Oleh. Dwi Oktaviani Tamara (Generasi Peduli Umat)
Ramadan sudah tinggal menghitung hari, tetapi lagi-lagi masyarakat dibuat resah dengan segala kebutuhan bangan pangan naik. Ini pun sudah menjadi tradisi harga kebutuhan pangan naik menjelang bulan Ramadan.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan komoditas pangan mengalami inflasi pada bulan Ramadan mendatang. Hal ini merupakan situasi musiman seperti tahun-tahun sebelumnya.
Adapun beberapa komoditas yang berpotensi naik seperti daging ayam, minyak goreng, dan gula pasir. Selain komoditas tersebut, komoditas pangan lainnya seperti beras juga ikut naik.
BPS melaporkan, sepanjang awal tahun ini, harga beras sendiri sudah mengalami kenaikan yang tinggi. BPS menyebut tingkat inflasi secara umum pada Februari 2024 mencapai 2,75% year on year dan 0,37% month-to-month. Secara bulanan, beras mengalami inflasi sebanyak 5,32% dengan andil 0,21% terhadap inflasi umum (Kumparan.com, 1/03/3024).
Ramadan yang Menyedihkan
Kondisi ini, seolah sudah menjadi tradisi dan selalu berulang setiap tahunnya. Kondisi seperti ini tentu saja memberatkan masyarakat, yang seharusnya di bulan mulia ini bisa menjadi momen khusyuk bagi kaum muslim untuk lebih fokus beribadah. Tetapi faktanya, fokus mereka menjadi teralihkan kepada kenaikan harga bahan pangan.
Sejatinya, kenaikan harga bahan pangan yang terjadi saat ini, dipicu oleh adanya penerapan sistem ekonomi kapitalistik neoliberal. Penerapan sistem inilah yang meminimalkan peran negara untuk mengurusi kebutuhan rakyatnya sehingga kebijakan tersebut seringkali tidak pro pada rakyat. Alhasil, kenyataan pahit yang harus ditanggung oleh rakyat.
Sejatinya lonjakan harga bahan pangan karena lemahnya fungsi negara terutama dalam mengatur sektor pertanian ataupun perkebunan serta dalam pendistribusiannya. Sudah bukan rahasia lagi, bahwa pengelolaan kebutuhan pokok rakyat ini dikuasai oleh korporasi segelintir orang dan perusahaan-perusahaan yang hanya mengejar keuntungan.
Ditambah lagi kenaikan harga bahan pangan bukan kali ini saja terjadi tetapi sudah berulang kali. Seharusnya negara bisa mengantisipasi hal tersebut dengan mengamankan stok di pasaran dan menjaga harga tetap stabil.
Kondisi kita saat ini seharusnya tidak mengganggu kesyahduan Ramadan yang disebabkan oleh perkara-perkara duniawi. Seharusnya perkara-perkara tersebut diselesaikan oleh penguasa, mengingat posisinya sebagai pemelihara urusan publik.
Harga komoditas pangan yang naik saat ini jelas membutuhkan pengaturan dengan sistem yang benar. Hal ini hanya bisa diwujudkan dengan adanya penjagaan ketersediaan pangan, dan stabil harganya. Jika semua itu terlaksana dengan baik tentu masyarakat akan merasa nyaman untuk beribadah dibulan Ramadan yang mulia ini.
Ramadhan Sejahtera dengan Islam
Sungguh sangat berbeda dengan sistem Islam. Negara yang menerapkan sistem Islam dan berhukum sesuai dengan syariat Islam, maka akan menjalankan fungsinya sebagai pelayan rakyat. Negara pun akan memenuhi segala kebutuhan rakyatnya terpenuhi dalam kondisi apa pun. Negara akan menjamin bahwa di bulan Ramadan setiap orang bisa beribadah dengan tenang. Begitu pun segala hal yang dapat mengganggu kenikmatan dalam menjalankan ibadah puasa bulan Ramadan akan diantisipasi dan diatasi oleh negara dengan sangat baik.
Selain itu, negara juga mengedukasi masyarakat mengenai makna Ramadan dan bagaimana menjalankannya sesuai syariat. Melalui pendidikan yang berbasis akidah Islam yang sesuai dengan syariat Islam. Masyarakat pun akan dipahamkan mengenai pola konsumsi yang benar agar mendapat keberkahan di dalamnya.
Apalagi Ramadan adalah tonggak untuk bersegera menjalankan syariat-Nya secara kaffah. Dengan demikian, menerapkan syariat Islam secara sempurna akan membawa kesejahteraan yang hakiki bagi setiap insan. Wallahu a’lam bissawwab.