Oleh. Lilik Yuliati S.KL. (Tenaga Kesehatan)
Menyedihkan, seorang Ibu muda di Bekasi berinisial AK, 26, ditangkap Polda Metro Jaya karena kasus Ibu cabuli anak. Sama seperti kasus serupa di Tangerang Selatan (Tangsel), AK nekat mencabuli anaknya sendiri karena tergiur tawaran uang dari sebuah akun Facebook.
AK membuat video asusila dengan anak kandungnya sendiri karena terpaksa. AK mengaku diancam oleh seseorang yang dikenalnya melalui Facebook. Orang asing tersebut mengiming-iminginya uang Rp15 juta. Uang itu akan diberikan jika AK membuat video porno dengan anak kandungnya.
AK dijerat dengan Pasal 294 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 29 jo Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi dan atau Pasal 88 jo Pasal 76I Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Tempo.co, 08/06/24).
Sangat menyedihkan sekali, Ibu kandung tega anaknya sendiri. Ibu yang seharusnya menjadi pelindung, justru mencelakai anaknya dengan perbuatan bejat. Di sini menunjukkan orang terdekat termasuk orang tua bukan sebagai pihak yang menjamin keamanan bagi anak-anaknya.
Peristiwa ini dapat terjadi karena berbagai macam faktor. Pertama, faktor ekonomi. Tingginya biaya hidup saat ini membuat orang berpikir praktis dalam memenuhi kebutuhan. Pemikiran praktis untuk mendapatkan uang secara mudah akan dilakukan tanpa melihat baik atau buruk seperti kasus AK. Kondisi ini diperparah dengan sulitnya mencari pekerjaan bagi kaum laki-laki yang tugas utamanya sebagai penopang kebutuhan hidup keluarganya. Pemerintah seharusnya menyediakan seluas-luasnya lapangan pekerjaan untuk warga negaranya terutama kaum laki-laki, sehingga beban ekonomi tidak lagi menjadi tanggung jawab perempuan. Dengan begitu, perempuan bisa fokus menjalankan perannya sebagai seorang Ibu dan pengatur rumah tangga.
Kedua, faktor lingkungan dan pergaulan. Dalam kehidupan Kapitalis, standar kebahagiaan bagi seseorang adalah terpenuhinya kepuasan materi semata. Seseorang dianggap bahagia jika seluruh meteri yang diinginkan terpenuhi. Hal ini memicu seseorang untuk mengumpulkan pundi-pundi harta agar dilihat sukses dan bahagia. Gaya hidup pamer yang menjangkit di kalangan ibu muda makin membutakan akal. Apa pun akan ditempuh demi mendapatkan uang dan memenuhi hawa nafsunya. Lemahnya kontrol media sosial oleh pemerintah saat ini juga berdampak besar. Tontonan pornografi, kekerasan, dan budaya hidup pamer makin memerosotkan akhlak.
Kehidupan sekuler makin membuat pelik masalah sosial di masyarakat. Memisahkan kehidupan dari agama, sehingga dalam kehidupan sehari-hari tidak terikat dengan aturan agama selain ibadah ritual. Di dalam agama Islam semua sudah jelas, bahwa apa yang kita lakukan harus sesuai dengan hukum syarak. Semua amal perbuatan akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah Swt. kelak.
Selain itu, faktor pengetahuan ibu saat ini sangat jauh dari tugas pokok seorang Ibu. Terjadi pergeseran peran ibtu sebagai seorang pendidik anaknya diubah menjadi orang yang harus menanggung biaya hidup keluarga. Pendidikan anak yang seharusnya diberikan secara sempurna oleh Ibu, tidak bisa lagi dicapai. Alhasil, kemerosotan moral pada generasi muda tidak bisa di hindari dan kian meningkat. Pemerintah terkesan abai dalam memenuhi kebutuhan warga negaranya. Dalam penyelesaian setiap masalah tidak paripurna, hanya pada cabang-cabang masalah saja, tetapi tidak pada akar persoalannya, sehingga kejadian sama akan terulang lagi.
Keadaan ini sangat bertolak belakang dengan Islam yang sungguh sempurna mengatur kehidupan umat manusia. Tidak ada satu pun aktivitas manusia yang Islam tidak mengaturnya. Demikian pula aktivitas perempuan, Islam telah mengaturnya sedemikian rinci sebagaimana berbagai aturan lainnya. Selain berkedudukan sebagai seorang hamba Allah yang mengemban berbagai kewajiban individual sebagaimana laki-laki, seorang perempuan dalam keluarga juga berperan sebagai istri, ibu, atau anak.
Dalam Islam, perempuan tidak diwajibkan bekerja mencari nafkah. Bahkan, justru harus dinafkahi seumur hidup dengan mekanisme perwalian dan yang terakhir bertanggung jawab memenuhi kebutuhannya adalah negara.
Khilafah berdasarkan metode kenabian akan menjaga peran laki-laki dan perempuan yang telah didefinisikan Islam dalam kehidupan keluarga, dan mengangkat status penting perempuan sebagai istri dan ibu. Hal ini akan mencakup jaminan penyediaan nafkah bagi perempuan, sehingga mereka tidak ditekan untuk mencari nafkah dan mengganggu tugas-tugas penting mereka terhadap anak-anak dan keluarga mereka.
Sebagai contoh, jika seorang perempuan tidak memiliki kerabat laki-laki yang mendukungnya, maka di bawah Islam, negara berkewajiban menyediakannya. Oleh karena itu, hukum Islam yang dilaksanakan di bawah Khilafah mendukung para Ibu dalam memenuhi kewajiban vital mereka, yaitu merawat dan membesarkan anak-anak mereka serta menjaga rumah mereka. Mereka juga menjamin keamanan finansial bagi perempuan dan memastikan bahwa mereka tidak pernah ditinggalkan untuk mengurus diri mereka sendiri dan anak-anak mereka, atau dibiarkan menderita kesulitan keuangan.
Begitulah, ketika Islam diterapkan secara sempurna oleh negara, maka peran Ibu akan terjaga, tidak tergadaikan seperti dalam sistem Kapitalis saat ini. Oleh karena itu, sudah saatnya seluruh pihak ikut berjuang agar Islam dapat segera diterapkan secara kaffah. Wallahu a’lam!