Di Balik Iklan Sirup

Oleh. Nunik Umma Fayha

Bagi yang masih nonton televisi pasti tahu, setiap menjelang Ramadan,
selalu ada iklan sirup berseliweran. Iklan ini bahkan sampai identik dengan Ramadan.

Yang jadi perhatian adalah cerita di dalam iklannya. Semakin hari kisahnya semakin jauh dari pakem awal.

Mereka menggunakan Ramadan sebagai gimmick untuk menarik muslim yang bersiap menyambut bulan mulia, akan tetapi materi iklannya justru menjauhkan dari kemuliaan Ramadan, kemuliaan Islam.

Scrolling iklan ke belakang sampai tahun 2018 masih bagus, mengajarkan bagaimana menghargai kebersamaan, masih ada ruh Ramadan di sana. Semakin ke sini, iklan mereka yang memang dibuat seperti cerita bersambung semakin jauh dari ruh awalnya. Hanya benang merah kebersamaan sementara isinya justru semakin memasukkan unsur yang bisa mengarah kesyirikan.

Begitulah iklan. Dibuat untuk sebanyak mungkin menarik minat target market. Selama tujuan mereka tercapai bisa saja mengabaikan apa yang berlaku dalam masyarakat, khususnya target marketnya. Pembuat iklan tidak memedulikan apakah iklannya mendidik atau justru mengajarkan keburukan. Bahkan, ada iklan yang mengajarkan berbohong. Astaghfirullah.

Tidak bisa dimungkiri dengan jumlah mayoritas, umat Islam adalah target market yang menggiurkan bagi produk apa pun. Bombardir iklan terus memasuki semua ruang yang di dalamnya berinteraksi kaum muslimin. TV, ruang publik, media sosial, tidak satu pun terlewat karena memang begitulah sifat dan tujuan dibuatnya iklan.

Umat Islam sebagai mayoritas dibuat tidak berdaya di hadapan sistem. Dipaksa mengikuti aturan yang tidak adil bagi umat. Dijauhkan dari syariat tanpa mampu membantah, salah satunya melalui konten iklan.

Umat dipaksa bekerja keras demi uang, demi kesenangan. Naluri baqa dibombardir dengan tayangan yang mengimingi pemuasan syahwat. Memaksa untuk ingin dan terus mereguk dunia tak berkesudahan.

Iklan adalah salah satu senjata ghazwul fikr. Coba tengok tayangan iklan sekarang. Mereka mengajarkan makan minum sambil berdiri, makan pakai tangan kiri, berbohong tidak apa-apa dan penonton dibuat terbiasa melihat maksiat.

Sesuatu yang salah bila terus dipaparkan akan membuat penonton menjadi terbiasa dan akhirnya menganggap sesuatu itu benar dan boleh ditiru. Selain materi, jam penayangan iklan pun ikut mendorong pemirsa untuk mau tidak mau melihatnya.

Umat Dijajah

Jumlah muslim yang banyak, tapi tidak diikuti kekuatan dan kekuasaan membuat para pembenci Islam leluasa melancarkan aksi memerangi pemikiran umat. Mereka sungguh paham bahwa perang terbaik untuk memandulkan bahkan menghabisi muslim adalah lewat pemikiran. Genderang perang ditabuh dengan menggelontorkan tontonan dan barang pemuas. Mendorong orang bekerja keras demi uang yang akan mereka habiskan untuk belanja.

Penjajahan pemikiran, bias dan akibatnya jauh lebih kompleks. Sebab, rusaknya pemikiran adalah akar dari semua kerusakan akhlak dan moral umat. Dunia muslim dijajah, dibuat agar melihat dunia jauh lebih indah dan harus dikejar. Berbanding terbalik dengan ajaran Islam yang menempatkan dunia sebagai pos pengumpulan bekal akhirat. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Dan kehidupan dunia ini tiada lain hanyalah main-main dan senda gurau belaka. dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu mau memahaminya?” (QS. Al-An’âm: 32)

Umat Islam kalau dimusuhi secara frontal pasti langsung bergerak. Seperti kita lihat saat terjadi pelecehan agama. Tapi ketika ajaran Islam digeser dari sedikit, mereka tidak waspada malah cenderung terseret arus sebagaimana kita rasakan dengan moderasi beragama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak sekalipun kalian pasti akan mengikuti mereka.” Kami bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab: “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR Muslim – Shahih)

Waspada Ghazwul Fikr

Umat harus melek dengan berbagai tipudaya yang mengajak pada kekufuran karena kekufuran itu mendekatkan pada kekafiran. Termasuk juga dari tontonan kita, meski itu hanya sekedar iklan.

Wallahu a’lam bishshawwab.

Lereng Lawu, 11 Ramadhan 1444H

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi