Harga Beras Melambung, Ketahanan Pangan Lemah?

Oleh. Ummu Fatimah, S.Pd.

Banyak yang mengeluhkan naiknya harga beras di pasaran. Di tenggah beban hidup yang sudah berat, harga beras naik cukup membuat panik. Bagaimana tidak, pendapatan tidak naik, tetapi beban hidup semakin pelik. Harga beras terpantau terus melanjutkan kenaikan. Bahkan, kembali cetak rekor baru.

Harga beras Jumat (8/9/2023) naik Rp50,00 ke Rp12.670,00 per kg untuk jenis medium dan bertengger di Rp14.290,00 per kg untuk premium.

Sepekan lalu, 1 September 2023, harga beras premium tercatat di Rp14.010,00 per kg dan beras medium di Rp12.330,00 per kg.

Harga tersebut adalah rata-rata nasional harian di tingkat pedagang eceran. Data diakses dari Panel Harga Badan Pangan pukul 13.18 WIB. Pantauan di lapangan, harga beras bahkan sudah ada yang berkisar Rp16.000,00-17.000,00 per kg, dan di e-commerce bahkan ada yang dijual sekitar Rp18.000,00 per kg.
Terpantau, kenaikan harga beras, baik medium maupun premium saat ini, semakin memperdalam gap antara harga beras tahun lalu dengan tahun ini (cnbcindonesia.com, 8/9/2023).

Sangat disesalkan kenapa hal seperti ini terus berulang di negara kita. Jargon swasembada dan lumbung padi hanya menjadi mimpi. Faktanya, harga beras yang kian meninggi belum juga teratasi. Sebenarnya apa yang terjadi? Bukankah tanah kita subur dan luas sehingga layak mempunyai ketahanan pangan yang kuat?

Muncul bergagai macam spekulasi kenapa hal ini bisa terjadi. Di antaranya karena pengaruh turunnya stok beras yang disebabkan karena musim. Sekarang di negeri ini, kita sedang musim kemarau sehingga hasil panen tidak sebanyak pada waktu musim penghujan. El Nino pun diduga menjadi pemicu kenaikan harga beras, naiknya suhu dipermukaan air laut menyebabkan kekeringan ekstem pada pertanian.

Larangan ekspor beras di India, permainan pasar, semakin sempitnya lahan pertanian karena pembukaan pemukiman juga ikut memberi andil naiknya harga beras ini. Begitu juga kelangkaan pupuk dan naiknya harga pupuk juga menjadi pemicunya.

Ketahanan Pangan Kewajiban Negara

Kenaikan harga pada komoditi pertanian seperti beras, kedelai, bawang merah merah, bawang putih, dan lain-lain, tidak akan terjadi secara berulang jika kita mempunyai ketahanan pangan yang kuat. Ketahanan pangan yang kuat tentu disokong oleh negara, seluruh warga negaranya, dan didukung sistem yang berpihak kepada rakyat. Pemerintah sebagai pemegang kebijakan mempunyai pertan penting dalam mendorong warganya turut aktif berswasembada. Pemerintah memberikan fasilitas dan mempermudah mendapatkan segala kebutuhan dalam bertanam.

Selain itu, pemerintah seharusnya meyiapkan lahan subur yang siap ditanami, menyediakan bibit unggul, sarana dan prasarana yang memadai, obat pertanian dan juga ketersediaan pupuk. Setiap kebijakanya berorientasi untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk pengusaha atau korporasi apalagi kantong pribadi.

Negara akan tepat dalam pendistribusian bahan pangan, sigap melakukan operasi pasar, dan melakukan tindakan tegas kepada pelaku kecurangan. Bagi mereka para tengkulak yang suka mempermainkan harga, penimbun barang, dan para mafia pangan akan diberikan sanksi yang tegas dan menjerakan. Sungguh, semua itu hanya ada dalam sistem Islam.

Sistem Islam adalah sebuah sistem yang sempurna yang berdiri di atas hukum syara’. Setiap kebijakannya akan berfokus pada kemaslahatan umat. Dalam hal ini, kepala negara adalah pelayan umat. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits:

“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari)

Termasuk di dalamnya adalah pemenuhan kebutuhan rakyat akan pangan. Bagaimana kisah Khalifah Umar bin Khattab memanggul sendiri gandum yang akan diberikan kepada satu keluarga yang memasak batu karena kelaparan. Ia merasa berdosa dan lalai kemudian meminta maaf pada rakyatnya yang luput dari perhatiannya.

Bahkan dalam masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz rakyat benar-benat merasakan kesejahteraan. Dengan bukti tidak ada satu orang pun yang mau menerima zakat pada masanya.

Setidaknya ada dua kebijakan dalam sistem Islam untuk memenuhi kebutuhan pangan. Yaitu intensifikasi dengan mempermudah petani dalam hal produksi. Penyediaan bibit unggul, obat pertanian, pupuk, dll. Subsidi bukanlah beban, melainkan satu cara untuk meningkatkan produktivitas yang akan menjaga ketersediaan. Selanjutnya ekstensifikasi dengan perluasan lahan pertanian, menghidupkan lahan mati, memberikan tanah kepada siapa saja yang mampu mengolahnya. Negara akan hadir untuk rakyat, bukan untuk korporasi. Menjaga agar alih fungsi lahan benar-benar dilakukan untuk kepentingan seluruh rakyat. Dengan itu, negara tidak akan bergantung dengan negara luar, tetapi mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyat dengan pegelolaan yang tepat.

Wallahu a’lam bishowab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi