Setahun terakhir, harga beras terus mengalami kenaikan tinggi, bahkan kenaikan harga beras di tahun 2023 nyaris 20% dibandingkan dengan harga sebelumnya. Mahalnya harga beras menyusahkan semua orang, karena beras merupakan salah satu kebutuhan pokok rakyat. Salah satu penyebabnya adalah rusaknya rantai distribusi beras yang saat ini dikuasai oleh sejumlah pengusaha (ritel). Termasuk adanya larangan bagi petani untuk menjual langsung ke konsumen. Penguasaan distribusi beras oleh pengusaha ini memungkinkan terjadinya permainan harga, penahanan pasokan (monopoli) oleh pelaku usaha, yang tentu merugikan petani.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan adanya kenaikan harga pada komositas gula konsumsi, beras dan cabai merah dalam inspeksi mendadak (sidak) di pasar tradisional Cihapit Bandung dan Griya Pahlawan Bandung. Sidak ini dalam rangka mengantisipasi adanya permainan harga dan penahanàn pasokan oleh pengusaha tertentu serta stabilitas komoditas di Jawa Barat jelang bulan Ramadan (11/2/2024).
Harga beras yang tinggi membuat rakyat makin sengsara. Kenaikan harga pangan yang terus berulang akan berakibat pada makin sulitnya kehidupan masyarakat. Kondisi seperti ini menunjukkan abainya negara dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Karena pemerintah hanya mencukupkan diri dengan upaya stabilitas harga pangan melalui operasi pasar. Solusi ini sejatinya tidak menyentuh akar persoalan kenaikan harga pangan yang seolah-olah sudah membudaya di negeri ini. Saking seringnya terjadi, kini masyarakat terbiasa dan menganggapnya sebagai hal yang lumrah.
Pemenuhan kebutuhan pangan dengan harga yang terjangkau adalah salah satu tugas utama negara. Pemerintah atau negara semestinya berperan besar mencari solusi atas berbagai faktor penyebab naiknya harga pangan khususnya beras. Seharusnya, di tangan pemerintahlah segala kebijakan berasal. Namun saat ini, masalahnya adalah asas sekularisme liberal yang melandasi dan penerapan sistem kapitalisme dalam strategi politik ekonominya yang telah membuat negara tidak berperan sebagaimana mestinya.
Dalam negara seperti ini, berbagai sektor kehidupan termasuk pangan diatur sesuai mekanisme pasar bebas. Siapa pun aktor di luar negara bisa masuk dan mengendalikan pasar. Bukan saja pasar skala lokal, bahkan skala global. Sayangnya, pemerintah sendiri tidak begitu serius menghadapi situasi yang berulang terjadi ini. Dan mirisnya, kenaikan harga beras juga tidak serta merta meningkatkan kesejahteraan petani di negara ini. Kebijakan impor yang cenderung disetir kepentingan segelintir orang. Mencabut subsidi sarana produksi pertanian termasuk pupuk, serta penetapan harga pembelian pemerintah atas gabah yang sangat rendah yang nyatanya menyebabkan kehidupan mayoritas petani tetap menderita.
Alih-alih memperbaiki perekonomian, langkah antisipasi dari pemerintah nyatanya belum mampu untuk mengatasi masalah kenaikan harga bahan pokok di pasaran. Perlu dilakukan pengkajian dan pembahasan yang serius dan sistematik khususnya tinjauan dalam pandangan Islam. Karena dalam sistem Islam negara bertanggung jawab penuh atas kebutuhan sandang, pangan, papan seluruh masyarakat. Kebutuhan dasar ini adalah sebuah fitrah yang wajib dipenuhi oleh penguasa terhadap umat secara individu dengan adil. Pemimpin adalah ra’in yang di beri amanah atas bawahannya. Sudah semestinya, seorang pemimpin menjaga amanah dalam mengurus seluruh umat dari segala kesulitan. Pemerintah harus mengupayakan ke stabilan perekonomian yang merupakan tunggak kesejahteraan masyarakan. Karena itu bagian dari tugas yang diemban negara dalam memenuhi kebutuhan umat serta bentuk pelayanan pemimpin terhadap masyarakat.
Pemerintah juga perlu memastikan keamanan transaksi yang dilakukan oleh para pengusaha dan masyarakat, sesuai dengan syariat Islam. Karena kenaikan harga pangan ini bersifat sistemis, maka butuh perubahan yang sistemis pula untuk merombak paradigma kapitalisme dalam menjalankan pelayanan terhadap rakyat. Hanya Islamlah satu-satunya solusi alternatif yang paling tepat untuk mengganti sistem kapitalisme dalam menyelenggarakan pemenuhan kebutuhan rakyat secara hakiki dan menyeluruh.
Untuk itu, sudah menjadi tugas kita sebagai muslim, khususnya pemimpin muslim, hendaknya mengembalikan kembali sistem Islam kaffah ke tengah kehidupan umat. Agar tercipta kesejahteraan yang nyata. Dengan mekanisme seperti itu, harga pangan di pasaran akan mengikuti hukum permintaan dan penawaran sehingga tercipta kestabilan harga pangan. Yang tidak hanya menguntungkan masyarakat sebagai konsumen, tetapi juga tidak merugikan para petani sebagai masyarakat yang bertindak sebagai produsen. Di sinilah, kita akan menemui keadilan dalam sistem Islam yang mampu mengatur semua urusan kehidupan. Wallahu a’lam bissawwab.
Yani,
Bogor