Indonesia Bersama Rakyat Korsel, Rakyat Sendiri Bagaimana?

Oleh. Lilik Yani
(Muslimah Peduli Peradaban)

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Pemimpin negeri akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya. Bagaimana jika yang terjadi pemimpin lebih peduli terhadap rakyat negeri lain?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan belasungkawa atas tragedi maut di Distrik Itaewon, Seoul, Korea Selatan atau Korsel. Jokowi mengatakan Indonesia bersama rakyat Korea Selatan (Korsel). Pernyataan itu disampaikan Jokowi di akun Twitter-nya seperti dilihat detikcom, Minggu (30/10/2022).

Euforia setelah lebih dua tahun pandemi, warga membanjiri distrik klub malam Itaewon pada Sabtu (29/10) malam untuk menikmati perayaan Halloween pertama di Korea Selatan sejak batasan kerumunan dan aturan masker wajah yang diberlakukan oleh pandemi covid-19 dicabut.

Saksi mata mengatakan bahwa sebelum kekacauan terjadi, para pengunjung pesta sudah sangat padat di jalan-jalan sempit sehingga sulit untuk bergerak.

“Saya melihat orang-orang pergi ke sisi kiri dan saya melihat orang itu menuju ke sisi yang berlawanan. Jadi, orang yang di tengah macet, jadi tidak bisa berkomunikasi, tidak bisa bernapas,” kata saksi mata Sung Sehyun kepada CNN.

Video yang diposting ke media sosial menunjukkan orang-orang melakukan kompresi pada pengunjung pesta lainnya yang tergeletak di tanah saat mereka menunggu bantuan medis. Tragedi itu menyebabkan seratusan orang meninggal dunia dan ratusan orang dilaporkan hilang.

Seolah menjadi tragedi yang berulang. Waktu awal bulan Oktober 2022, Indonesia berduka atas kerusuhan di stadion Kanjuruhan Malang. Seperti yang diungkapkan oleh Kapolda Jawa Timur (Jatim) Irjen Nico Afinta, penyebab tragedi Stadion Kanjuruhan Malang yang mengakibatkan para korban meninggal dunia adalah karena penumpukan massa.

“Terjadi penumpukan massa di stadion, dalam proses penumpukan itulah terjadi sesak napas kekurangan oksigen,” kata Nico saat memberikan keterangan di Mapolres Malang, seperti dilansir detikJatim, Minggu (02/10).

Begitu Murahnya Harga Sebuah Nyawa

Ratusan jiwa melayang sia-sia karena kerumunan massa di stadion Kanjuruhan maupun Itaewon. Tujuan euforia untuk mencari hiburan setelah beberapa tahun diuji pandemi. Seolah jadi hiburan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat usai tersiksa pandemi, tak bisa keluar rumah karena karantina.

Rakyat yang haus hiburan disediakan oleh para pengusaha bisnis hiburan. Kebetulan ada perayaan pesta Halloween. Jadi hampir semua tempat hiburan menyediakan acara Halloween.

Kapasitas yang tak cukup dibanding massa yang datang, menjadikan tragedi Itaewon itu terjadi dan memakan banyak korban. Mengulang tragedi sebelumnya di Kanjuruhan. Ratusan nyawa melayang juga karena berdesakan, penumpukan massa di stadion Kanjuruhan usai pertandingan sepak bola. Seolah nyawa tak ada harganya. Nyawa melayang sia-sia di tempat yang jauh dari ketaatan.

Mengapa demikian? Karena di tempat tersebut terjadi kemaksiatan, ada ikhtilat atau campur baur antara laki-laki dan perempuan. Kerumunan massa menyiksa badan, sesak nafas bisa saja terjadi, himpitan yang menyakitkan badan. Oksigen jadi tak segar lagi untuk dihirup, bahkan terjadi kekurangan oksigen. Dalam kondisi demikian, sorak sorai, euforia akan sulit untuk khusuk mengingat Allah. Jika ajal dalam kondisi demikian bukankah sangat memprihatinkan?

Di Mana Peran Negara?

Pemimpin negara yang seharusnya mengayomi umat yang dipimpinnya. Hendaklah antisipasi. Rakyat butuh hiburan pascapandemi. Pemerintah tahu itu, mengapa tak disediakan tempat memadai dan hiburan yang menyehatkan? Bukannya diserahkan asing yang orientasinya keuntungan (uang).

Ketika sudah kejadian, ratusan nyawa rakyat melayang, bahkan kejadian terulang meski beda negara. Perasaan apa yang anda rasakan? Sedih, menyesal, tak ingin terulang kembali kejadian serupa.

Sedangkan peran pemerintah bagaimana? Untuk tragedi Kanjuruhan pemerintah sudah memberikan santunan juga bantuan sembako. Berharap bisa mengurangi beban keluarga yang ditinggalkan.

Sementara tragedi haloween di Korea Selatan, pemerintah Indonesia memberikan empati luarbiasa”. Hingga terucap “Indonesia Bersama Korea Selatan”. Sungguh kalimat yang sangat menentramkan, hingga menimbulkan respon balik berupa pujian, diberikan bantuan.

Tragedi Halloween di Korsel jelas membuat kita prihatin Namun di sisi lain, kita juga prihatin dengan kepedulian penguasa yang rasanya lebih besar ke rakyat negara lain dibandingkan terhadap nasib rakyat sendiri, misalnya pada tragedi Kanjuruhan yang juga memakan korban meninggal dalam jumlah yang besar. Tidak ada pernyataan “Pemerintah bersama korban Kanjuruhan.”

Selain itu, adanya pembiaran perayaan serupa di Indonesia, padahal perayaan tersebut adalah budaya asing, yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia, bahkan bisa dikatakan tidak memberi manfaat terhadap pembangunan karakter pemuda masa depan. Hal ini menunjukkan potret penguasa yang abai terhadap proses pembinaan karakter pemuda yang akan membangun peradaban bangsa pada masa yang akan datang.

Bagaimana Islam menyikapi kejadian tersebut? Dalam Islam, penguasa juga bertanggung jawab atas masyarakat yang dipimpinnya. Hal itu termasuk di dalamnya pembentukan kepribadian generasi melalui berbagai mekanisme, baik dalam dunia pendidikan di sekolah-sekolah, maupun luar pendidikan.

Islam melarang hal-hal yang tidak atau kurang manfaat. Sesuatu yang diperbolehkan saja tidak harus diambil semua. Misalkan nonton televisi hukumnya boleh, namun jangan kebanyakan karena banyak aktivitas sunnah yang ditinggalkan. Bahkan, ada aktivitas wajib tapi kita lupa mengamalkan misalkan dakwah.

Untuk aktivitas Halloween yang bukan budaya Indonesia hendaklah dijauhi. Pemerintah yang berkewajiban meriayah masyarakat, hendaklah bersikap tegas menghalangi perilaku pemuda yang akan mengikuti jiwa hedonisme.

Jika ada yang nekat mengikuti pesta Halloween maka pemerintah Islam akan memberikan sanksi agar menjadi jera, dan orang lain menjadi takut untuk mencoba. Hingga tak akan terulang kembali tragedi melayangnya ratusan nyawa sia-sia.

Perhatian pemerintah pada rakyat Korsel merupakan empati yang sangat tinggi. Padahal itu terjadi akibat kemaksiatan yang merusak generasi. Sementara rakyat sendiri sangat berduka, selain tragedi serupa yang mengakibatkan nyawa melayang sia-sia. Juga masalah ekonomi, bisnis, yang sangat terasa karena kenaikan BBM hingga berimbas ke berbagai sektor.

Rakyat merasa teraniaya. hidupnya semakin susah dan seolah beban hidup makin berat tak terkendali. Tulang punggung keluarga di PHK, istri harus menggantikan bekerja. Anak-anak terbengkalai. Pendidikan hanya mengejar tersampainya materi. Tak ada pendidikan kepribadian atau etika pergaulan yang baik. Yang ada sebaliknya, anak-anak terkontaminasi budaya hedonis milik luarnegeri.

Akibat pemerintah tak peduli dan abai maka ajaran Islam pun tergerus tak ada jejak yang bisa dibanggakan. Masalah demi masalah makin banyak dan rakyat semakin terzalimi.

Jika demikian parahnya kondisi rakyat di negeri ini, masihkah berbasi basi mencari pujian atau pengakuan pada negeri asing agar negeri ini tampak peduli pada masalah yang terjadi di luar negeri. Dengan mengabaikan masalah rakyat di negeri sendiri.

Mengapa pemimpin negeri tak menunaikan kewajiban untuk membuat rakyat sendiri hidup mulia dan sejahtera. Karena rakyat dalam negeri itulah yang menjadi tanggung jawab dan kewajibannya.

Wallahu a’lam bish shawwab

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi