Oleh: Wida Nusaibah
(Malang-Jatim)
Masih segar dalam ingatan kita, Cianjur luluh lantak akibat gempa besar. Namun kemudian, gempa dahsyat melanda Turki, hingga puluhan ribu korban meninggal. Kini, giliran Papua diguncang gempa berkekuatan Magnitudo 5,3 pada Kamis (9/2/2023).
Gempa yang berkali-kali terjadi bukanlah kebetulan dan bukan sekadar fenomena alam. Namun, di balik gempa tersebut ada pelajaran besar untuk umat manusia, yakni sebagai pengingat.
Gempa sebagai pengingat kematian, bahwa manusia tak dapat menolak ajal yang datang tanpa diketahui waktunya. Selain itu, gempa juga sebagai pengingat bahwa begitu kecilnya manusia di hadapan Allah Sang Pencipta. Sehingga dengan satu goncangan saja telah membuat manusia tak berdaya.
Jika sudah paham kematian itu bisa datang setiap saat dan memahami bahwa begitu besar kekuasaan Allah, lalu masih pantaskah manusia menyombongkan diri dengan mencampakkan aturan Allah dalam kehidupan dengan hanya melaksanakan sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain? Padahal telah jelas perintah Allah agar manusia masuk ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh).
Tak hanya itu, gempa juga sebagai pengingat bagi seluruh pemimpin di negeri-negeri muslim untuk sepenuhnya melayani rakyatnya dengan memenuhi semua kebutuhan warga yang terdampak gempa. Negara harus amanah, tak boleh lepas tangan. Sebab, setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.
Sungguh, gempa ini menjadi pengingat bahwa tujuan diciptakannya manusia tak lain adalah untuk beribadah kepada-Nya. Lalu, sudahkah setiap perbuatan kita bernilai ibadah di hadapan Allah?
Mari kita jadikan musibah sebagai momentum instrospeksi agar menjadi individu, masyarakat, dan negara yang diridhoi Allah dengan melakukan perubahan menuju kebangkitan umat demi ditegakkannya aturan Allah, yakni Islam secara keseluruhan bukan setengah-setengah.
Semoga para korban gempa meninggal husnul khatimah dan keluarga diberikan ketabahan menghadapi ujian ini. Wallahu a’lam