Dilema Anggaran Akibat Sistem Sanksi Tidak Jelas

Oleh. Listyo Rukiyatiningsih
(Guru dan ibu rumah tangga)

Kemenkum HAM baru-baru ini mengumumkan telah memberikan remisi sebanyak 146.260 dari total 196.371 narapidana beragama Islam menerima remisi khusus (RK) Idulfitri. Remisi ini ada yang berupa pengurangan masa tahanan dan adapula yang berupa bebas langsung. Dengan pemberian remisi, diharapkan dapat menghemat biaya anggaran makan narapidana hingga Rp72.810.405.000,00.

Ternyata sistem sanksi di negeri berujung pada pembebanan anggaran untuk menghidupi orang yang telah berbuat kerusakan. Pun begitu harapan memberikan efek jera pada para pelaku kriminal juga hanya tinggal harapan. Hukuman penjara di sistem ini terkadang malah membuat para kriminal lebih ahli dalam berbuat kerusakan, karena jangankan bertobat, disinyalir penjara justru tempat mereka belajar pada para kriminal yang lain. Bahkan para napi ini masih saja melakukan kejahatannya dari balik penjara.

Pada bulan Januari 2023, kepolisian Indramayu berhasil menangkap 13 tersangka kasus narkoba dan salah satu di antaranya adalah seorang napi dari lapas Indramayu. Disinyalir sang napi ini mengendalikan peredaran narkoba dalam jaringannya dari dalam lapas. Beberapa pihak mengatakan bahwa hal seperti ini terjadi karena oknum. Namun faktanya, hal yang sama terjadi secara berulang bahkan terkadang bersamaan di beberapa tempat yang berbeda. Maka, bisa dipastikan bahwa ini bukan hanya masalah oknum, tetapi masalah sistem sanksi yang memang sangat longgar dan memungkinkan kejahatan serupa terulang.

Dengan demukian, sudah jelas bahwa sistem sanksi ini tidak bisa diharapkan untuk mengurangi tingkat kriminalitas. Sejak awal, sistem sanksi di negeri ini telah menjadi polemik, terlebih saat pemerintah di negeri ini memutuskan untuk mengambil KUHP buatan kolonial sebagai aturan sanksi di negeri ini. Hingga kini, KUHP yang dibuat pada 1830 di Belanda dan dibawa ke Indonesia pada 1872, tetap digunakan sebagai aturan sanksi resmi di negeri ini.

Oleh karena itu, sebagaimana penjajah yang telah membuat kerusakan pada berbagai bidang dinegeri ini, maka KUHP-nya pun telah menimbulkan kesengsaraan dan dilematis di negeri ini. Lalu, sistem sanksi yang seperti apa yang bisa menjamin keamanan di negeri ini?

Jauh sebelum kaum penjajah datang di berbagai wilayah di negeri ini, telah diterapkan sebuah sistem sanksi yang membuat penduduk negeri ini merasa aman. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar muda di Aceh, ada sebuah kisah yang menunjukkan betapa sistem sanksi yang diterapkan sangat menjunjung tinggi rasa keadilan.

Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar muda Aceh berada pada puncak kejayaannya, sebagaimana sultan lainnya, sang sultan pun menyiapkan sang putra sebagai pewaris tahta. Sang putra yang bernama Meurah Pupok pun diberikan berbagai kecakapan agar siap menggantikan sang ayah.

Namun suatu hari, betapa terkejutnya sang sultan ketika mendapat laporan dari salah satu perwiranya bahwa sang putra mahkota telah berzina dengan istrinya. Sang perwira juga melaporkan bahwa dia telah membunuh sang istri sebagai hukuman dan dia menyerahkan hukuman Meurah Pupok pada sang sultan. Maka, betapa murkanya sang sultan, beliau pun segera memberikan perintah untuk menangkap dan memberikan hukuman kepada sang putra sesuai dengan syariat Islam.

Hingga kini, makam Meurah Pupok masih diziarahi sebagai bukti betapa sistem sanksi Islam pernah diterapkan di negeri ini dan membawa keadilan bagi penduduknya. Islam sebagai syariat yang diturunkan oleh Al-Khalik telah memberikan aturan yang lengkap bagi manusia termasuk dalam masalah sanksi.

Sejarah telah membuktikan bahwa ketika syariat ini diterapkan, tingkat kriminalitas yang terjadi sangat rendah. Hanya saja, berbagai opini negatif telah disebarkan terutama oleh penjajah, agar kaum muslim tidak merasa butuh terhadap sistem Islam. Penjajah melalui berbagai medianya gencar mengopinikan bahwa sistem sanksi Islam adalah sistem yang kejam dan tidak boleh diterapkan karena bertentangan dengan hak asasi manusia.

Padahal sejatinya, pelaku kriminal tersebutlah yang telah melanggar HAM. Tidak sedikit kaum muslim yang termakan opini dan menolak diterapkannya sistem Islam di negeri ini. Padahal, justru dengan sistem Islam, kaum muslim di negeri ini pernah merasakan kedamaian dan kesejahteraan, tetapi kemudian dirusak oleh penjajah.

Maka, jelaslah sudah, hanya dengan sistem Islam, manusia akan sejahtera. Hanya dalam penerapan sistem Islam, kaum muslim akan mendapatkan kejayaan. Maka, tingginya angka kriminalitas polemik anggaran ini hanya terjadi akibat sistem warisan penjajah. Maka, tidak wajar jika kita masih betah berlama-lama dalam sistem ini.

Seharusnya, kita bersegera untuk kembali pada penerapan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Semoga Allah menguatkan kita untuk bersungguh-sungguh memperjuangkan penerapan syariat-Nya ….

Wallahu a’lam bish showab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi