Muhammad Ayyubi
( Mufakkirun Siyasiyyun Community )
Mencuatnya kasus fufufafa milik terduga Gibran yang berisi umpatan dan caci maki kepada Prabowo pada saat pemilu kedua Jokowi – Makruf Amin mencerminkan wajah demokrasi sebenarnya bahwa tidak ada lawan abadi yang ada hanyalah kepentingan abadi.
Bagi pihak yang mencermati perkembangan politik Indonesia, permusuhan Gibran dengan Prabowo masa lalu yang justru sekarang jadi partnerny bukan hal yang baru.
Kasus serupa seringkali dan berulang terjadi. Jokowi yang akrab dengan Megawati sekarang tampak bermusuhan. Anis Baswedan mitranya Sandiaga Uno sekarang berada di kubu yang berseberangan.
Jadi, tidak usah baper tingkah laku para politikus negeri ini. Tidak perlu juga mati matian membela satu kubu dan mengkafirkan yang lain. Toh, yang ada mereka semua hanya sandiwara.
Yang dulu tampak bermusuhan pun ternyata satu kapal dalam pemerintahan yang sama. Berharap perubahan kepada sistem demokrasi ibarat menggantang asap. Sia -sia dan hanya aroma terbakar yang tersisa.
Demokrasi melahirkan para politisi hipokrit yang memiliki banyak wajah. Demokrasi didesain untuk konsep benar salah tetapi konsep kalah menang tidak peduli bagaimana caranya.
Demokrasi tidak lahir dari rahim pemikiran Islam. Tetapi dari ide kompromistis yang tidak peduli dengan halal haram.
Demokrasi hanya cocok bagi para begundal yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Cocok untuk para pecundang yang tidak pernah memiliki belas kasihan.
Umat Islam saatnya bangkit dan menyadari kesalahan langkah selama ini. Suara mereka dijarah setiap lima tahum sekali tetapi ajaran dan pemikirannya disingkirkan dari proses yurisprudensi hukum.
Demokrasi bukan jalan umat islam untuk meraih kejayaan. Apalagi untuk menerapkan syariat Islam.
Hanya dengan Khilafah umat ini akan bangkit dan berjaya ke pentas peradaban dunia. Karena memang habitat mereka ada di sana. Masihkah anda ragu?