Oleh. Sherlina Dwi Ariyanti, A.Md.Farm.
(Farmasi, Aktivis Dakwah Remaja)
Kondisi terbaru yang menyerang dunia kesehatan Indonesia yaitu datangnya dokter asing. Dilansir oleh Antaranews.com(03/07/ 2024) Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan tujuan dokter-dokter asing didatangkan ke Indonesia bukan untuk menyaingi dokter lokal. Ini adalah bentuk pemenuhan tenaga dokter di wilayah.
Namun, keputusan ini mengundang banyak kejanggalan. Pasalnya, kondisi ini tidak bisa dilepaskan dari regulasi terkait liberalisasi kesehatan. Hal ini juga menimbulkan pencabutan jabatan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, dikarenakan beliau bersuara untuk menolak keputusan mendatangkan dokter asing.
Impor Dokter Buah Kapitalisasi Kesehatan
Keputusan impor dokter ini memang sangat berkaitan dengan ditetapkan undang-undang kesehatan tahun 2023. Bahkan bisa disebut undang-undang ini menjadi kartu masuk dokter asing ke Indonesia.
Dilansir oleh Nasional.kompas.com (4/7/2023), Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan alasan penetapan undang-undang kesehatan ini yaitu kondisi pada saat pandemi yang hampir seluruh negara tidak siap dalam menghadapinya termasuk Indonesia. Oleh karena itu, ketidaksiapan tersebut tidak boleh dilanjutkan. Ditambah lagi beliau menyampaikan bahwa undang-undang ini sebagai upaya menghapus gap atau ketertinggalan Indonesia dari standar internasional di bidang kesehatan, meliputi SDM, fasilitas, dan obat-obatnya pascapandemi.
Di tengah isu kekurangan dokter di Indonesia, menjadikan kebijakan ini dasar untuk impor dokter. Pasalnya, menteri kesehatan tetap berkukuh untuk impor dokter asing dikarenakan beberapa hal; pertama, meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Kedua, jumlah dokter dan tenaga kesehatan tidak merata di Indonesia. ketiga, menyelamatkan penderita penyakit jantung dan stroke. Keempat, meningkatakan kompetensi dokter lokal.
Dari alasan ini, memang terlihat bahwa menteri kesehatan lebih mengakui kompetensi nakes asing dibanding nakes lokal. Memang tidak ada salahnya mempelajari kompetensi dari asing. Namun, tak bisa dimungkiri, kondisi impor dokter atau tenaga asing tersebut tak sesuai dengan tujuan pemerintah yang ingin secara mandiri dalam menyediakan pelayanan kesehatan.
Selain itu, kebijakan ini membutuhkan biaya yang tidak murah. Kondisi akan berbanding lurus dengan besarnya biaya kesehatan kedepan. Inilah bentuk kapitalisasi kesehatan. Rendahnya ekonomi rakyat Indonesia memaksa mereka juga menikmati, fasilitas Kesehatan yang tidak murah.
Dilansir oleh Cnbcindonesia.com (1/6/2024), Prof. Dante Saksono Harbuwono, Wamenkes RI menyampaikan, mahalnya biaya kesehatan dipengaruhi oleh besaran biaya yang keluarkan untuk kesehatan (health expenditure). Sedangkan nilai Produk nasional bruto (GNP) adalah perkiraan nilai total seluruh produk akhir dan jasa yang dihasilkan dalam suatu periode tertentu lebih kecil.
Secara tersirat, pemerintah menyampaikan bahwa rendahnya pendapat negara di bidang kesehatan, mengharuskan rakyat membayar atas setiap fasilitas yang diberikan oleh negara. Ini adalah sikap yang menggambarkan konsep negara ini yaitu kapitalisme. Di mana peran rakyat adalah konsumen sedang pemerintah sebagai produsen.
Sudah menjadi kepastian bahwa tujuan akhirnya adalah pendapatan keuntungan. Inilah orientasi sistem negara kapitalis. Pada akhirnya, tetap akan menyulitkan sebagian besar rakyat terutama rakyat kecil.
Khilafah Menjamin Layanan Kesehatan Murah dan Berkualitas
Di tengah ricuhnya pengaturan kehidupan negara ini terlebih bidang kesehatan, tentu akan mendorong rakyat mencari solusi komprehensifnya. Tentu rakyat ini merasakan kehidupan yang sehat dengan biaya yang terjangkau, serta ekonomi yang sejahtera. Namun semua itu, tidak akan bisa terwujud selama sistem pengaturan negaranya kapitalisme. Sebaliknya, jika ingin kehidupan rakyat sehat dan sejahtera, maka sudah seharusnya pengaturannya sesuai dengan sistem yang berasal dari pemberi kehidupan yaitu Allah Swt.
Di dalam Islam, sistem pemerintahan disebut dengan sistem Khilafah. Di mana sistem ini adalah sistem yang menerapkan seluruh aturan Allah di muka bumi, bukan membuat hukum. Termasuk persoalan kesehatan, yang merupakan kebutuhan pokok dalam Islam dan ini wajib dipenuhi oleh negara. Seperti sabda Rasulullah saw., “Imam/khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Khilafah tidak boleh menjadikan rakyat sebagai rekan bisnis. Karena, tugas negara adalah mengurus rakyat. Sistem kepemimpinan ini akan senantiasa menjadikan hukum syariat sebagai tolok ukur untuk mengambil sebuah kebijakan, bukan berdasar untung-rugi.
Terkait pemenuhan pelayanan kesehatan, Khilafah memiliki mekanisme untuk menjamin kesehatan tiap rakyatnya. Dilansir oleh Muslimahnews.id (7/7/2024), secara teknis, Khilafah wajib menyediakan rumah sakit, klinik, dokter, tenaga kesehatan, dan berbagai fasilitas kesehatan yang diperlukan oleh masyarakat. Pembiayaan kesehatan pun menjadi anggaran baitulmal sehingga bisa gratis untuk rakyat. Ini adalah bagian dari ikhtiar Khilafah dalam mengatur urusan rakyatnya dengan kualitas layanan terbaik dan terdepan.
Terkait tenaga kesehatan yang terbatas di sistem kapitalisme ini, tidak akan terjadi didalam Khilafah. Hal ini dikarenakan, Khilafah akan memberikan kemudahan akses pendidikan yang berkualitas, serta biaya yang terjangkau bahkan gratis untuk memberikan kepada siapa pun generasi yang berminat untuk menjadi dokter atau tenaga Kesehatan lain. Semua bertolak belakang dengan kondisi saat ini yang kebanyakan generasi mundur masuk kedokteran karena mahalnya biaya.
Sekalipun, pembiayaan pendidikan untuk melahirkan tenaga kesehatan yang kompeten dan berkualitas tidaklah mudah dan murah. Namun, ini tidak akan membuat Khilafah memalak rakyat. Semua ini dikarenakan anggaran Khilafah melalui Baitulmal memiliki banyak sumber pendapatan dengan jumlah yang besar.
Dilansir dari Muslimahnews.id (7/7/2024), sumber anggaran Khilafah sebagai berikut, pos fai dan kharaj sebagai harta kepemilikan negara, yakni berupa ganimah, khumus, jizyah, dan dharibah (pajak). Khusus untuk pajak, hanya diambil dari rakyat pada saat kas Baitulmal kosong dan dikenakan hanya pada orang kaya laki-laki saja. Selanjutnya, pos kepemilikan umum, seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan). Semua diatur menurut hukum syariat Allah.
Kegemilangan khilafah ini telah terbukti secara fakta. Beberapa di antaranya adalah Ibnu Sina, Ar-Razi, dan Az-Zahrawi adalah generasi muslim hebat yang menyumbang kemajuan kesehatan. Bahkan hingga saat ini, nama mereka tetap disebut dalam pendidikan. Inilah potret ketika Khilafah tegak, namun saat ini Khilafah belum tegak kembali. Fakta sejarah ini sudah cukup menjadi alasan kuat untuk seluruh lapisan masyarakat memperjuangkan tegaknya Khilafah kembali. Wallahualam bissawab.