham inilah yang mendorong gaya hidup bebas, baik kebebasan beragama, berkepemilikan, berpendapat, dan bertingkah laku. Jelas, kebebasan ini semakin terang-terangan menanggalkan aturan agama dalam kehidupan.

Sementara proses pendidikan di sekolah belumlah sesuai fungsi utamanya. Saat ini, sekolah hanya sebagai institusi pendidikan yang bersifat materialistik, alih-alih mampu mencetak anak-anak atau remaja yang berkualitas, memiliki kepribadian Islam, dan menjadi generasi tangguh, justru pendidikan saat ini mencetak generasi penuh masalah. Pergantian kurikulum pun tidak mampu mencetak para pelajar untuk berakhlakul karimah dan berkhidmat pada ilmu.

Sudah jamak diketahui, sistem kapitalisme adalah sistem yang rusak dan merusak, biang kerusakan yang menggiring manusia pada kemaksiatan, keburukan, dan kenestapaan tanpa pandang bulu, mulai orang hingga anak yang belum sempurna akalnya. Lantas, masihkan layak sistem kapitalisme dipertahankan? Jauh panggang dari api.

Sistem Islam Mengatasi Kejahatan Seksual Anak

Bertolak belakang dengan sistem kapitalisme, sistem Islam merupakan aturan yang memuaskan akal, menentramkan jiwa, dan sesuai fitrah. Sistem Islam menjadikan akidah Islam. Aturannya sangat rinci dan sempurna. Islam telah menetapkan bahwa penjagaan akal, fisik, dan jiwa anak bukan semata tanggung jawab orang tua. Kontrol masyarakat terutama peran negara amatlah penting. Negara memiliki porsi besar dalam mewujudkan anak-anak berkualitas yang memiliki kepribadian Islam yang tangguh. Negaralah yang menjamin keselamatam jiwa, akal, dan jasad anak.

Sistem Islam memang meletakkan kewajiban hadlonah (pengasuhan) anak kepada ibu hingga tamyiz serta pendidikan anak kepada ayah ibunya, akan tetapi hal ini tidaklah cukup. Pembentukan lingkungan yang kondusif di tengah masyarakat menjadi hal penting bagi keberlangsungan kehidupan anak. Pergaulan masyarakat yang terbangun dengan sistem pergaulan Islam akan memberikan kontrol kepada rakyat, termasuk anak. Lingkungan masyarakat yang baik menentukan masa depan anak untuk kehidupan selanjutnya.

Hal terpenting adalah adanya peran negara. Sistem Islam menetapkan negara bertanggung jawab menerapkan aturan Islam secara utuh dalam rangka mengatur seluruh urusan umat sehingga umat mendapatkan jaminan keamanan dan kesejahteraan secara adil dan menyeluruh. Aturan Islam wajib ditegakkan negara dalam setiap aspek kehidupan, termasuk pergaulan. Maka dari itu, upaya pencegahan kejahatan seksual anak hanya akan terwujud dengan adanya individu, mesyarakat, dan negara yang bertakwa.

Ketakwaan individu dan keluarga yang akan mendorongnya senantiasa terikat dengan aturan Islam secara keseluruhan. Demikian pula keluarga, dituntut untuk menerapkan aturan Islam di dalam keluarga. Aturan inilah yang akan membentengi individu umat dari melakukan kemaksiatan dan dengan bekal ketakwaan yang dimiliki.

Ketakwaan masyarakat akan berfungsi sebagai kontrol ketat terhadap pergaulan anak-anak dan remaja, bahkan orang tua. Masyarakat akan memperkuat ketakwaan dan membentuk suasana keimanan sehingga terus mendukung apa yang telah dilakukan oleh individu dan keluarga. Kontrol masyarakat sangat diperlukan untuk mencegah menjamurnya berbagai bentuk kejahatan yang dilakukan anak-anak, terutama kejahatan seksual.

Rasa peduli dan saling mencintai karena Allah akan membuat masyarakat melakukan amar makruf nahi mungkar. Sikap tegas tidak memberikan fasilitas sedikit pun dan menjauhi sikap permisif terhadap semua bentuk kemungkaran dan kemaksiatan akan menentukan sehat tidaknya sebuah masyarakat. Sehingga, tak ada celah sedikit pun bagi rangsangan jinsiyah dan semua tindakan kriminalitas anak dapat diminimalisir.

Adapun begara wajib menjamin kehidupan rakyatnya agar senantiasa bersih dari berbagai kemungkinan berbuat dosa, yaitu dengan menegakan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Negara akan memberikan edukasi terkait pergaulan. Bagaimana kewajiban menundukkan pandangan, kehidupan laki-laki dan perempuan bukan mahram terpisah, tidak boleh ikhtilat (campur baur) apalagi khalwat (berdua-duaan). Negara juga akan menerapkan aturan menutup aurat secara sempurna dan syar’i pada laki-laki dan perempuan di kehidupan umum. Negara akan melarang muslimah bertabarruj dan berlenggak-lenggok.

Selain itu, negara wajib menyelenggarakan sistem pendidikan Islam dengan kurikulum berbasis akidah Islam yang mampu menghasilkan anak didik yang berkepribadian Islam. Sehingga, mereka akan terhindar dari kemaksiatan karena menyadari adanya hari pembalasan kelak di keabadian. Pendidikan dalam sistem Islam tidak dipungut biaya sepeser pun karena memang tanggung jawab negara.

Negara akan bersungguh-sungguh melenyapkan dan menghilangkan setiap sesuatu yang dapat merusak dan melemahkan akidah dan kepribadian Islam. Negara akan membabat habis konten-konten pornografi dan perilaku menyimpang seksual lainnya di kehiduoan umum ataupun sosial media. Dalam Islam, negara adalah satu-satunya institusi yang dapat melindungi anak dan yang mampu mengatasi persoalan kejahatan seksual anak secara sempurna dengan kebijakan yang bersumber dari wahyu Ilahi. Pemimpinlah yang akan mengemban semua tugas negara dalam menerapkan aturan Islam dalam memelihara urusan rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. terkait tanggung jawab pemimpin negara:

“Imam (kepala negara) itu adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Rasulullah saw. bersabda : “Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim)

Saat terjadi kejahatan seksual yang dilakukan anak belum baligh, Islam menetapkan negara sebagai lembaga yang berwenang untuk memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku tindak kejahatan. Anak-anak pelaku kejahatan dalam Islam, misalnya mencuri, melakukan pengeroyokan (tawuran), membunuh tanpa sengaja (misal kecelakaan), rudapaksa, dan sebagainya, tidak dapat dijatuhi sanksi pidana Islam (‘uqubat syar’iyyah), baik hudud, jinayah , mukhalafat, maupun takzir. Sebab, belum beligh tidak tergolong mukallaf. Sehingga, mereka tidak dapat dihukum.

Apabila kejahatan yang dilakukan anak belum baligh terjadi karena kelalaian walinya, misalnya wali mengetahui dan melakukan pembiaran, maka wali itu yang dijatuhi sanksi. Apabila bukan karena kelalaian wali, wali tidak dapat dihukum (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul ‘Uqubat, hlm. 108).

Namun demikian, khalifah akan memberikan kebijakan yang tegas untuk mengedukasi anak dengan mental recovery, terutama bagi anak yang menjadi korban. Khalifah akan senantiasa mengontrol pelaku dan memberikan tatsqif yang ekstra agar anak menyadari kekeliruannya dan tumbuh menjadi generasi unggul yang berkepribadian Islam. Maka, saatnya kaum muslim berjuang untuk melanjutkan kehidupan Islam agar tak dijumpai lagi kejahatan seksual anak.

Wallahu a’lam

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi