Muhammad Ayyubi ( Direktur Mufakkirun Siyasiyyun Community )
Badan Legislasi DPR menyetujui rencana revisi UU tentang perubahan atas UU No. 19/2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden, dalam draf revisi ini ada beberapa perubahan antara lain ;
Pasal 1 tentang perubahan nama dari Dewan Pertimbangan Presiden ( Wantimpres ) menjadi Dewan Pertimbangan Agung ( DPA ). Pasal 2, DPA akan menjadi lembaga negara. Pasal 7, DPA terdiri dari ketua merangkap anggota dan beberapa anggota yang jumlahnya ditetapkan oleh presiden.
Dalam revisi ini menghapus pasal 12 ayat 1d yang melarang anggota DPA merangkap pengurus ormas, partai politik, pemimpin ormas, LSM, yayasan, BUMN atau swasta dan pejabat struktur perguruan tinggi. Dengan kata lain, DPA ini bisa dijabat oleh siapapun sesuai kehendak Presiden.
Dalam revisi tersebut terungkap bahwa DPR memberikan kebebasan presiden untuk menentukan jumlah keanggotaan DPA termasuk menentukan ketuanya, hal ini berbeda dengan UU wantimpres sebelumnya yang mengatur keanggotaannya hanya 9 orang saja. Alasanya karena agar presiden memiliki ruang gerak yang luas dan pandangan politik yang beragam.
Agenda terselubung DPA ?
DPA lembaga yang pernah berdiri di masa orba yang kemudian dibubarkan pada masa reformasi karena terindikasi melanggengkan kekuasaan orba. Malah sekarang dihidupkan lagi dengan undang-undang dari DPR.
DPA ini disinyalir sebagai lembaga bagi bagi kekuasaan. Dalam draft revisi disebutkan bahwa presiden berhak memilih berapa pun anggotanya. Sehingga hal ini bisa digunakan sebagai media balas jasa yang baru selain jabatan komisaris yang sudah berjalan sebelumnya. Jabatan ini lebih bergengsi, karena status DPA adalah lembaga tinggi negara selevel presiden. Bahkan bukan tidak mungkin beberapa mantan presiden diangkat sebagai anggota DPA.
Tentunya pengangkatan para mantan presiden tersebut berefek pada dukungan yang nyata kepada pemerintahan yang ada, sehingga tidak ada lagi protes dan gejolak oposisi yang berarti jika semua elemen partai tercakup dalam pemerintahan.
Masuknya mantan presiden ke dalam DPA juga akan memastikan program-program pada presiden sebelumnya bisa benar-benar diteruskan tanpa ada pembatalan. Dan kita tahu bersama, proyek ambisius Presiden sebelumnya tidak boleh gagal karena kontrak politik dalam dan luar negeri sudah terjadi, karena jika gagal oleh pemerintah penggantinya bisa jadi akan diperkarakan di arbitrase internasional.
Kondisi ini relate dengan upaya ngototnya jokowi tiga periode meski usaha tersebut gagal karena menabrak konstitusi. Jalan selanjutnya adalah memastikan bahwa penerusnya haruslah sosok yang sejalan dengan pemikiran jokowi untuk meneruskan mega proyak yang ada.
Dan misi untuk mengangkat presiden pengganti dan wakilnya yang sejalan telah berhasil, artinya tinggal satu langkah lagi yaitu cawe-cawe dalam pemerintahan. Dan pintu masuk untuk itu adalah lewat DPA. Maka dari itu kewenangan wantimpres harus direvisi menjadi DPA agar lebih greget lagi untuk bisa mengintervensi pemerintahan baru nantinya.
Indikasi Presiden terpilih untuk mendudukkan kembali mantan presiden dalam jabatan strategis bisa dicium sejak dia ingin membuat presidential club pada awal bulan Mei 2024. Di mana tujuan klub tersebut adalah para mantan presiden Indonesia agar bisa saling berdiskusi dan bertukar pikiran untuk menjalin silaturahmi dan menjadi teladan.
Indikasi kuat yang dimaksud presiden itu adalah Jokowi, karena dia satu-satunya orang yang paling berjasa mengantarkan Prabowo naik ke tampuk kepemimpinan.
Walhasil, pembentukan DPA ini disinyalir sebagai hadiah khusus untuk jokowi agar bisa tetap menduduki jabatan meski sebagai anggota atau ketua DPA nantinya.
Praktik politik demokrasi yang berasaskan manfaat dan oportunistik meniscayakan bagi bagi kekuasaan asal semua senang. Tidak ada kata melayani rakyat dalam diri para pejabat kecuali saat kampanye, itu pun sebenarnya demi kepentingan pribadinya juga. Jadi masih percaya dengan demokrasi ? saya tidak[].