Oleh. Razzaqurnia Dewi
Kasus korupsi di Indonesia semakin merajelela. Pada kamis (6/4/2023) KPK menggelar tangkap tangan dan mengamankan 28 orang termasuk bupati kepulauan Meranti Riau. Selain itu ada penjabat DJKA Kemenhub. Penangkapan terebut dilakukkan selang sepekan pada penangkapan sebelumnya dari penangkapan tersebut KPK mengamankan 10 tersangka.
Para tersangka diduga melakukan suap terkait dengan proyek pembangunan perkretaapian ganda Solo, Balapan-Kadapiro-Kalioso. Jalur perkretaapian di Makasar, Sulawesi selatan. Kemudian 4 proyek konstruksi jalur kretaapian dan 2 proyek supervise di lampengan Cianjur Jawa Barat, dan proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatra.
Tidak berhenti di situ, hanya berselang dua hari, KPK kembali melakukkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) kepada walikota Bandung, Jawa Barat bersama beberapa orang lainnya. KPK menduga Yana dan pelaku Lainnya melakukkan suap terkait dengan pengadaan CCTV dan jasa penyedia jaringan Internet.
Hal ini menujukkan bahwa kasus korupsi di Indonesia masih marak terjadi bahkan menurut data yang dihimpun oleh Indonesian Coruption Watch ( ICW) terdapat 579 kasus korupsi yang telah ditindak di Indonesia sepanjang tahun 2022. Jumlah itu meningkat sebesar 8,63% dibandingkan pada tahun sebelumnya sebanyak 533 kasus. D ari berbagai kasus tersebut terdapat ada 1.396 orang yang dijadika tersangka dalam pusaran kasus korupsi dalam negeri (dataIndonesia.id, 2023).
Hal ini menujukkan bahwa Indonesia bebas korupsi jauh panggang daripada api. Di mana masih terjadi peningkatan kasus korupsi di setiap tahunnya. Belum lagi pejabat yang terjari OTT terus saja bertambah. Seolah menambah bahwa kasus korupsi lumrah terjadi di sistem kapitalis demokrasi saat ini. Hal ini di tambah dari pernyataan penjabat yang mengaminkan bahwa “mengambil uang haram kalau sedikit tidak apa-apa.” Menambah lumrahnya kasus korupsi dialam kapitalis-sekuler ini.
Sementara itu, adanya kegaduhan di tubuh KPK, di mana dokumen hasil pemeriksaan KPK yang bocor diperoleh Tim KPK saat menggeledah kantor Kementrian ESDM. Penggeledahan ini terkait dengan kasus dugaan manipulasi tunjangan kinerja pegawai. Hal ini membuat publik menjadi ragu akan upaya pemberatasan korupsi di negeri ini.
Belum lagi mekanisme pemberatasan korupsi yang tidak bertaji, menambah penumpasan kasus korupsi di Indonesia hanya angan-angan. Penyebab dari adanya celah pejabat publik melakukkan korupsi dikarenakan kewenangan membuat hukum kepada manusia. Menerapkan sistem hukum demokrasi meniscayakan penerapan hukum yang menjauhkan kehidupan dari peraturan agama.
Sehingga, wajar bila ada aparat hingga penjabat publik yang mengatakan bahwa “mengambil uang haram kalau sedikit tidak apa-apa” karena mereka tidak merasa diawasi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini berbeda jika Islam diterapkan secara total. Sementara para pejabat publik memiliki hubungan ruhiyah (terikat pada Allah).
Jika pun ada yang melakukkan penyelewenagan dana akan ditindak dengan sanksi yang tegas dan kuat menurut syariat tidak ada kompensasi apapun. Maka dari itu, perlu adanya sistem islam yang mengatur secara keseluruhan dalam kehidupan ini. Sistem Islam langsung datangnya dari Allah, bukan dari akal manusia.