Dinkes Nunggak BPJS, Ironi Kesehatan di Tangan Kapitalisme

Oleh Ismawati

Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan dan Sumber Daya Kesehatan (Yankes dan SDK) Dinas Kesehatan Empat Lawang, Joni Verdi menyebutkan bahwa terhitung hingga Desember 2023, Dinas Kesehatan Kabupaten Empat Lawang mempunyai utang atau tunggakan kepada Badan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Empat Lawang sebesar Rp 29,8 miliar. Tunggakan tersebut juga termasuk sisa tunggakan pembayaran BPJS di tahun 2022.

Melansir dari Tribunnews.com (23/1), rincian utang tersebut yakni, Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), Pemerintah Daerah (Pemda), dan bantuan iuran mandiri kelas 3 aktif. Adapun upaya yang dilakukan untuk melunasi utang tersebut, pihak Dinas Kesehatan akan mengajukan pembayaran ke Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).

Kesehatan dalam Kapitalisme

BPJS Kesehatan merupakan badan yang dibentuk untuk melayani kesehatan di Indonesia. BPJS resmi menjadi layanan asuransi kesehatan sejak terbentuknya pada 1 Januari 2014, sebagai transformasi dari PT Askes. Ide pembentukan BPJS Kesehatan dimulai saat pemerintah mengeluarkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).

Peserta BPJS Kesehatan adalah masyarakat yang mendaftarkan diri dengan membayar iuran setiap bulan. Besaran iuran ini tergantung pada kelas yang dipilih oleh peserta. Hanya saja, sepanjang perjalannya BPJS mengalami banyak masalah. Mulai dari proses pelayanan, obat-obatan, tenaga kesehatan, dan lainnya. Meskipun peserta diklaim mendapatkan hak layanan kesehatan, namun tidak sepenuhnya pelayanan terbaik itu didapatkan.

Selain pelayanan kesehatan yang membayar iuran sendiri, ada juga pelayanan kesehatan yang iurannya dibayar oleh pemerintah, seperti peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Sayang, sepanjang berkiprah dalam kesehatan, BPJS justru mengalami defisit anggaran. Terlebih, dengan adanya utang. Jangan sampai justru berdampak pada kualitas pelayanan.

Jaminan kesehatan dengan skema asuransi, sekalipun dikelola oleh negara, nyatanya tidak mampu menjamin kesehatan. Sebab, pelayanan kesehatan dengan cara yang batil tersebut mustahil akan berhasil. Dari awal keberadaannya, BPJS Kesehatan adalah bentuk lepas tangannya pemerintah dalam menjamin kesehatan.

Dibuatlah skema asuransi sosial dengan memungut iuran kepada rakyat, atau membuat mekanisme JKN-KIS yang preminya dibayar pemerintah. Namun, pada prakteknya sama saja, yakni asuransi kesehatan yang batil. Utang negara pada BPJS bisa berimbas pada pembayaran pada rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS. Akibatnya juga bisa berimbas pada kualitas obat-obatan, pelayanan, hingga gaji dokter dan perawat. Sistem kapitalisme telah gagal menjamin kesehatan rakyat.

Jaminan Kesehatan dalam Islam

Sesungguhnya di dalam Islam, negara adalah penanggung jawab kehidupan rakyat. Sebagaimana Sabda Nabi Saw.

“Pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari).

Oleh karena itu, salah satu bentuk tanggung jawab negara adalah dengan memberikan pelayanan kesehatan yang gratis dan terbaik. Tentu Islam tidak mengklasifikasikan pengkelasan sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Semua rakyat mendapat pelayanan yang sama.

Dananya dari mana? Yakni dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum, termasuk di dalamnya hutan, tambang, gas dan lain-lain. Selain itu negara Islam memiliki pemasukan yang bersumber dari harta ghanimah, fa’i, kharaj, dan ‘usyr. Semua itu akan lebih dari cukup untuk mengcover kesehatan, jika dikelola dengan baik berdasarkan syari’at.

Dengan cara ini, negara tidak akan menerapkan sistem kesehatan berbasis asuransi. Dimana terdapat akad-akad batil di dalamnya. Akad asuransi haram karena tidak sesuai dengan ketentuan akad pertanggungan (adh-dhamân) dalam Islam. Dalam ketentuan akad pertanggungan Islami ada tiga pihak yang terlibat: penanggung (dhâmin), tertanggung (madhmûn ‘anhu), dan penerima tanggungan (madhmûn lahu), (mengutip tulisan Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani dalam An-Nizhâm al-Iqtishâdî fî al-Islâm hlm. 185).

Jadi, seharusnya negara mengelola kehidupan bermasyarakat berdasarkan apa yang Allah Swt. perintahkan. Praktek ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain harus berlandaskan al-Qur’an dan as-sunnah. Sehingga, kebijakan yang lahir sesuai dengan fitrah kehidupan manusia.

Sehingga, negara bisa menciptakan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi rakyat. Tanpa bergantung pada badan swasta, yang semakin memperparah kondisi kehidupan di masyarakat.

Wallahu a’lam bis ash-shawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi