Oleh. Setyo Rini
(Aktivis Muslimah Gempol)
10 November diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia sedunia. Munculnya HAM ini berawal dari rasa tidak puas akibat perampasan hak dan kebebasan manusia karena kepentingan beberapa negara besar dalam mengeksploitasi dan menjajah negeri-negeri yang lain.
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), tepatnya di Paris, Prancis pada 10 November 1948 menyetuskan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dan sejak tahun 1950 diperingati secara rutin di setiap tahun. Dari langkah awal ini, kini tiap negara berusaha mencanangkan HAM masing-masing sebagai bentuk kebebasan sebuah negara dan dilindungi secara hukum.
Menurut Setara Institute bersama Internasional NGO Forum On Indonesia Development (INFID), menyebutkan bahwa skor indeks Indonesia akan Hak Asasi Manusia pada tahun 2023 mengalami penurunan menjadi 3,3 dari sebelumnya yaitu 3,2. Skor diberikan berdasarkan terpenuhinya hak-hak yang mengacu pada 6 indikator pada variabel hak sipil dan politik, 5 indikator pada variabel ekonomi, sosial, budaya, dan diturunkan dalam 50 subindikator.
Skor terendah yakni 1,3 atas indikator kebebasan berekspresi dan berpendapat. Skor 3 untuk variabel hak sipil dan politik. Setara menambahkan bahwa Presiden Joko Widodo memiliki kinerja paling buruk dalam melindungi dan memenuhi hak warga atas tanah dan kebebasan selama kepemimpinan yang hampir menuju satu dekade (CNN Indonesia, 10/11/2023).
Sejatinya, hak asasi manusia merupakan hak dasar yang melekat secara kodrati pada setiap manusia. Oleh karena itu, butuh perlindungan, dihormati, dipertahankan, dan tentu saja tidak boleh diabaikan, dikurangi, ataupun dirampas. Untuk itu, setiap manusia mempunyai kewajiban yang sama baik kepada sesama atau pun masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan juga bernegara.
Miris sekali ketika melihat kenyataan yang ada di tengah-tengah masyarakat, meskipun setiap tahun ada peringatan terhadap hak asasi manusia namun kejahatan terhadap kemanusiaan dan penegakan hukum masih jauh dari harapan, bagaikan pungguk merindukan bulan. Wewenang negara untuk mengusut dan juga mengadili pihak-pihak yang bertanggungjawab atas pelanggaran HAM utamanya pada masa lampau belum juga bisa terselesaikan. Tercatat masih ada 12 kasus pelanggaran HAM berat termasuk didalamnya kasus Trisakti 1998.
Negara Barat dan lembaga internasional yang mengopinikan HAM sebagai solusi dalam berbagai masalah dunia sejatinya hanyalah ilusi semata. Bahkan kegagalan mereka pun telah nyata terlihat dari berbagai persoalan yang tidak kunjung terselesaikan. Negara Barat dan Amerika yang senantiasa menyerukan HAM pada kenyataannya adalah negara yang paling banyak pelanggarannya. Misalnya karena kerakusannya menyerang dan membumi hanguskan negeri-negeri Islam seperti Afganistan, Irak, Suriah, dan yang masih berlangsung perlawanannya saat ini yaitu negeri Palestina. Amerika dan sekutunya bahu membahu untuk mewujudkan cita-citanya dalam mempertahankan propaganda kebebasan.
Ide HAM yang melahirkan kebebasan (liberalisme) memiliki standar ganda dalam penerapannya. Apabila yang melakukan Amerika dan sekutunya, maka tidak dianggap sebagai pelanggaran HAM, akan berbeda anggapan dan tindakan yang diambil jika yang melakukan itu dianggap musuh mereka. Di Indonesia, untuk kasus Papua misalnya, jika ada tindakan tegas dari aparat untuk menyelesaikan kasus tersebut maka ini dianggap sebagai pelanggaran HAM dan dibawa ke forum internasional. Namun, menjadi sebuah kenyataan bahwa KKB telah banyak menghilangkan nyawa dan memakan korban yang tidak sedikit dianggap bukan melanggar HAM justru sebaliknya KKB tersebut akan senantiasa dilindungi.
Oleh karena itu, ide HAM sejatinya adalah ilusi. Terlahir dari rahim sekularisme yang sangat mengagungkan kebebasan. Paham yang rusak dan merusak yang diadopsi serta dipaksakan untuk diterapkan inilah sebenarnya akar dari setiap permasalahan dunia saat ini.
Maka bagi seorang muslim sudah selayaknya tidak menyandarkan segala solusi dalam menyelesaikan kehidupan ini berlandaskan kepada paham sekularisme. Manusia pada dasarnya adalah lemah dan terbatas. Ia tidak akan bisa menjangkau apa pun melebihi dari apa yang bisa diindranya. Begitu pula dalam menentukan baik dan buruk akan senantiasa dipengaruhi oleh berbagai kepentingan dengan tujuan akhirnya yakni memenuhi hawa nafsu untuk kepuasan jasad semata. Maka aturan yang dibuat, akan lebih mementingkan pembuat aturan dan kelompoknya.
Sehingga potensi bahayanya pun sangat besar karena akan selalu ada pertentangan, pertikaian, dan perkelahian yang tak berkesudahan. HAM juga merupakan alat Amerika dan sekutunya untuk menghabisi potensi kaum muslimin terutama ketika berseberangan dengan kepentingan mereka. HAM juga sebagai sarana melanggengkan dan mefasilitasi kemaksiatan tanpa batas.
Islam mempunyai solusi yang sangat fundamental dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi oleh dunia saat ini. Islam menetapkan bahwa setiap perbuatan manusia terikat dengan hukum syariat sebagai standar hukum yang sama.
Sebuah pertanyaan sekaligus sindiran yang diberikan oleh Allah kepada hambanya dan seharusnya hal ini sebagai peringatan dan juga perenungan bagi yang mendeklarasikan diri sebagai seorang yang beriman. Allah Swt. berfirman dalam surah Al Madinah ayat 50,
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang yang meyakini agamanya.”
Dengan penerapan Islam secara menyeluruh, negara tidak sekadar menghadirkan terpenuhi kebutuhan dasar manusia, namun juga mampu menghasilkan maqosid syariah sehingga manusia dapat hidup tenteram. Karena, mereka rida dengan ketetapan Allah, dan Allah pun rida dengan ketundukan dan ketaatan hamba-Nya. Wallahu a’lam bishowab.