Gelombang PHK Massal Sebuah Keniscayaan dalam Sistem Kapitalisme

Oleh. Irah Wati Murni, S.Pd.
(Kontributor MazayaPost.com)

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat, sebanyak 52.933 pekerja menjadi korban PHK sepanjang Januari hingga 26 September 2024. Angka tersebut merupakan angka tertinggi dari periode sebelumnya. PHK terbanyak dari sektor pengolahan mencapai 24.013 kasus. Kemudian sektor jasa 12.853 kasus dan sektor pertanian, kehutanan, serta perikanan 3.997 kasus (tvonenews, 3 /10/ 24).

Di tahun 2024, penyumbang PHK tertinggi dipegang oleh Provinsi Jawa Tengah menduduki posisi teratas yang mengalami kasus PHK terbanyak dengan total 14.767 kasus. Disusul Banten 9.114 kasus dan DKI Jakarta 7.469 kasus (cnbcindonesia.com, 8 /5/ 24).

Melansir cnbcindonesia.com (8/5/24), Di Provinsi Jawa Barat (Jabar) sendiri, dalam kurun waktu setahun terakhir (2023-2024), sudah ada 8 pabrik ‘raksasa’ yang tutup. Sebelum pabrik Bata yang akhirnya tutup dan melakukan PHK massal terhadap 233 pekerjanya, publik juga gempar karena tutupnya pabrik ban PT Hung-A Indonesia yang beroperasi di Cikarang, Jawa Barat, PT Hung-A Indonesia tutup pada awal Februari 2024 yang menyebabkan seluruh karyawan yang berjumlah sekitar 1.500 orang diberhentikan sejak 16 Januari 2024.

Adapun 6 Perusahaan lainnya yang gulung tikar yakni PT Dean Shoes di Karawang jumlah PHK kurang lebih 3.500 pekerja, PT Besco Indonesia di Karawang jumlah PHK 4.000 pekerja, PT Eins Trend di Purwakarta jumlah PHK 4.000 pekerja, PT Matindo Wolrd di Sukabumi jumlah PHK 1.800 pekerja, PT Simmone Accessary di Bogor jumlah PHK 1.000 pekerja dan PT Wiska Sumedang di Sumedang jumlah PHK sekitar 700-an pekerja. Kementerian Ketenagakerjaan telah merilis jumlah angka PHK pada tahun 2024 (Januari-Maret) ini. Khusus di Jawa Barat, angka PHK berjumlah 2.650 dengan rincian Januari sebanyak 306 pekerja terkena PHK, Februari 654 pekerja, dan Maret 1.690 pekerja.

Di Purwakarta, sepanjang setahun ini (2023-2024) sudah ada 5 pabrik tutup dan telah melakukan PHK kepada karyawannya. Hal itu dikonfirmasi oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta Didi Garnadi. “Benar ada 4 perusahaan yang tutup tahun ini (2023). 2 diantaranya perusahaan garmen, yang pasarnya ekspor. Dengan ini, maka perusahaan garmen di Purwakarta kini sisa 5 perusahaan. Yang 1 lagi perusahaan bidang industri kawat las elektroda dan 1 lagi perusahaan komponen yang jadi vendor salah satu pabrikan otomotif,” katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (8/12/2023). Kemudian pada Mei 2024 lalu, PT Sepatu Bata menyusul melakukan PHK para karyawannya secara bertahap.

Berikut rincian kondisi 5 perusahaan yang tutup di Purwakarta: 1). PT Eins Trend: perusahaan terakhir produksi pada bulan November 2023, 2). PT Karya Yasantara Cakti (KYC): perusahaan tutup pada bulan Desember 2023, 3). PT Seyang Activewear: perusahaan tutup pada akhir Desember 2023, 4). Alfa Automotive Part Indonesia: sudah ada pemberitahuan ke pengawas, saat ini masih ada 5 orang yang menyelesaikan administrasi, Dinas Ketenagakerjaan belum diberikan informasi tembusan, dan 5). PT Sepatu Bata yang melakukan PHK para karyawannya secara bertahap. Jumlah karyawannya yang terkena PHK sebanyak 233 orang pada Mei 2024.

PHK Massal Indikasi Ekonomi Buruk

Melansir laman situs resmi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berkas.dpr.go.id (5/5/24), maraknya PHK disebabkan karena perlambatan ekonomi dunia dan kondisi geopolitik yang tidak menentu sehingga menimbulkan ketidakpastian dalam berusaha. Tahun 2024, perusahaan harus menaikkan produktivitas lebih dari 7% untuk menyerap kenaikan-kenaikan karena gaji, bahan baku, pelemahan rupiah dan lain lain. Perusahaan yang tidak efisien akan menghadapi persoalan daya saing. Oleh karena itu, salah satu langkah efisiensi perusahaan adalah dengan melakukan PHK. PHK dapat mengganggu hubungan industrial.

Kementrian Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyatakan, PHK massal menjadi indikasi bahwa perekonomian Indonesia sedang buruk. Pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang selama ini dibangga-banggakan ternyata dalam kondisi rentan. Meskipun pertumbuhan ekonomi stabil pada level 5%, ternyata kinerja industri dan penyerapan tenaga kerja tidak membaik. Artinya, pertumbuhan ekonomi tidak berkualitas. Memang ada investasi yang masuk dari sektor teknologi, tetapi jumlahnya tidak signifikan.

Adapun terkait PHK massal di Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), hal ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang tidak mendukung industri dalam negeri. Indonesia kebanjiran produk TPT impor dari Cina yang harganya jauh lebih murah. Impor ini dipermudah dengan kebijakan relaksasi impor oleh pemerintah yang tertuang dalam Permendag No. 8/2024. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkap bahwa sekitar 20.000 kontainer pakaian impor dari Cina telah membanjiri pasa lokal di Indonesia.

Hal ini tentu membuat para konsumen beralih pada produk TPT Cina yang lebih murah. Akibatnya, produk TPT dalam negeri terus tertekan dan tidak dapat bersaing, terutama dari sisi harga. Di lain sisi, ekspor TPT ke pasar luar negeri, yaitu AS, tengah anjlok karena permintaan mereka menurun dalam beberapa tahun terakhir akibat krisis global. Kombinasi turunnya permintaan ekspor dan banjir produk asing di pasar lokal menjadikan produksi TPT dalam negeri turun dan terjadi PHK massal.

Dampak PHK Massal Pengaruhi Kehidupan Sosial

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dapat berdampak pada masyarakat dalam berbagai hal, seperti: peningkatan angka pengangguran, dampak pada kesehatan mental yang menyebabkan kecemasan dan ketakutan, serta dampak pada perekonomian keluarga.

Meski para karyawan itu diberi pesangon, mereka tetap akan melalui masa tunggu dalam mencari kerja. Pada masa itu, mereka tetap mengeluarkan uang untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, saat ini, bersamaan dengan tingginya inflasi, harga kebutuhan juga ikut naik. Alhasil, besar pasak daripada tiang. Kondisi makin parah ketika harus berhadapan dengan biaya kesehatan, pendidikan serta pajak. Uang pesangon tidak lagi bisa diharapkan untuk menopang semua kebutuhan. Belum lagi godaan-godaan pinjaman online (pinjol) dengan bunga mencekik kini semakin merebak. Jika tidak kokoh pendirian, bisa saja tergoda rayuan manis sesaat lalu dikejar utang dengan bunga besar yang bisa berdampak pada tergadainya harta dan keselamatan nyawa.

PHK juga menciptakan banyaknya pengangguran yang dapat meningkatkan jumlah kemiskinan, pengemis, gelandangan, dan pengamen. Peningkatan ini dapat memengaruhi tingkat kriminalitas dan mengancam keamanan. Sebab, sulitnya mencari pekerjaan membuat pengangguran melakukan tindak kejahatan, seperti mencuri, merampok, dan menjual narkoba untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu, pengangguran yang meningkat juga dapat meningkatkan pekerja seks komersial terhadap anak muda untuk membantu keluarga memenuhi kebutuhan ekonomi.

Belum lagi, PHK bisa menimbulkan dampak negatif pada keutuhan rumah tangga, akibat perekonomi menurun drastis bukan tak mungkin bisa menyebabkan pertengkaran suami istri hingga berujung KDRT yang kemudian menjadi pemicu utama kasus perceraian.

Dikutip dari Koran Tempo, pelbagai peristiwa PHK juga melahirkan permasalahan baru yang mengkhawatirkan, yaitu besarnya jumlah orang putus asa mendapatkan pekerjaan (hopeless of job). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah orang berusia 15-29 tahun yang mengalami hopeless of job pada 2024 sebanyak 362.522. Kondisi buruk ini dapat menyebabkan anak muda mengalami frustasi, putus asa, dan depresi.

Situasi saat ini sangat ironis, di tengah gencarnya investasi yang masuk ke dalam negeri, anak bangsa justru menjadi tunakarya di negaranya. Kondisi macam ini tentu juga menjadi beban negara.

Solusi Setengah Mateng

Sepanjang PHK terjadi, para pemegang kebijakan kelihatan memberikan solusi setengah mateng, yakni mereka memberikan bantuan seperti BLT, PKH, sembako, dan yang lainnya untuk menjaga roda perekonomian terus berputar.

Selain itu, juga melakukan kerja sama dengan pihak swasta sekaligus menarik investasi agar mereka mempekerjakan masyarakat Indonesia. Pemerintah melalui perbankan juga memberi bantuan modal usaha, terutama UMKM, meski modal yang diberikan terikat dengan riba.

Jauh panggang dari api, penyelesaian masalah pengangguran ini, bukan memberikan solusi hakiki tapi malah menambah masalah baru. Bantuan yang diberikan selama ini hanya mampu menutupi kebutuhan sebagian masyarakat di waktu tertentu saja, belum lagi ada bantuan yang salah sasaran. Selama masalah pengangguran tidak terselesaikan, masyarakat tetap akan kesulitan memenuhi kebutuhan. Artinya, penyelesaian itu tidak bisa secara tuntas membantu masyarakat.

Solusi Investasi atau kerja sama antara negara dan pihak swasta asing untuk merekrut pekerja juga terkendala. Dengan iklim ekonomi pasar bebas saat ini, bebasnya peredaran barang impor membuat perusahaan dalam negeri kalang kabut. Akhirnya, ketika perusahaan-perusahaan itu sepi permintaan, PHK lah yang terjadi. Tidak sampai di situ, UU yang mengatur ketenagakerjaan (Omnibus Law Cipta Kerja) faktanya juga menguntungkan pihak swasta, bukan para pekerja. Semenjak Omnibus Law Cipta Kerja disahkan, pihak perusahaan sangat mudah melakukan PHK. Sementara pekerja dalam negeri kian tertindas dan meronta-ronta kesejahteraannya.

Begitupun dengan solusi memberikan bantuan modal kepada pelaku usaha mikro, justru menjerat para pemula pada riba, padahal UMKM saat ini juga tidak menjamin akan berjalan mulus. Banyak pula yang jatuh bangun. Jika tidak berhasil, para pelaku UMKM malah terjebak utang. Akhirnya, aset mereka justru disita pihak pemberi pinjaman. Sungguh ironis!

Akar Masalah PHK, Akibat Kesalahan Paradigma

Maraknya PHK merupakan akibat kesalahan paradigma ketenagakerjaan dan industri yang diterapkan negara dalam Sistem Kapitalisme saat ini. Sistem ini menerapkan kebijakan liberalisasi ekonomi yang merupakan bentuk lepasnya tanggung jawab negara dalam menjamin terbukanya lapangan kerja yang luas dan memadai. Pasalnya, negara menyerahkan penyediaan lapangan kerja pada pihak swasta melalui regulasi yang mempermudah pihak swasta dalam membuka bisnis dan mengelola Sumber Daya Alam (SDA) negeri ini. Selama mereka memiliki modal, pemerintah akan memberikan support penuh.

Bahkan kini pemerintah memiliki jalan pintas bagi pihak swasta untuk membangun usaha di negeri ini, yakni memberi label PLN (Proyek Strategis Nasional) tanpa mengkaji secara mendalam, apakah proyek tersebut berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat atau tidak. Sebab, jika ditelusuri lebih jauh, bukannya menyejahterahkan rakyat, sebagian besar dari proyek strategis tersebut sangat merugikan rakyat, khususnya rakyat setempat. Bahkan tak jarang, PLN berujung munculnya konflik agraria dengan penduduk lokal.

Selain itu, penerapan Sistem Kapitalisme meniscahyakan perusahaan swasta menjalankan prinsip-prinsip kapitalisme dalam bisnisnya. Perusahaan selalu berorientasi untuk mendapatkan keuntungan sebasar-besarnya, dimana hal ini bisa dilakukan dengan mengecilkan biaya produksi, para pekerja atau buruh hanya dipekerjakan sesuai kepentingan industri atau perusahaan. Sehingga, jika perusahaan harus menekan biaya produksi untuk menyelamatkan perusahaan, maka pilihannya adalah PHK pekerjanya.

Sebab, pekerja dalam paradigma kapitalis, hanya dipandang sebagai faktor produksi. Kalaupun mereka mendapat pesangon setelah di PHK itu tidak cukup menjamin kehidupan pekerja korban PHK untuk bertahan hidup selama menganggur dan mencari pekerjaan lain. Hal ini membuktikan upaya pemerintah menyerahkan ketersediaan lapangan pekerjaan pada pihak swasta salah besar. Karena berpangku tangannya penguasa dari menjamin lapangan pekerjaan memadai dan layak bagi rakyatnya telah menghasilkan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang kontroversial. Para pekerja atau buruh memandang UU tersebut hanya memberikan kemudahan bagi pihak perusahaan melakukan PHK. UU tersebut juga semakin memperkeciil peluang pekerja bagi rakyat dalam negri, karena syarat mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA) semakin dipermudah. Inilah konsekuensi penerapan sistem kapitalisme di negeri ini.

Sistem Ekonomi Islam yang Paripurna, Solusi Tuntas Atasi PHK

Berbeda dengan penerapan sistem islam dalam sebuah institusi islam yakni Khilafah Islamiyah, penerapan islam yang bersumber dari Al Khaliq ini menisyakan terwujudnya rahmat bagi seluruh alam termasuk kehidupan manusia. Oleh karena itu, sebagai sistem hidup, islam memiliki aturan rinci terkait ketenagakerjaan yang terangkum dalam Sistem Ekonomi Islam (Nidzham Iqtishadi fii Islam). Dimana jika Sistem Ekonomi Islam diterapkan akan menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan yang memadai bagi rakyatnya.

Bagaimana tidak, islam mewajibkan negara sebagai raa’in, menyediakan lapangan kerja yang cukup dan layak bagi seluruh rakyatnya. Hal ini diwujudkan negara Khilafah melalui upaya membangun iklim usaha yang kondusif dan memberikan berbagai hal yang memudahkan rakyat dalam bekerja. Upaya negara menyediakan lapangan kerja yang luas adalah bagian dari jaminan negara secara tidak langsung bagi rakyatnya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya berupa sandang, pangan dan papan.

Negara juga menyediakan akses bagi rakyat atas kebutuhan pokok tersebut melalui mekanisme yang diatur syariat islam, sehingga harga pangan, sandang maupun papan tidak terlampau mahal dan mudah mengalami kenaikan. Adapun layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan dipenuhi negara secara langsung. Semua kebutuhan dasar tersebut akan diakses seluruh rakyat tanpa syarat dan gratis tentunya.

Hal ini mudah bagi negara Khilafah dengan keuangan negara yang kuat dan unggul di bawah Baitul Mal Khilafah. Ekonomi islam melarang menyerahkan pengelolaan SDA kepada pihak swasta, karena SDA termasuk kepemilikan umum millik rakyat, bukan milik segelintir orang yang memiliki modal. Sebaliknya, negara wajib mengelolanya untuk kemaslahatan rakyat, dimana perusahaan-perusahaan yang mengelola SDA ini mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

Khilafah juga akan mengadakan pendidikan murah bahkan gratis untuk semua rakyatnya. Dengan begitu rakyat akan mengenyam pendidikan sesuai keinginan mereka tanpa terbebani dengan biaya pendidikan. Selain itu, mereka diberi pemahaman tentang wajibnya bekerja bagi laki-laki. Sungguh hanya Khilafah yang akan menerapkan Sistem Ekonomi Islam secara kaaffah serta menyelesaikan masalah lapangan pekerjaan bagi seluruh rakyat dan anti PHK tentunya. Waallahualam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi