Oleh. Rahmawati
(Ibu Peduli Generasi)
Baru-baru ini, ramai diperbincangkan, baik di media sosial maupun media massa jumlah pengangguran Indonesia yang meningkat pesat khususnya pada gen Z. Menanggapi hal ini، anggota komisi 1 DPR Charles mengatakan, mekanisme mendorong pemerintah untuk memberi perhatian yang ekstra volume susahnya gen Z mencari pekerjaan itu memang harus dibahas lebih komprehensif. Apa masalah yang sebenarnya dan bagaimana cara mengatasinya agar segera mendapat solusi untuk generasi muda.
Ratusan ribu anak muda Indonesia tidak hanya berada dalam kondisi menganggur, tetapi juga merasa putus asa karena tidak bisa mendapat pekerjaan. Badan pusat Statistik (BPJS) menggolongkan kelompok ini menjadi hopeles of job. Penyebab tingginya tingkat hopeles of job ini juga karena kurangnya lapangan pekerjaan di Indonesia khususnya di sektor formal, pergeseran pertimbangan anak muda dalam menilai budaya kerja baru, hingga ketidak sesuaian antara lapangan pekerjaan dengan pendidikan yang mereka peroleh. Per Februari 2024, setidaknya terdapat 369,5 ribu anak muda rentang usia 15-29 tahun yang masuk ke golongan hopeless of job (9/8).
Miris melihat anak muda serta pencari kerja yang mendominasi angka pengangguran di negeri ini. Bagaimana tidak? Kita mengetahui bahwa generasi muda yang disematkan dengan sebutan harapan bangsa justru menjadi kelompok usia dengan angka pengangguran tinggi. Tidak lain ini adalah bukti gagalnya negara dalam menyediakan lapangan pekerjaan warga negaranya.
Faktanya, pertumbuhan tenaga kerja baru di negeri ini jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan setiap tahunnya. Hal ini tentu memicu bertambahnya jumlah pengangguran setiap tahun. Masalah pengangguran akan selalu diikuti dengan masalah kemiskinan, tidak adanya penghasilan menyebabkan masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan asasinya. Hal ini diperparah dengan kondisi iman masyarakat yang lemah akibat pemikiran sekularisme yang menerpa.
Aksi kriminalitas untuk bertahan hidup seringkali jadi pilihan masyarakat yang menganggur. Belum lagi hari ini judi online sebagai jalan pintas untuk mendapat penghasilan besar makin marak dan diminati, keretakan rumah tangga akibat pengangguran pun tak terhindarkan. Memang benar bahwa negara telah menyiapkan dan melakukan sejumlah langkah sebagai upaya menanggulangi masalah pengangguran, namun upaya-upaya tersebut sejatinya tidak menyentuh akar persoalan atau hanya bersifat parsial.
Hal ini tidak lain buah penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang menjadikan pengelolaan SDAE (Sumber Daya Alam dan Energi) diberikan kepada asing dan swasta, juga lahirnya sebagai regulasi yang justru menyulitkan rakyat untuk mendapatkan pekerjaan akibatnya terjadinya deindustrialisasi.
Kondisi berbeda akan kita temukan dalam penerapan sistem Islam yang menjadikan negara sebagai pengurus rakyat, termasuk dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya. Negara Islam atau Khilafah akan menerapkan aturan Islam dalam segala aspek kehidupan serta mewujudkan kesejahteraan dengan mekanisme yang sudah ditetapkan syariat Islam. Khilafah mewujudkan kesejahteraan setiap rakyatnya dengan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, berupa sandang, pangan, dan papan, serta kebutuhan komunal mereka berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Kebutuhan sandang pangan dan papan wajib dipenuhi negara secara tidak langsung. Di sinilah, negara bertanggung jawab menyediakan lapangan kerja yang luas sehingga rakyat memiliki penghasilan dan mampu mengakses kebutuhan pokok keluarganya.
Negara Khilafah mampu membuka lapangan kerja yang memadai bagi rakyatnya melalui pembukaan akses yang luas terhadap sumber-sumber ekonomi yang halal dan mencegah penguasaan kekayaan milik umum oleh segelintir orang, yakni swasta termasuk asing. Sudah selayaknya kita campakkan sistem yang hanya menyengsarakan rakyat terus-menerus kembalilah pada sistem Islam yang akan menjadi solusi tuntas atas semua persoalan. Wallahualam bissawab.