Muhammad Ayyubi ( Direktur Mufakkirun Siyasiyyun Community )
Tanggal 23 Juli ditetapkan sebagai hari anak nasional melalui ketetapan presiden atau Tapres No. 44/1984. Sehingga perayaan HAN tahun ini adalah yang ke 40. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menetapkan bahwa peringatan HAN merupakan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak sebagai generasi penerus bangsa.
Tema pelaksanaan HAN ke 40 tahun 2024 ini adalah “ Anak Terlindungi, Indonesia Maju “ . dengan total jumlah anak se Indonesia sebanyak 79,8 juta menjadi asset yang melimpah untuk masa depan. Maka perlu upaya serius untuk menanganinya agar tidak menjadi masalah di masa depan.
Keberadaan anak di masa depan tidak bisa tidak kecuali harus dipersiapkan sejak saat ini. Gambaran bagaimana Indonesia di masa datang bisa diprediksi dengan melihat keberadaan anak-anak saat ini.
Berdasarkan data Permenkes no 25/2014 pasal 1 ayat 1 seorang diketegorikan sebagai anak adalah mereka dalam rentang usia 0-18 tahun. Ini artinya seseorang dikatakan anak sejak di dalam kandungan hingga masa SMA kelas 3.
Fakta miris anak Indonesia.
Kondisi anak-anak Indonesia saat ini miris, berbagai persoalan menimpa mereka. mulai dari pembunuhan, pemerkosaan, bulliying, tawuran hingga begal. Berdasarkan data KPAI selama rentang tahun 2016 – 2020 ada 655 anak yang berurusan dengan hokum kerena menjadi pelaku criminal. Dengan rincian sebagai berikut : 506 anak melakukan kekerasan fisik dan 149 anak melakukan kekerasan non fisik.
Tren kenaikan kriminalitas oleh anak terus berlangsung, menurut data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia dalam rentang 2020-2023 tercatat 2000 anak berkonfilk dengan hukum, sebanyak 1,467 anak berstatus tahanan dan menjalani proses peradilan sementara 526 anak sedang menjalani hukuman sebagai narapidana.
Sementara menurut data BNN ada sekitar 2,2 juta anak dari kalangan pelajar terpapar penggunaan narkoba. Sedangkan data menunjukkan 50,000 anak hamil diluar nikah dikutip dari Kepala BKKBN Hasto Wardoyo.
KPAI mengungkap ada sekitar 3.800 kasus perundungan atau bullying sepanjang tahun 2023 dan separuhnya terjadi di lingkungan sekolah termasuk pondok pesantren.
Fakta pilu anak-anak Indonesi lainnya, ada sekitar 5,5 juta anak Indonesia jadi korban pornografi. Data BPS menunjukkan sekitar 33 % anak usia dini telah terpapar gadget, sementara 46,2 % kecanduan game online demikian survey lang dilakukan oleh APJI ( asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet ) pada tahun 2023 pada 8.500 responden.
Jika demikian gambaran anak kita hari ini apa gambaran masa depan yang diharapkan oleh bangsa ini. Karena sejatinya mereka adalah pengganti generasi tua hari ini yang secara logis akan meningalkan lebih dulu. Dalam sebuah ungkapan disebut. “ anak-anak hari adalah pemimpin masa depan “
Maka harapan Indonesia yang termaktub dalam tema HAN ke 40 akan sulit terwujud. Bagaimana anak-anak terlindungi sementara sistem yang ada sekarang gagal menjaga anak anak dari kejahatan, baik sebagai pelaku atau korbannya. Indonesia maju yang diharapkan juga sulit terealisasi karena anak-anak sudah terpapar dengan segala bentuk kerusakan moral dan perilaku.
Cara Islam Membentuk Generasi
Dalam Islam, seorang anak adalah mereka yang berada dalam rentang usia 0 – baligh. Baligh adalah masa di mana seorang anak telah mengalami fase mimpi basah pada anak laki-laki dan fase haid bagi anak perempuan. Adapun usia baligh setiap anak berbeda-beda tergantung kondisi hormon dan rangsangan luar pada anak.
Islam mempersiapkan anak-anak siap menghadapi masa dewasanya untuk menerima tanggung jawab dan amanah untuk keluarga dan dirinya sendiri. Sejak masa dalam kandungan, Islam memerintahkan orang tua untuk mempersiapkan anak-anaknya menjadi penerus perjuangan orang tuanya. paling tidak ada tiga pilar yang terkait, yaitu orang tua, sekolah dan negara.
Orang tua adalah pihak pertama yang dibebani untuk mendidik anak mereka dengan pendidikan yang terbaik dan membekas ke dalam jiwa mereka.
Persiapan membentuk anak-anak shalih harus dipersiapkan sebelum pernikahan dengan cara memilih calon ibu dan ayah bagi anak-anaknya dengan memilih wanita atau lelaki shalih dan baik agamanya.
Selanjutnya, sejak di dalam kandungan orang tua dituntut untuk mengondisikan anak-anaknya dengan pendidikan agama yang kokoh. Memberikan asupan gizi yang cukup dan menjaga jiwa sang ibu agar siap lahir bathin menghadapai kehidupan barunya sebagai ibu.
Ayah dan ibunya adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Membimbing mereka dengan syariah yang Allah turunkan agar kelak anak-anak tersebut siap memilkul tanggung jawab sebagai manusia dewasa. Orang tua menanamkan pondasi keimanan kapada agar mereka tumbuh sebagai pribadi yang bertaqwa.
Setalah masa-masa sekolah, anak memilki lingkungan baru yakni teman-teman sejawatnya di sekolah.
Pendidikan mengajarkan tsaqafah Islam secara sistematik sehingga terbentuk kepribadian yang Islami, yakni pola pikirnya sejalan dengan aqidah dan syariah yang diembannya. Dan pola sikapnya menunjukkan sikap seorang muslim yang tunduka dengan segala perintah dan larangan Allah baik dalam keadaan ramai ataupun sepi.
Yang terpenting adalah bahwa pendidikan dalan Islam gratis tanpa dipungut biaya, sehingga setiap anak bisa mengenyam pendidikan di semua jenjangnya. Sekolah gratis dalam islam bukan berarti tidak berkualitas, justru negara wajib menyediakan pendidikan terbaik dan berkualitas kepada rakyatnya sebagai bentuk tanggung jawab mereka kepada Allah.
Dengan pendidikan dasar dari orang tuanya, dilanjutkan oleh sekolahnya akan membantuk pribadi anak menjadi shalih, hal ini akan menajdi filter bagi mereka dari perbuatan criminal dan kemaksiatan lainnya.
Selanjutnya pihak ketiga adalah negara, negara sebagai pihak yang paling berkuasa karena memiliki dana, sumber daya manusia, tentara dan aparat keamanan bisa menciptakan suasana aman, tentram, adil dan sejahtera.
Negara harus menutup pintu-pintu masuknya kejahatan baik dari dalam negeri atau dari luar negeri. Internet haruslah diatur sesuai syariat Islam agar judi online, game online dan pornografi tidak masuk di dalamnya.
Negara juga wajib mengkondisikan rakyat agar tidak berikhtilat dalam setiap aktivitasnya, sekolah, transportasi, walimah, pesta dan sejenisnya dilarang campur baur laki dan perempuan karena biasanya semua itu adalah sarana untuk berzina dan pacaran.
Media massa, baik cetak maupun elektronik harus bersih dari gambar-gambar tidak sopan yang menampilkan ketelanjangan, pacaran dilarang, menikah sangat di dorong bagi anak-anak yang telah baligh dan mampu.
Di sisi ekonomi, negara harus menyiapkan lapangan kerja yang seluas-luasnya kepada rakyat, terutama kepada anak-anak yang baru menikah agar mereka bisa memperoleh gaji demi mencukupi kebutuhan mereka, dengan gaji yang layak mereka bisa membeli kebutuhan pokok mereka dengan baik dan bayi mereka terhindar dari stunting.
Dengan bekerja, anak-anak yang beranjak dewasa akan tersalurkan energy besarnya untuk hal-hal yang bermanfaat dan berguna, bukan untuk tawuran.
Dengan pola pengaturan secara sistematis seperti ini akan menghasilkan ribuan bahkan jutaan anak-anak yang shalih dan beradab. Terjaga aqidah dan perbuatannya, mental dan kepribadiannya selaras dengan iman yang diyakininya.
Islam telah berhasil mencetak generasi hebat separti yang digambarkan diatas, sejarah mencatat nama Thariq bin Ziyad penakluk Andalusia, Usamah bin Zaid Panglima muda pengganti kepemimpian ayahnya dalam perang mu’tah, Ali Bin Abi Thalib anak muda perkasa pemimpin kaum muslimin ke 4 setelah wafatnya Utsman bin Affan, Shalahuddin al Ayyubi remaja penakluk Pasukan salib di Yerussalam hingga Muhammad Al Fatih penakluk Konstantinopel pada usia 21 tahun.
Namun, adakah negara seperti yang digambarkan diatas saat ini? Jawabnya tidak ada, karena seluruh negara yang ada saat ini menerapkan sekularisme. Negara hebat tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah Khilafah yang menerapkan seluruh syariah Islam secara Kaffah.[]