Idul Adha (kembali) Berbeda, Khilafah Tak Bisa Ditunda

Oleh Linda Kamil

Hari raya Idul Adha disebut juga hari raya haji dan hari raya kurban. Hari raya Idul Adha dalam kalender Islam jatuh pada bulan Zulhijah. Di bulan Zulhijah ini juga, umat Islam yang mampu di seluruh penjuru dunia, diseru untuk menunaikan ibadah haji. Begitu juga dengan berkurban, dibebankan kepada yang mampu. Adapun penyembelihan hewan kurban dilakukan setelah shalat Idul Adha atau esok harinya.

Selain adanya kekhususan rangkaian ibadah haji, momentum hari raya Idul Adha juga ditandai dengan melakukan penyembelihan hewan kurban. Peristiwa ini mengingatkan kita pada kejadian yang luar biasa hebatnya. Yakni, kisah penyembelihan yang dilakukan nabi Ibrahim terhadap putranya nabi Ismail, dalam rangka menjalankan perintah dari Allah Swt.

Sebagaimana kita ketahui ibadah haji yaitu mengunjungi Ka’bah untuk melakukan amal ibadah dengan syarat dan rukun tertentu. Salah satu rukun haji yaitu wukuf di Arafah yang jatuh pada 9 Zulhijah. Bagi umat Islam yang tidak berhaji, hendaklah mereka berpuasa. Termaktub dalam sebuah hadis, disebutkan bahwa keutamaan puasa Arafah dapat menghapus dosa dua tahun, sebelum dan setahun setelahnya. Masya Allah.

“Puasa hari Arafah dapat menghapus dosa dua tahun telah lepas dan akan datang”. HR. Muslim.

Mahkamah Agung Arab Saudi mengumumkan bahwa hari Jum’at (7/6/2024) menjadi hari pertama bulan Zulhijah 1445 Hijriah. ,Artinya hari raya Idul Adha 2024 yang bertepatan dengan 10 Zulhijah di Arab Saudi akan jatuh hari Ahad (16/6/2024).
Hari Arafah jatuh pada Sabtu 15 Juni sedangkan Ahad, 16 Juni akan menjadi hari pertama Idul Adha. Kompas.com 7 Juli 2024.

Kembali Terjadi Perbedaan Hari Raya

Arab Saudi menetapkan 1 Zulhijah jatuh pada Jum’at 7 Juni 2024 yaitu berdasarkan rukyatul hisab. Sedangkan pemerintah Indonesia, 1 Zulhijah jatuh hari Sabtu 8 Juni 2024 berdasarkan rukyatul hisab.

Mirisnya perbedaan yang terjadi bukan karena dalil syar’i tetapi faktor fanatisme ( nasionalisme).
Nasionalisme (ashabiyah jahiliyah) telah menjadikan umat Islam terpecah-belah. Padahal umat Islam adalah umat yang satu, di wilayah manapun mereka menetap, ajaran Islam harus ditaati.

Perbedaan ini disebabkan karena kaum muslimin tidak berpegang teguh pada tali agama Allah, Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW.

Penentuan tersebut tidak sesuai dengan dalil penentuan Idul Adha yang menyatakan mengikuti ketetapan Amir Makkah.

“Bahwasanya Amir Makkah berkhutbah dan menyatakan ‘Rasulullah SAW memerintahkan kita agar memulai manasik haji berdasarkan rukyatul. Apabila kita tidak melihat (rukyat) nya, smentara dua orang yang adil menyaksikan (munculnya hilal) maka kota harus memulai manasik dengan kesaksian dua orang tersebut”. (HR. Abu Dawud).

Berdasarkan hadis diatas jelaslah bahwa Amir Makkah lah yang menentukan hari raya Idul Adha.

Ketiadaan pemimpin yang menjalankan aturan Islam menjadikan keadaan umat Islam saat ini lemah. Umat butuh satu kepemimpinan Islam yang akan menyatukan umat termasuk dalam penentuan hari raya yaitu Khilafah.

Khilafah adalah negara kesatuan, hukum yang berlaku di satu wilayah berlaku juga untuk wilayah yang lain. Pendapat imam atau Khalifah wajib ditaati dan dilaksanakan dengan ikhlas lahir dan batin.

Namun saat ini kepemimpinan berdasarkan Islam itu belum ada maka sesuatu yang tidak ada itu menjadi wajib untuk diadakan (tak bisa ditunda). Sebagaimana yang dinyatakan dalam kaidah syariah,

“Suatu kewajiban yang tidak akan sempurna kecuali dengan adanya sesuatu maka, sesuatu itu hukumnya menjadi wajib”.

Waallahu a’lam bis ash-shawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi