Hari Tunawisma Sedunia: Apa Kabar Janji Kampanye 5 Juta Rumah untuk Rakyat Indonesia?

Oleh. Tri Widodo (bukan) Joko & A. M. Pamboedi

Hari Tunawisma Sedunia diperingati setiap tahun pada tanggal 10 Oktober. Tujuan dari hari ini adalah untuk meningkatkan kesadaran mengenai masalah tunawisma dan perumahan yang tidak layak. Adanya hari ini diharapkan dapat mendorong pemerintah untuk bertindak mengatasi masalah ini.

Tunawisma atau homelessness menjadi masalah serius di seluruh dunia. Terakhir kali survei global tentang tunawisma dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB pada tahun 2005. Hasil survey secara statistik menunjukkan bahwa jumlah tunawisma sedang meningkat. Bahkan, diperkirakan lebih dari 100 juta orang di seluruh dunia kehilangan tempat tinggal, dan setidaknya 1,5 miliar orang kekurangan tempat tinggal yang layak.

Masalah tunawisma di Indonesia merupakan masalah krusial. Menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), masih ada 11 juta rumah tangga di Indonesia yang belum memiliki rumah layak huni dan belum memiliki rumah sama sekali. Pada 2015 saja, Kementerian PUPR mencatat, sedikitnya 25 juta keluarga (40% dari penduduk Indonesia) tidak bisa membeli rumah.

Tidak ada data tentang jumlah tunawisma yang terbaru, yang ada data hasil survey BPS terhadap tunawisma tahun 2000 (21 tahun yang lalu). Survei pada tahun tersebut menyebutkan bahwa jumlah tunawisma di Indonesia sekitar 3 juta orang, diperkirakan sekarang lebih banyak lagi. Data terbaru menurut Ketua Bidang Perizinan dan Pertanahan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Bambang Setiadi mencatat 14 juta orang yang belum memiliki rumah dan sekitar 70 juta rumah merupakan rumah tidak layak huni (RTLH).

Di masa pandemi ini, jumlah tunawisma semakin meningkat dengan adanya berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Kebijakan tersebut berdampak pada aspek sosial ekonomi yang sangat besar di masyarakat. Adanya pembatasan aktivitas skala besar mengakibatkan berhentinya sebagian besar aktivitas ekonomi yang menjadi salah satu penyebab bertambahnya pengangguran dan tunawisma.

Isu perumahan rakyat sangat penting sehingga pada masa kampanye nasional pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor 01 Joko Widodo dan Maruf Amin juga mengangkat isu ini. Pihak Jokowi-Ma’ruf menyebutkan, bahwa selama masa pemerintahan Jokowi dalam lima tahun sebelumnya telah berhasil menyediakan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, dan sudah mencapai target pada 2018. Jika kembali terpilih, lima tahun ke depan targetnya akan berubah menjadi 5 juta rumah.

Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR, Mohammad Zainal Fatah, dalam keterangan resmi Senin (18/04/2022) menyampaikan bahwa sasaran Kementerian PUPR untuk bisa membangun rumah menjadi 5 juta rumah dalam lima tahun dan dukungan pemerintah setiap tahun terus meningkat termasuk tahun ini. Lalu apa kabar janji kampanye 5 juta rumah untuk rakyat Indonesia jika di tahun 2022 hal tersebut masih berupa target pemerintah?

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Munculnya Banyak Tunawisma

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1) menyebutkan, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif sehingga terpenuhinya kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia yang akan terus ada dan berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan manusia.

Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, idealnya rumah harus dimiliki oleh setiap keluarga, terutama bagi masyarakat yang umumnya berpenghasilan rendah dan bagi masyarakat yang tinggal di daerah padat penduduk di perkotaan.

Negara juga bertanggung jawab dalam menyediakan dan memberikan kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman serta keswadayaan masyarakat. Penyediaan dan kemudahan perolehan rumah tersebut merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya yang mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi daerah, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pembangunan perumahan dan permukiman yang bertumpu pada masyarakat, memberikan hak dan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk ikut berperan. Sejalan dengan peran masyarakat di dalam pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab untuk menjadi fasilitator, memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat, serta melakukan penelitian dan pengembangan yang meliputi berbagai aspek yang terkait, antara lain, tata ruang, pertanahan, prasarana lingkungan, industri bahan dan komponen, jasa konstruksi dan rancang bangun, pembiayaan, kelembagaan, sumber daya manusia, kearifan lokal, serta peraturan perundang-undangan yang mendukung.

Kebijakan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk:

a. memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana, dan utilitas umum secara berkelanjutan serta yang mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia;

b. ketersediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pemenuhan kebutuhan rumah, perumahan, permukiman, serta lingkungan hunian perkotaan dan pedesaan;

c. mewujudkan perumahan yang serasi dan seimbang sesuai dengan tata ruang serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna;

d. memberikan hak pakai dengan tidak mengorbankan kedaulatan negara; dan

e. mendorong iklim investasi asing.
Adapun jenis-jenis rumah yang ada di Indonesia, dibedakan berdasarkan pelaku pembangunan dan penghunian yang meliputi:

a. Rumah komersial;
Rumah ini diselenggarakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan semata.

b. Rumah umum;
Merupakan rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang mayoritas nyata ada di Indonesia. Rumah jenis ini mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

c. Rumah swadaya;
Rumah yang dibangun atas prakarsa dan upaya dari masyarakat sendiri, baik secara sendiri maupun berkelompok. Rumah jenis ini dapat memperoleh bantuan dan kemudahan dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

d. Rumah khusus; dan
Adalah rumah yang diselenggarakan dalam rangka memenuhi rumah untuk kebutuhan khusus dan disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

e. Rumah negara;
Adalah rumah yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri.

Bentuk rumah dapat dibedakan berdasarkan hubungan atau keterikatan antarbangunan. Bentuk rumah yang dimaksud tersebut, meliputi:

a. Rumah tunggal;
Ialah rumah yang mempunyai kaveling sendiri dan salah satu dinding bangunan tidak dibangun tepat pada batas kaveling.

b. Rumah deret;
Ialah beberapa rumah yang satu atau lebih dari sisi bangunan menyatu dengan sisi satu atau lebih bangunan lain atau rumah lain, tetapi masing-masing mempunyai kaveling sendiri.

c. Rumah susun
Sedangkan rumah susun, adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

Hampir sama halnya seperti rumah yang telah diulas di bagian atas sebelumnya, rumah susun sendiri terbagi menjadi beberapa jenis, dibangun berdasarkan kelompok sasaran, pelaku, dan sumber daya pembangunan yang meliputi:

1. Rumah susun umum,
Adalah merupakan rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia.

2. Rumah susun khusus,
Merupakan rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuh kebutuhan khusus.

3. Rumah susun negara, dan
Rumah susun negara adalah rumah susun yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan keluarga, serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri.

4. Rumah susun komersial.
Jenis rumah susun yang diselenggarakan oleh setiap orang baik perseorangan maupun badan hukum perusahaan untuk mendapatkan keuntungan. Sementara itu, di dalam peraturan rumah susun sendiri, pelaku pembangunan rumah susun komersial diwajibkan menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangunnya.

Kebutuhan perumahan dan permukiman merupakan permasalahan yang dihadapi oleh semua negara di dunia, tetapi permasalahan tersebut paling banyak terdapat di negara-negara berkembang. Permukiman kumuh, permukiman ilegal, hingga banyaknya tunawisma, menjadi fenomena yang mudah ditemui di beberapa negara sedang berkembang khususnya di Benua Afrika dan Asia, termasuk Indonesia.

Pacione (2009) menyebutkan bahwa kegagalan program pemerintah untuk menyediakan perumahan yang terjangkau bagi kalangan masyarakat berpenghasilan rendah mendorong mereka untuk memilih alternatif mendirikan perumahan informal. Tindakan ini didasari kemampuan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak mampu membeli perumahan formal yang ada di pasaran.

Drakakis-Smith (1981) mengklasifikasikan perumahan informal menjadi perumahan kumuh (slum) dan perumahan ilegal (squater). Perumahan kumuh dapat dikatakan sebagai bangunan-bangunan rumah yang memiliki kualitas buruk karena proses pengumuhan, atau dalam beberapa kasus material bangunan rumah terdiri atas bahan yang tidak permanen.

Penekanan istilah rumah kumuh, yaitu pada kondisi fisik rumah dan lingkungan rumah yang di bawah standar layak huni. Permukiman dengan kepadatan yang tinggi atau berkembangnya permukiman informal di perkotaan ini memunculkan permasalahan baru dan menambah beban masalah kebutuhan perumahan.

Pemerintah Indonesia sudah menyelenggarakan Kongres Perumahan Rakyat sejak tahun 1950, Lokakarya Perumahan Nasional pada tahun 1973, 1992, dan 2002, dan terakhir Kongres Perumahan Rakyat 2009. Namun demikian, hal tersebut ternyata belum mampu menjawab permasalahan kebutuhan perumahan bagi penduduk (Kusno, 2012). Kongres maupun lokakarya yang diselenggarakan merupakan landasan dalam perumusan kebijakan perumahan rakyat ternyata belum menunjukkan hasil yang konkret.

Pemenuhan kebutuhan perumahan merupakan tanggung jawab pemerintah. Sehingga sama halnya seperti barang-barang atau komoditi lainnya seperti energi, pemerintah sejatinya memberikan subsidi atas perumahan rakyat. Namun, karena keterbatasan biaya yang disediakan oleh pemerintah mengakibatkan kekurangan pemenuhan kebutuhan perumahan semakin meningkat hingga saat ini.

Masyarakat tidak mampu menjangkau harga perumahan, sedangkan subsidi perumahan tidak memadai. Sejarah menunjukkan bahwa pada era Reformasi, subsidi pemerintah untuk perumahan ditiadakan sehubungan dengan krisis moneter yang melanda Indonesia.

Adanya tunawisma itu sendiri disebabkan oleh beberapa hal. Berikut di bawah ini akar penyebab adanya tunawisma secara umum:

1. Pengangguran
Pengangguran menjadi salah satu penyebab utama dari adanya tunawisma. Alasan pengangguran sendiri bervariasi dan beberapa negara mempunyai tingkat pengangguran yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan negara lain. Ketika seseorang menganggur selama beberapa waktu, maka tak menutup kemungkinan kalau mereka akan menjadi tunawisma. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa kebanyakan orang yang tidak memiliki rumah ingin bekerja, tetapi menghadapi kendala, seperti tidak memiliki alamat tetap.

2. Upah stagnan
Gaya hidup semakin hari semakin meningkat, tetapi di sisi lain upah atau gaji dari pekerjaan masih stagnan atau tidak ada kenaikan. Di Amerika Serikat, upah minimum telah naik sekitar 350% sejak tahun 1970. Indeks Harga Konsumen juga telah meningkat lebih dari 480%.

Oleh karena itu, hal tersebut membuat sulit untuk menutupi biaya hidup sehari-hari, apalagi menghemat uang untuk kepemilikan rumah ataupun keadaan darurat. Tanpa kemampuan untuk menabung, pengeluaran yang tak terduga dapat menghabiskan penghasilan seseorang. Di seluruh dunia, upah rendah kemudian membuat orang terjebak dalam kemiskinan dan lebih rentan menjadi tunawisma.

3. Kemiskinan dan naiknya harga kebutuhan pokok
Dalam skala global, kemiskinan sudah menjadi salah satu akar penyebab paling signifikan dari tunawisma. Upah yang stagnan, serta pengangguran, dan biaya perumahan serta perawatan kesehatan yang tinggi semuanya menyebabkan kemiskinan.

Ketidakmampuan dalam membeli kebutuhan pokok seperti diantaranya perumahan, makanan, pendidikan, dan lebih banyak lagi akan meningkatkan risiko seseorang atau suatu keluarga. Untuk mengatasi tunawisma secara efektif, pemerintah serta suatu organisasi perlu mengatasi kemiskinan.

4. Kurangnya perumahan yang terjangkau
Biaya perumahan yang tinggi adalah masalah global. Sebuah survei global dari Lincoln Institute of Land Policy menunjukkan bahwa dari 200 kota yang disurvei, 90% kota dianggap tidak terjangkau terhadap harga rumah. Hal ini didasarkan kepada harga rumah rata-rata yang lebih dari tiga kali lipat pendapatan para pekerja pada umumnya.

5. Kegagalan sistemik
Meskipun tunawisma juga dapat terjadi karena keadaan individu atau keluarga, kita tidak dapat mengabaikan kalau tunawisma bisa muncul juga karena kegagalan sistemik. Tunawisma sesungguhnya terjadi ketika pemerintah gagal mengidentifikasi serta mendukung orang yang berisiko tak memiliki rumah.

Kegagalan di berbagai bidang, seperti layanan pemasyarakatan, layanan kesehatan, serta kesejahteraan anak sangat umum terjadi. Begitupun kegagalan dalam mengatasi ketidaksetaraan ras, menaikkan upah, dan menyediakan perumahan yang terjangkau, sehingga sangat berperan dalam kemunculan tunawisma.

Dampak yang Ditimbulkan fari Banyaknya Tunawisma

Sudah menjadi hal umum bahwa kota merupakan salah satu wilayah yang menjadi pusat bisnis dan pusat dari lapangan pekerjaan. Anggapan banyak orang bahwa di kota akan ada banyak sekali lapangan kerja yang terbuka. Namun, hal ini ternyata berbanding terbalik dengan kenyataan yang terjadi.

Pada kenyataannya beberapa kota terutama di Indonesia masih ada banyak gelandangan yang ada di pinggir jalan. Gelandangan itu sering juga disebut sebagai tunawisma. Berdasarkan PP No. 31 Tahun 1980 gelandangan sendiri didefinisikan sebagai orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam satu lapisan masyarakat.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tunawisma adalah seseorang yang tak memiliki tempat tinggal (rumah). Selain itu, tunawisma bisa dikatakan sebagai orang yang tidak memiliki tempat tinggal karena berbagai alasan, sehingga mereka akan tinggal di tempat umum (yang kurang layak), seperti di bawah kolong jembatan, stasiun kereta api, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, dan sebagainya. Tempat yang ditinggali oleh tunawisma biasanya untuk bertahan hidup sehari-hari, mulai dari makan hingga tidur.

Jika dilihat secara sekilas, tunawisma mempunyai pengertian yang sama dengan gelandangan. Menurut Arrasjid, gelandangan sendiri dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:

1. Tuna-karya dan tuna-wisma Tuna-karya dan tunawisma merupakan orang yang sama sekali tidak mempunyai pekerjaan serta tidak bertempat tinggal yang tetap.

2. Tuna-karya dan berwisma tak layak Tuna-karya dan berwisma tak layak merupakan orang yang sama sekali tidak memiliki pekerjaan, tetapi mempunyai tempat tinggal tetap yang tak layak.

3. Berkarya-tak layak dan tuna-wisma
Berkarya-tak layak dan tunawisma merupakan orang yang mempunyai pekerjaan yang tak layak serta tak bertempat tinggal tetap.

4. Berkarya-tak layak dan berwisma-tak layak Berkarya tak layak dan berwisma tak layak merupakan orang yang mempunyai pekerjaan yang tak layak, serta bertempat tinggal tetap yang tak layak (Arrasjid, 1980:3).

Dampak adanya tunawisma di negara:

1. Menghambat pembangunan negara
Banyaknya tunawisma akan menyebabkan sulitnya untuk membangun sebuah kota dari negara karena apabila terdapat tunawisma akan sangat sulit untuk terjadinya kesejahteraan sosial di suatu negara.

2. Mengganggu tatanan lingkungan
Semakin banyak tunawisma di dalam kota, maka akan membuat pemandangan di suatu kota tersebut menjadi tidak baik untuk dilihat dikarenakan banyak tunawisma dalam kota tersebut.

3. Menimbulkan gambaran sebagai bangsa yang buruk
Gambaran suatu bangsa dapat dilihat dari kesejahteraan masyarakatnya. Kesejahteraan ini diharapkan dapat menjadi gambaran keadaan negara tersebut. Jumlah tunawisma yang tidak terkendali membuat banyak pertanyaan yang muncul tentang kesejahteraan sosial bangsanya. Masalah ini merupakan contoh masalah sosial yang banyak kita temui.

4. Tigginya tunasusila
Orang yang merasa dirinya rendah maka sudah tidak ada keinginan untuk dihargai oleh orang lain. Orang ini merasa tidak perlu di anggap oleh lingkungannya. Apbila hal ini terjadi maka banyak orang yang merasa tidak memiliki harga diri.

5. Meningkatkan kriminalitas
Pada dasarnya kriminalitas merupakan permasalahan yang tidak dapat dihindarkan ataupun dipisahkan dari kehidupan masyarakat, terlebih lagi apabila di lingkungan masyarakat tersebut terdapat pemantik yang mendukung terjadinya kriminalitas, salah satu contohnya adalah keberadaan tunawisma. Hal ini dengan mudah dapat kita jumpai di kota-kota besar, tingginya tuntutan hidup yang tak terelakkan acap kali memaksa sejumlah individu atau kelompok melakukan hal-hal yang diluar batas norma-norma yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri.

Strategi Islam Mengatasi Masalah Tunawisma

Indonesia belum mampu mengatasi masalah kekurangan rumah (backlog perumahan). Sudah banyak kebijakan perumahan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Kementerian PUPR, antara lain mengalokasikan pembiayaan perumahan bersubsidi Tahun Anggaran (TA) 2021 untuk empat program, yaitu Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), dan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang dipropagandakan menjadi solusi mengatasi backlog perumahan. Namun faktanya, sampai saat ini masalah tersebut belum kunjung berakhir.

Rumah tempat tinggal termasuk kebutuhan pokok. Dalam pandangan Islam pemenuhan kebutuhan pokok adalah berupa pangan, sandang dan papan atau tempat tinggal; juga kebutuhan asasi berupa pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan.

Ada beberapa strategi Islam agar setiap individu rakyat bisa memenuhi kebutuhan pokoknya termasuk kebutuhan papan atau tempat tinggal sehingga bisa mengatasi masalah tunawisma, antara lain:

1. Mendorong individu agar bekerja untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, termasuk kebutuhan papan (rumah).

Syariah pertama-tama membebankan nafkah kepada laki-laki (suami) untuk menafkahi istri, anak-anaknya dan siapa saja yang ada dalam tanggungannya.

وَعَلَى ٱلۡمَوۡلُودِ لَهُۥ رِزۡقُهُنَّ وَكِسۡوَتُهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ

“Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf.” (TQS. al-Baqarah: 233)

Hal itu juga yang diajarkan Rasulullah saw. terhadap seorang laki-laki dari kaum Anshor yang mendatangi beliau untuk meminta-minta. Rasul bertanya kepadanya tentang apa yang dimilikinya. Laki-laki tersebut menjawab bahwa di rumahnya hanya ada sehelai kain kasar untuk selimut dan satu gelas untuk minum.

Rasul menyuruh laki-laki tersebut untuk mengambil dua benda yang dimilikinya itu, lalu beliau menawarkan kepada para sahabat yang bersedia memberi benda yang dimiliki lelaki tersebut. Salah seorang sahabat membelinya dan laki-laki Anshar tersebut memiliki dua dirham.

“Belikanlah yang satu dirham makanan, lalu berikan kepada keluargamu. Lalu belikanlah satu dirham yang lain sebuah kapak, lalu bawakan kepadaku,” perintah Rasul sambil menyerahkan dua dirham kepada lelaki peminta dari Anshar. (Rasulullah Teladan untuk Semesta Alam, Raghib As-Sirjani, 2011)

Beberapa hari kemudian, lelaki Anshar itu datang menemui Rasul dengan membawa kapaknya. Lelaki tersebut diperintah Rasul untuk mencari kayu bakar dengan kapaknya, lalu menjual kayu bakarnya.

“Pergilah, cari kayu bakar dan juallah. Dan aku tidak ingin melihatmu selama 15 hari,” perintah Rasul. Setelah 15 hari berlalu, ia baru menemui Rasul dengan membawa uang 10 dirham dari hasil penjualan kayu bakar. Rasul berkata, “ Ini lebih baik untukmu dari pada engkau datang meminta-minta.”

2. Kontrol sosial sebagai mekanisme unik untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pangan, sandang dan tempat tinggal bagi si miskin, tanpa perlu mereka meminta-minta.

Jika laki-laki (suami) itu tidak mampu maka kewajiban itu meluas kepada ahli waris, yakni kerabat dari laki-laki (suami) itu. Jika kerabatnya juga tidak mampu maka masyarakat ikut berkewajiban membantunya.

Nabi saw. bersabda, “Tidak beriman kepadaku, siapa saja yang tidur (sambil perutnya kenyang) di malam hari, sedangkan tetangganya kelaparan dan ia mengetahuinya.” (HR. Al-Bazzar melalui jalur Anas)

Sungguh luar biasa Islam yang menjadikan keimanan sebagai jaminan berjalannya kontrol sosial. Setiap anggota masyarakat akan tergerak oleh keimanannya untuk memperhatikan kondisi tetangganya dan memastikan terpenuhi atau tidak kebutuhannya.

Bila ia mendapati tetangganya kekurangan, sedang ia kaya, maka Islam mendorongnya bersedekah. Akan tetapi, bila ia sendiri termasuk fakir dan tak mampu bersedekah untuk tetangganya, maka wajib baginya melaporkan kondisi tetangganya kepada pemimpin yang bertanggung jawab dalam wilayah tersebut.

3. Negara mewujudkan jaminan syariah atas pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu masyarakat.

Dalam sistem kapitalis saat ini, alih-alih negara memberikan dana kepada rakyat miskin yang membutuhkan rumah, mereka justru memberikan bantuan PSU (prasarana, sarana, dan utilitas umum) kepada para pengembang. Sebagaimana Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid menyatakan, bantuan PSU diberikan sebagai stimulan untuk kalangan pengembang agar lebih bersemangat membangun rumah bersubsidi di masa pandemi covid-19.

Selain itu, untuk mengatasi masalah kekurangan rumah bagi rakyat miskin, negara menerapkan konsep pembangunan dan pengadaan perumahan melalui konsep Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), seperti PT SMF (Persero)—lembaga pembiayaan sekunder perumahan yang dibangun pemerintah untuk penyediaan dana jangka panjang bagi sektor perumahan.

Jelas pemerintah tidak turun langsung menyelesaikan masalah perumahan rakyat miskin. Negara hanya bertindak sebagai regulator, sedangkan pelaksana di lapangan adalah operator yaitu para korporasi, baik lembaga keuangan swasta, bank-bank penyalur, maupun pengembang-pengembang properti.

Demikianlah konsep buruk kapitalisme yang tidak mengizinkan negara turun langsung mengurusi hajat hidup rakyat. Negara justru menyerahkan urusan tata kelola perumahan kepada korporasi, padahal hal itu termasuk hajat rakyat. Alhasil, masalah terus berlanjut karena sejatinya korporasi tidak memiliki kemampuan mengurusi hajat publik.

Berbeda dengan sistem Islam dimana tugas utama khalifah adalah sebagai periayah (pelayan) umat. Dalam konsep Islam, perumahan merupakan bagian dari hajat hidup rakyat, maka negara bertanggung jawab memenuhi hajat hidup publik ini. Dalam hal ini, kepala negara adalah orang yang bertanggung jawab atas urusan rakyatnya, sebagaimana sabda Rasul saw.:

“Imam (kepala negara) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.” (HR. Bukhari)

Khalifah akan bertanggung jawab menjamin dan melayani semua keperluan rakyat bukan regulator seperti pemimpin kapitalis saat ini.

Sejarah peradaban Islam membuktikan negara amat memperhatikan perumahan yang layak untuk rakyatnya. Kita dapat melihat peristiwa setelah Rasulullah saw. hijrah, di Madinah bangkit sebuah gerakan pembangunan yang sangat luas, bahkan menjadi industri bangunan yang mendapat perhatian kaum muslim.

Hal ini karena melihat kaum Muhajirin yang membutuhkan tempat tinggal di Madinah. Rasulullah saw. sebagai kepala negara menggariskan beberapa langkah dan menentukan beberapa distrik di mana mereka akan membangun rumah-rumahnya. Bahkan, bahan-bahan bangunan yang digunakan dari sumber daya alam yang ada di sana ketika itu, berupa tanah liat, batu bata merah, dan pelepah kurma.

Allah Swt. menganugerahkan sumber daya alam sebagai milik umum yang dapat dimanfaatkan publik, antara lain bahan bangunan yang dapat dimanfaatkan secara langsung untuk membangun rumah, seperti batu kali dan pasir. Bahan-bahan lain yang tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh publik yang memerlukan pengolahan terlebih dahulu, seperti semen, besi, papan, dan lain-lain, harus dikelola negara agar dapat dimanfaatkan publik. Ketika publik harus membelinya, tentu dengan harga yang murah. Oleh karenanya, negara tidak dibenarkan menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada pihak swasta (operator) yang akan menyebabkan—antara lain—harga bahan bangunan mahal tak terjangkau rakyat miskin.

Rasulullah saw. mencontohkan bahwa pembiayaan pembangunan perumahan menggunakan dana dari baitulmal dan bersifat mutlak. Sumber-sumber pemasukan serta pintu-pintu pengeluarannya berdasarkan ketentuan syariat. Masyarakat yang membutuhkan bantuan untuk merenovasi rumahnya yang tidak layak huni, bisa segera dibantu negara tanpa harus berbelit-belit dalam pengurusannya.

Demikian pula masyarakat yang tunawisma, mereka juga akan dijamin negara untuk bisa tinggal di rumah yang layak huni. Tidak ada lagi rakyat yang rumahnya tidak layak huni dan tidak ada lagi tunawisma.

Wallahu a’lam.

 

Referensi
– Strategi Pembangunan Rumah Susun Berkelanjutan; Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Geografi; Universitas Gadjah Mada; Prof. Dr. Su Ritohardoyo, M.A.; 26 Agustus 2015

– Berbagai Media Online

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi