Harga Telur Meroket, Mengapa Bisa Terjadi?

Oleh. Tri S, S.Si.

Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang bergizi tinggi, mudah dicerna dan memiliki rasa yang lezat. Tidak heran, telur banyak disukai hampir semua kalangan, mulai dari anak kecil hingga orang tua. Namun sayang, akhir-akhir ini harga telur mengalami kenaikan yang cukup fantastis. Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan menilai, pemerintah tidak berbuat banyak terhadap kenaikan harga telur tersebut. Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP IKAPPI) pun menyayangkan harga telur di pasaran terus melonjak. IKAPPI menyebut harga telur di wilayah Jabodetabek berada di kisaran Rp31.000,00 hingga Rp34.000,00 per kg. Sedangkan di luar Pulau Jawa atau wilayah Timur Indonesia tembus Rp38.000,00 per kg, bahkan lebih dari Rp40.000,00 per kg.

Reynaldi mengatakan, harga telur mengalami kenaikan sejak beberapa minggu terakhir, di mana IKAPPI sendiri menemukan ada dua hal yang menjadi fokus perhatian pihaknya. Pertama adalah karena faktor produksi, yang disebabkan oleh harga pakan yang tinggi. Kedua adalah akibat proses distribusi yang tidak sesuai dengan kebiasaan, yang biasanya di distribusikan ke pasar (kumparan.com, 18/05/2023).

Peternak ayam buka-bukaan soal alasan dan penyebab harga telur  naik belakangan ini. Presiden Peternak Layer Indonesia sekaligus Wakil Ketua Umum HKTI Bidang Peternakan dan Perikanan Ki Musbar Mesdi mengatakan kenaikan harga salah satunya dipicu peningkatan kebutuhan dan pesanan nasi bungkus dan rames di masa pendaftaran bakal calon legislatif pada Mei ini. Selain itu, Rofi juga menyinggung soal program Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang membagikan bantuan sosial (bansos) telur kepada keluarga rentan stunting (KRS) di 7 provinsi. Ia menyebut program tersebut juga membuat pesanan telur ke peternak melonjak. Rofi menyebut kenaikan harga telur selepas Idulfitri biasanya terjadi hingga H+21 sampai dengan H+27. Hal tersebut juga terjadi pada Lebaran kali ini, meski puncak kenaikan harga diklaim sudah mulai landai (cnnindonesia, 16/05/2023).

Melonjaknya permintaan telur di tengah persediaan yang terbatas menjadi pemicu meningkatnya harga telur. Ketidakstabilan harga telur di negeri ini tidak lepas dari penguasaan industri peternakan dari hulu ke hilir oleh korporasi raksasa. Sebab, korporasi raksasa inilah yang menguasai sektor produksi pakan ternak yang sebagian besar berasal dari negara asing.

Dari sisi modal dan daya saing, korporasi ini adalah pemain yang kuat dan besar. Akibatnya, mau tidak mau, peternak lokal harus membeli pakan, bahkan benih ayam dari korporasi besar ini. Inilah dampak penerapan sistem kapitalisme-neoliberal.

Sistem ini telah memberikan dominasi kepada para pemodal yaitu perusahaan-perusahaan raksasa untuk menguasai hajat masyarakat. Di sisi lain, tata kelola sektor peternakan di bawah sistem kapitalisme hanya menjadikan pemerintah sebagai regulator dan fasilitator masuknya korporasi-korporasi raksasa yang telah nyata mematikan usaha peternak lokal. Pemerintah yang menerapkan sistem ini telah mengabaikan hak rakyat sekaligus tanggung jawabnya sebagai pengurus urusan rakyat.

Saat ini, umat membutuhkan negara yang menjamin kestabilan harga dan memastikan setiap individu mampu mengakses kebutuhan pangannya dengan mudah, murah, bahkan gratis. Negara tersebut adalah negara yang menerapkan sistem Islam kaffah. Rasulullah saw. pernah bersabda:

“Imam/khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Islam memandang bahwa yang berkaitan dengan pemenuhan pangan masyarakat mulai dari ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan oleh masyarakat hingga hingga terpenuhinya gizi masyarakat berada di tangan negara. Sebab, negaralah yang ditetapkan oleh Islam untuk menjadi pengurus bagi rakyatnya. Untuk mewujudkan semua itu, negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam dan juga akan mengatur usaha peternakan ini dengan menggunakan paradigma syariat Islam.

Negara tidak akan membiarkan dominasi perusahaan integrator seperti hari ini apalagi perusahaan tersebut bisa mengendalikan jumlah produksi dan bahkan bisa mengendalikan harga pasar. Negaralah yang bertanggung jawab agar sarana produksi peternakan  bisa didapatkan dengan mudah dan harga yang terjangkau. Bahkan bisa jadi negara menggratiskan bagi para peternak yang tidak mampu.

Negara juga akan membangun infrastruktur yang mendukung untuk usaha peternakan tanpa unsur komersialisasi hingga para peternak mudah untuk mengangkut produk tanpa terbebani biaya angkut. Negara akan meningkatkan pengawasan dan melakukan penindakan tegas kepada para pelaku pasar yang curang seperti penumbukan barang dan praktik kartel riba.

Alhasil, praktik-praktik harga yang terbentuk di pasar benar-benar wajar dan mengikuti prinsip sesuai dengan permintaan dan penawaran dan tata kelola yang sesuai dengan syariat Islam. Sistem pangan di bawah institusi Kh1l4f4h yang menerapkan Islam secara kaffah akan mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan.

Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi