Muhammad Ayyubi ( Direktur Mufakkirun Siyasiyyun Community )
Calon wakil gubernur DKI Jakarta nomor urut 1 Suswono berkelakar soal janda kaya di Jakarta sebaiknya menikahi pria muda yang masih pengangguran. Menurutnya, hal itu demi meningkatkan kesejahteraan.
Suswono mencontohkan kisah Siti Khadijah dan Nabi Muhammad SAW. Dia berkata Siti Khadijah berstatus janda kaya saat menikah dengan Rasulullah.
Saat itu, Khadijah berusia 40 tahun. Adapun Muhammad SAW berusia 25 tahun.
“Setuju ya? Coba ingat Khadijah enggak? Tau Khadijah kan? Dia kan konglomerat. Nikahi siapa? Ya Nabi waktu itu belum jadi Nabi. Masih 25 tahun pemuda kan? Nah itu contoh kaya begitu,” ucap Suswono.
Paling tidak ada tiga kesalahan pada ucapan Suswono secara yuridis historis dan empiris.
Pertama secara yuridis hukum Islam bahwa ucapan Suswono adalah kurang adab kepada Rasulullah. Sungguh tidak pantas mulut seorang beriman mengatakan bahwa beliau menikah dengan Sayyidah Khadijah karena motif kemiskinan.
Mustahil Rasulullah memiliki sifat tamak terhadap harta, tuduhan seperti ini meski bercanda bisa menjatuhkan pelakunya di dalam kemunafikan bahkan jika disertai itikad akan membuat pelakunya menjadi kafir.
Sesungguhnya siapa pun yang menghina Nabi Shallalllahu Alaihi wa Sallam baik muslim ataupun kafir, wajib diihukum mati, inilah pendapat mayoritas ulama.
Ibnu Mundzir berkata, “Mayoritas ulama sepakat bahwa hukuman atas penghina Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah hukuman mati.”
Ini merupakan pendapat Malik, Laits, Ahmad, juga Ishaq, dan merupakan madzhab Syafi’i.
Kedua, secara historis, Suswono tidak memahami sejarah bahwa pernikahan Rasulullah bermula dari cerita Maisarah budak Sayidah Khadijah yang kerap kali menceritakan ketinggian akhlaq beliau.
Sayidah Khadijah takjub dengan Rasulullah dan meminta Nafisah bin Maniyyah untuk menyampaikan maksud hatinya kepada Rasulullah.
Gayung bersambut, Rasulullah datang bersama kedua pamanya Abu Thalib dan Hamzah untuk menikahi Sayidah Khadijah. Rasulullah memberikan mahar sebanyak 20 ekor unta.
Fakta sejarah ini juga membantah dua hal, yakni motif pernikahan beliau karena kemiskinan dan bahwa pada saat menikah beliau seorang pengangguran.
Ketiga, secara empiris bahwa tingginya angka penangguran di Indonesia secara umum dan di Jakarta khususnya karena sempitnya lapangan kerja akibat akumulasi perputaran uang di sektor non real lebih besar dari pada sektor real. Di mana transaksi di lantai bursa dunia nilainya dapat mencapai 700 triliun dolar AS dalam satu tahun. Padahal hanya sekitar 7 triliun dolar AS saja nilai arus barang dan jasa yang diperdagangkan atau hanya seperseratusnya.
Untuk pasar Indonesia, perputaran uang di pasar saham rata-rata nilai transaksi harian Bursa sebesar Rp12,589 triliun.
Dengan nilai uang sebanyak itu tidak menyerap tenaga kerja dan menghasilkan barang apa pun. Karena transaksi yang terjadi di pasar saham hanyalah uang bertemu uang.
Kenapa ini bisa terjadi? Karena Indonesia menerapkan sistem ekonomi kapitalisme yang tidak bisa tidak kecuali perusahaan- perusahaan terbatas yang melakukan IPO atau initial Public Offering untuk mencari dana produksi.
Ditambah lagi praktik globalisasi yang menyebabkan perusahaan perusahan dalam negeri berguguran karena kalah bersaing dengan perusahaan luar negeri. Akibatnya PHK besar besaran akibat pabriknya tutup.
Jadi, solusi untuk mengatasi pengangguran bukan dengan menikahkan pengangguran dengan janda kaya tetapi dengan menutup sektor ekonomi non riil dan menghentikan praktik globalisasi dengan menerapkan ekonomi Islam dalam sistem Khilafah.
Tidak ada lagi pengangguran di dalam sistem Khilafah karena setiap orang yang mampu akan di sediakan lapangan kerja dan Khilafah menta’zir lelaki dewasa yang mampu bekerja tetapi menganggur.
Umar bin Khattab pernah menegur lelaki di masjid pada jam jam bekerja sementara dia duduk di masjid. Beliau bertanya ” kenapa anda tidak bekerja ? “. Lelaki itu menjawab ” Aku tidak memiliki lahan dan bibit untuk bertani “.
Maka kemudian Umar bin Khattab memberikan lahan dan bibit untuk bercocok tanam.
Alangkah indahnya hidup dalam naungan Khilafah Islam ketika pemimpin negara bertanggung jawab memberi kesejahteraan kepada seluruh rakyatnya tanpa diskriminasi. Anda mau ?[]